.
.
Sepertinya tiga perempuan itu sedang menikmati Girls Time. Yang girl cuma satu, sih. Lainnya sudah bukan girl lagi.
.
.
***
Malam makin larut. Haya merebahkan tubuhnya di kasur lipat yang digelar di lantai.
"Kamu yakin mau tidur di bawah, Haya? Tidur aja di kasur bareng Kakak sama Ibu, yuk," ajak Raesha dengan rasa bersalah. Tuan puteri Haya yang terbiasa tidur di kamar megah itu, hari ini tidur goleran di kasur lipat a la kadarnya.
"Gak apa-apa, Kak. Yang di kasur biar Kakak sama Ibu aja," kata Haya dengan muka ceria. Gadis itu sudah mengenakan setelan piyama sutera berwarna pink. Rambut ikalnya dikuncir dua. Dia kini sibuk menempelkan masker buah ke wajahnya.
Raesha tertawa geli. "Wah wah. Biarpun lagi gak di rumah, perawatan tetap jalan terus, ya," komentar Raesha.
"Tetep doonk! Skin care-nya harus konsisten tiap hari!" tukas Haya dengan suara sedatar mungkin, lantaran khawatir maskernya rusak.
Erika masuk ke dalam kamar dengan membawa sebotol madu, segelas air dan sebuah sendok tercelup di dalam gelas.
"Hiihh!!" komentar Erika syok saat melihat muka Haya tertutup lapisan berwarna putih. Raesha tertawa melihat reaksi epik ibunya. Kelakuan ibunya selalu bisa membuatnya tertawa. Padahal sudah lebih dari separuh abad usianya, tapi Erika masih kurang lebih tidak berubah tingkahnya dari tahun ke tahun.
"Jangan ngagetin, Haya! Kirain Ibu, kamu setan cemong!" misuh Erika, makin membuat tawa Raesha berderai. Haya menatap ibunya datar. Dia tak bisa tertawa dan marah, karena tak mau sesi maskerannya gagal total dan dia jadi terpaksa mengganti dengan masker yang baru.
"Raesha, kamu nyimpen madu, tapi gak pernah diminum, ya??" omel Erika sambil berjalan menghampiri Raesha yang sedang duduk di ranjang.
"He he. Ibu nemu aja. Itu madu awalnya aku rajin minum. Ilyasa yang beliin, dulu. Madu untuk kesuburan rahim. Begitu lama gak hamil-hamil, aku jadi males-malesan minumnya," jawab Raesha cengengesan.
Erika manyun mencibir. "Ayo minum! Madu baik untuk kehamilanmu."
Raesha meringis. Dia enggan sebenarnya. Biasanya kalau sudah sikat gigi sebelum tidur, Raesha malas untuk memasukkan makanan dan minuman ke dalam mulutnya, kecuali air putih.
"Ayo. Harus! Mangap mulutnya!" paksa Erika dengan tampang galak.
Raesha membuka mulutnya dengan terpaksa, dan menelan madu itu. Persis seperti anak kecil dipaksa minum obat.
"Nah gitu, dong. Tinggal ditelan aja, susah banget. Madu yang ini sih, manis. Bukan madu yang satu lagi," canda Erika dengan alis mata naik turun.
Raesha memicingkan mata. "Madu apa maksudnya?" tanya Raesha bingung.
"Itu, lho. Madu dalam rumah tangga," jawab Erika sebelum tertawa.
Haya melengos. "Plis, Bu," gumamnya dengan bibir berucap kaku, takut merusak maskernya.
Raesha tersenyum geli.
Erika meletakkan botol madu dan gelas di meja nakas, sebelum rebahan di samping Raesha dan bertanya dengan ekspresi penuh kekepoan, "psst! Raesha, gimana hubunganmu dengan Arisa, selama dua bulan ini?"
"Hubungan? Baik-baik aja, Bu," jawab Raesha dengan raut bingung di wajahnya. Kok tanya begitu? batin Raesha.
Erika cekikikan. "Maksud Ibu, apa kalian jadi dekat? Arisa cerita apa aja sama kamu? Dia cerita tentang Yunan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ANXI EXTENDED
SpiritualRaesha sudah menerima khitbah Ilyasa. Keduanya saling mencintai, tapi Ilyasa masih merasa, calon istrinya itu masih menyimpan rasa pada Yunan, kakak angkat Raesha. Dan sekali pun Yunan sudah punya istri bernama Arisa, dan putra bernama Raihan, Ilya...