227 - Back to Paris

290 96 17
                                    

.

.

"Jadi gimana, Syeikh? Kita berangkat ke Paris lagi?"

.

.

***

Dua buah koper besar dimasukkan ke dalam bagasi mobil sedan hitam milik keluarga Danadyaksa. Ilyasa dan Raesha pamit pada Yoga, Erika, Dana, Adli dan Haya.

Erika yang paling terlihat berat melepas putrinya, tak juga melepaskan pelukannya.

"Udah, Bu. Nanti insyaallah aku main-main ke sini, kok," kata Raesha yang berusaha menahan diri untuk tidak menangis seperti ibunya.

Erika mengusap air mata dan akhirnya melepas rangkulannya. "Iya, sayang. Kalau perlu apa-apa, bilang, ya," ucapnya dengan suara bergetar.

Yoga mengelus punggung istrinya. "Nanti kita berkunjung ke apartemen besan. Sudah, jangan nangis, dong sayang," hibur Yoga.

"Iya. Nanti Ibu, Ayah, Eyang, Dana, Adli dan Haya main ke sana aja. Ibuku nanti akan buatin masakan Korea untuk kalian," kata Ilyasa dengan wajah ceria.

"Wah boleh, tuh. Eyang udah lama banget gak pernah makan masakan Korea. Adli sama Haya malah belum pernah, nih," kata Dana yang diapit kedua cucunya.

"Masakan Korea kayak apa,  Kak Oppa? Apa kayak sushi yang mentah itu?" tanya Adli penasaran.

"Dimasak, kok. Gak mentah," jawab Ilyasa tertawa. Tahu kalau Adli tak menyukai sushi.

"Korea itu di mana, Kak Oppa? Deket sama rumah kita?" tanya Haya yang bicaranya lebih lancar di usia empat tahun.

Raesha tertawa. "Kenapa kalian pada niru Raihan semua? Jangan panggil Kak Oppa. Kak Ilyasa aja."

"Nanti Haya diajak jalan-jalan deh, ke Korea. Sekarang gak usah jauh-jauh. Kita main ke mall aja ya," jawab Dana sambil mengusap-usap kepala Haya yang rambutnya dikuncir dua.

"Kakak aja baru sekali diajak ke Korea. Udah lama banget. Kalau sekarang disuruh jadi tour guide, nyerah deh. Kakak bakal nyasar kali," canda Ilyasa tertawa.

"Iya, Kak Oppa. Aku mau diajak ke Korea," sahut Haya.

"Ah percuma, deh. Direvisi berapa kali juga, tetep manggilnya Kak Oppa," ucap Raesha lelah.

"Emangnya kamu dulu manggil Ayah apa? Biar udah direvisi berkali-kali, tetep manggilnya 'Om Gondrong'," ceplos Yoga pada Raesha.

Muka Raesha merah menahan malu.  Iya juga, ya. Dia dulu bolak-balik manggil Yoga 'Om Gondrong'. Ilyasa tertawa geli melihat ekspresi wajah istrinya.

"Tanya aja, tuh, Yunan. Dia yang berkali-kali --," Yoga menutup mulut.

Ilyasa tersenyum kecut. Raesha menundukkan pandangan. Pembicaraan tentang Yunan, di depan Ilyasa dan Raesha, menjadi pembahasan yang sensitif.

"Ayo berangkat. Kasihan nanti orang tua Ilyasa nunggu lama," cetus Dana, memecah suasana canggung.

Raesha dan Ilyasa masuk ke dalam mobil. Mereka saling melambaikan tangan, setelah kaca mobil diturunkan.

"Makin sepi aja rumah. Untung ada Adli sama Haya. Kalo gak ada, udah kayak kuburan kali," gumam Dana sambil mengajak kedua bocah memasuki rumah.

"Kuburan 'kan harusnya ada bunga cempakanya, Eyang," komentar Haya yang sudah pernah diajak melayat saudara dari Dana yang meninggal bulan lalu.

"Ya gak harus ada bunga cempakanya, sih," balas Dana.

"Kalau gitu, kita tanam aja pohon cempaka, biar kayak kuburan," timpal Adli.

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang