.
.
"Kalau kamu bahagia, Kakak bahagia."
.
.
***
Adli dan Elaine sama-sama salah tingkah setelah Arisa memergoki Elaine menarik lengan Adli meski hanya sekian detik.
"A-Assalamu'alaikum, Kak!" Adli bersedekap sambil sedikit membungkukkan badannya ke arah Arisa.
"Wa'alaikumussalam. Kalian baru sampai?" tanya Arisa dengan tangan bersedekap juga.
"Iya, Kak. Baru saja sampai. Kak Yunan bilang, Kakak nemenin Nenek sama Kakeknya Elaine ya, Kak? Makanya Kakak gak bisa ikutan jalan-jalan?" tanya Adli berbasa-basi. Keahlian yang wajib dimiliki semua pemimpin.
"Iya. Lagi ada Ibu Bapak di rumah. Mereka capek katanya, lebih milih istirahat aja di rumah."
"Ooh, iya, Kak. Saya tadi diminta Kak Yunan untuk antar Elaine pulang. Jadi saya mampir ke sini dulu, sebelum ke kamar saya," jelas Adli, khawatir ia disangka cari-cari kesempatan untuk berduaan dengan Elaine. Padahal tadi di tepi danau, dia sudah dapatkan kesempatan itu.
"Wah maaf merepotkanmu. Tau tuh, Raihan. Dateng-dateng, langsung masuk kamarnya, terus tidur. Adiknya ditinggal gitu aja. Emang dia tuh --," Arisa kehabisan kata. Bahas Raihan memang bisa membuat lelah jiwa dan raga.
Adli tertawa ringan. "Gak apa-apa, Kak. Saya sekalian lewat, kok. Tadi Elaine mungkin kelupaan mau bilang apa gitu, makanya narik baju saya. Tapi kayaknya dia lupa mau tanya apa. Ya 'kan, Elaine?"
Elaine nyengir kaku ke arah Ummi-nya. "Iya, Ummi. Makasih udah nganterin aku, Om. Selamat tidur," ucap Elaine membungkuk sopan ke arah Adli.
"Makasih, Adli. Istirahatlah. Besok pagi 'kan sudah harus berangkat ke bandara," timpal Arisa.
"Iya, Kak. Saya permisi dulu," Adli pamit dan berjalan sok cool menuju kamarnya. Padahal rasanya dia sudah ingin lari ngacir saja. Kesannya dia dan Elaine kepergok sedang mesra-mesraan, padahal Elaine yang menarik lengannya. Itu pun bukan karena Elaine ingin love-love-an dengan Adli, tapi cuma karena Elaine sedang kepo berat dengan rahasia hubungan antara Abinya dan Raesha.
Au ah gelap. Good luck, Elaine!
Adli merasa dirinya sudah membantu Elaine ngeles sebisanya. Elaine pasti akan diwawancara Ummi-nya malam ini atau besok pagi.
Bukan salahku! Siapa suruh tarik-tarik tanganku segala??
.
.
Arisa membuka cadarnya dan menatap putrinya dengan tatapan tajam.
"E-Euh ... aku masuk dulu, Ummi. Ngantuk sekali, rasanya. Untung tadi sudah Isya di musholla sana. Ha ha," Elaine segera masuk ke dalam rumah.
"Elaine!" panggil Arisa dengan nada agak tinggi.
Langkah Elaine terhenti dan wajahnya pucat.
"I-Iya, Ummi?" sahut Elaine gugup.
"Besok pagi kita bicara," lanjut Arisa dengan tampang tegas.
"I-Iya, Ummi," Elaine tertunduk lesu. Alamat dia terpaksa berbohong besok. Masa' iya dia jujur bilang kalau dirinya curiga ada sesuatu antara Abi dengan Tante Raesha? Gak mungkin dia bilang begitu ke Ummi-nya sendiri!
"Mana Abimu?" tanya Arisa.
"Oh. Abi ... tadi di depan kamar Tante -- maksudku, tadi Abi gendong Ismail dan Ishaq ke kamarnya. Ismail dan Ishaq nempel terus sama Abi. Maunya digendong sampe kasur, katanya," Elaine menelan ludah. Adakah penjelasannya tadi bisa membuat Ummi-nya salah paham atau --
KAMU SEDANG MEMBACA
ANXI EXTENDED
EspiritualRaesha sudah menerima khitbah Ilyasa. Keduanya saling mencintai, tapi Ilyasa masih merasa, calon istrinya itu masih menyimpan rasa pada Yunan, kakak angkat Raesha. Dan sekali pun Yunan sudah punya istri bernama Arisa, dan putra bernama Raihan, Ilya...