354 - Madu dan Racun

210 69 7
                                    

.

.

Bukti kebusukan di hatinya, ada di dalam laci nakas itu.

.

.

***

Seminggu berlalu ...

Haya dan Elaine sudah kembali ke kediaman keluarga Danadyaksa. Sementara Erika dan Arisa masih di rumah Raesha.

Pagi ini di rumah hanya ada Erika dan Arisa saja. Anak-anak sudah berangkat sekolah. Raesha masih belanja ke warung sayur, karena ternyata ada bumbu yang kurang untuk masak makan siang. Itu adalah atas inisiatif Erika, agar Raesha sesekali keluar rumah dan berinteraksi dengan para tetangga. Tidak mengapa sepertinya. Toh kehamilan Raesha masih di tahap awal.

Arisa sedang menyapu di ruang tamu. Tadi teras luar sudah disapu oleh Raesha. Erika sedang mencuci piring pasca sarapan. Setelah cucian piring tuntas, Erika menghampiri menantunya.

"Arisa."

Arisa berhenti menyapu dan menoleh ke arah Erika yang memanggilnya.

"Iya, Bu?" sahut Arisa.

"Ngobrol sambil ngeteh bentar, yuk," ajak Erika dengan senyum manis. Untuk ukuran wanita berusia lima puluh tahun lebih, Erika tergolong awet muda. Perubahan yang nampak kentara pada fisik Erika, adalah bagian matanya. Matanya nampak sedikit mengecil, seperti lelah. Terutama semenjak kepergian Yoga. Semangat hidup Erika berkurang banyak setelahnya. Satu-satunya yang membuat Erika bertingkah bahwa ia masih baik-baik saja, dan tetap melucu setiap harinya, adalah karena Erika tidak ingin membuat anak-anaknya bersedih jika dia lesu sepanjang hari dan seperti orang yang ingin mati saja.

"Iya, Bu," ucap Arisa manut.

Kedua wanita itu duduk berhadapan di ruang tengah. Televisi dalam kondisi mati. Dua cangkir teh menguarkan asap hangat ke udara. Menjadi teman duduk Erika dan Arisa pagi ini. Arisa segera paham, ada hal penting yang ingin disampaikan oleh Erika padanya.

"Gimana kabarmu selama di rumah ini dua bulan lebih?" tanya Erika tersenyum ramah. Erika tidak ingin membuat sesi ngobrol ini terasa tegang.

"Kabarku? Baik, Bu," jawab Arisa membalas senyum ibu mertuanya.

"Kamu sudah rela direpotkan selama dua bulan ini. Kamu dan Raihan. Ibu mau bilang terima kasih. Kalian sudah menjaga Raesha. Terutama kamu yang pastinya jadi sangat sibuk mengurusi rumah Raesha segala. Sebenarnya, Ibu merasa bersalah padamu," ucap Erika dengan kepala tertunduk di akhir kalimatnya. Dulu dia merepotkan Yunan. Sekarang merepotkan istrinya Yunan.

"Oh! Enggak, Bu! Sama sekali enggak repot! Aku memang ingin mengurangi beban Raesha. Meski sejujurnya, awalnya aku ada di sini karena Yunan yang memintaku. Tapi begitu melihat kondisi Raesha, aku jadi paham kenapa Yunan memintaku," jelas Arisa jujur apa adanya.

Erika tersenyum dengan kesedihan di binar matanya. "Kondisinya sangat memprihatinkan, ya. Raesha. Dia terpukul sekali dengan kematian Ilyasa. Mungkin karena, Ilyasa meninggal dengan cara seperti itu, yang pastinya tidak pernah terlintas dalam pikiran Raesha."

Arisa mengangguk dengan sorot mata iba. "Iya, Bu. Aku bisa paham sebenarnya. Aku pun, mungkin akan sulit menerimanya, jika aku berada di posisi Raesha. Ditambah lagi, sekarang Raesha ternyata hamil dua bulan."

Erika menyesap tehnya, lalu meletakkan cangkirnya kembali ke tatakan. "Ibu gak tau, apa Yunan pernah bilang padamu atau tidak. Tapi, --"

Arisa mengernyitkan alis, saat mrlihat Erika bergetar bibirnya. Nampak emosional.

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang