.
.
"Jangan ratapi kehidupan di dalam sini, Raesha. Dia adalah anugerah dari Allah."
.
.
***
Raesha berbaring di kasurnya, dengan tatapan kosong. Sesekali air matanya menetes dan membuat matanya makin sembap. Baru saja dia mulai punya tekad untuk bangkit menjalani kesehariannya. Memasak, mencuci, menyapu dan sebagainya. Kini tekad itu runtuh seketika, saat mengetahui bahwa dirinya hamil dua bulan.
Tangan Raesha perlahan menyentuh perutnya sendiri, yang kini belum nampak membesar.
Bulan madu Raesha dan Ilyasa di hotel Sultan waktu itu, ternyata membuahkan hasil. Raesha dulu selalu membayangkan akan merawat anak-anak bersama Ilyasa, hingga anak-anak dewasa nanti. Ilyasa bahkan pernah punya ide ingin punya anak yang jumlahnya bak kesebelasan tim sepak bola. Tapi setelah Ishaq, rupanya mereka belum dikaruniai anak lagi, padahal Raesha tidak memakai kontrasepsi. Yang dinanti-nantikan, ternyata malah munculnya sekarang, saat Ilyasa sudah tak ada.
Pintu kamar mendadak terbuka.
"Raesha!"
Suara wanita yang sangat dikenali Raesha itu, membuat Raesha bangkit dari kasur. Berlari menuju pintu. Erika berdiri di sana, memakai kaftan moka polos dengan aksen ikat pinggang silver dan hijab krem sedada.
Tanpa sempat menyapa, keduanya berangkulan erat.
"Ibuuu!!!" jerit Raesha sebelum tangisnya berderai di dada ibunya.
Suara tangis Raesha terdengar memilukan, membuat Haya, Elaine dan Arisa yang berdiri di belakang Erika, ikut meneteskan air mata.
"Yang sabar, sayang. Yang sabar. Allah gak mungkin kasih kamu cobaan yang kamu tidak sanggup menanggungnya," kata Erika dengan suara bergetar. Ibu mana yang tidak ikut menangis jika melihat anaknya menangis?
Raesha masih menangis, terisak seperti anak kecil yang sedang mengadu.
"Kamu tidak sendirian, sayang. Kita hadapi sama-sama. Jangan ratapi kehidupan di dalam sini, Raesha. Dia adalah anugerah dari Allah," imbuh Erika sambil mengusap perut Raesha.
Raesha mengangguk, masih belum sanggup bicara. Erika baru hadir beberapa detik di hadapannya, namun kata-kata Erika mampu menembus dinding hatinya.
Tak lama, koper milik Erika diturunkan oleh supir.
"Kopernya mau ditaruh di mana, Nyonya?" tanya sang supir.
Erika melirik ke Raesha sebagai yang empunya rumah. Raesha nampak bimbang. Di mana sebaiknya?
"Ibu sama Haya bisa tidur di sofa atau gelaran kasur lipat aja di ruang tengah. Gampang, lah," kata Erika santai.
"Ibu sama Haya tidur di kamar Raesha aja. Aku sama Elaine biar sekamar sama anak-anak. Biar kugelarin kasur," Arisa yang menjawab.
"Kak Arisa gak apa-apa sekamar sama anak-anak?" tanya Raesha dengan ekspresi sungkan.
"Gak apa-apa, lah. Santai aja, Raesha," ucap Arisa dengan senyum lebar. Arisa paham, Raesha pasti menginginkan sesi curhat dengan Erika. Antara dirinya dengan Haya, tentunya Raesha lebih dekat dengan Haya sebagai adik Raesha.
.
.
Mobil sport biru muda memasuki pekarangan kediaman keluarga Danadyaksa. Malam telah larut. Adli turun dari mobil dengan wajah lesu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANXI EXTENDED
SpiritualRaesha sudah menerima khitbah Ilyasa. Keduanya saling mencintai, tapi Ilyasa masih merasa, calon istrinya itu masih menyimpan rasa pada Yunan, kakak angkat Raesha. Dan sekali pun Yunan sudah punya istri bernama Arisa, dan putra bernama Raihan, Ilya...