238 - Ghibah

277 86 5
                                    

.

.

Kadang itu terjadi. Orang-orang yang paling semangat hadir pengajian, terkadang adalah orang yang tidak juga memahami esensi dari ilmu yang dipelajarinya di pengajian. Sehingga tidak sinkron antara ilmu dengan prakteknya.

Ngaji jalan terus, ghibah dan namimah jalan terus.

.

.

***

Maryam bermuka masam siang itu. Zhafran sudah mengamati tingkah istrinya yang tidak biasa sejak kemarin.

"Ada apa?" tanya Zhafran. Mereka sedang di kamar. Istirahat setelah makan siang bersama. Yunan sekeluarga sejak kemarin sudah tiba di tanah air, setelah beberapa hari dakwah ke Birmingham.

"Gak apa-apa," jawab wanita cantik blasteran Eropa itu.

Zhafran menghela napas. "Mana mungkin gak ada apa-apa. Mukamu kayak dilipat begitu. Coba ngaca dulu," candanya.

Maryam merengut ke arah suaminya, sebelum kembali berdandan di depan cermin. Ia sudah mengenakan gamis hitam dan mencepol rambutnya. Bersiap mengenakan ciput hitam sebelum kerudung berwarna senada dikenakannya.

"Apa menurutmu sebaiknya aku pakai cadar seperti Kak Arisa?" tanya Maryam tiba-tiba.

Zhafran yang sedang rebahan di kasur, menatap istrinya dengan alis berkerut.

"Kenapa tiba-tiba tanya soal cadar?" Zhafran bertanya balik.

Maryam mengendikkan bahu. "Gak kenapa-kenapa. Tanya aja."

"Sebagai suami, aku gak pernah memaksamu. Terserah kamu saja. Kalau mengikuti mahzab Syafi'i, mestinya memang pakai, tapi ulama berbeda pendapat mengenai cadar. Pilih saja salah satu. Yang penting, kalau berhijab, pastikan bagian leher dan dada tertutup. Bentuk tubuh tidak terlihat. Itu saja yang penting buatku. Arisa dan Syeikh Yunan, lulusan Tarim. Di sana, wanitanya memang diajari mengenakan cadar oleh guru-guru mereka. Jadi Arisa mengikuti ajaran guru-guru mereka," jelas Zhafran.

Maryam manggut-manggut. "Kalau gitu, aku belum pakai, ya. Belum siap aku tuh."

"Gak ada juga yang paksa kamu untuk pakai. Memangnya ada apa, sih? Ada jamaah yang komentar?" tanya Zhafran.

Raut wajah Maryam berubah tegang, saat kata 'jama'ah' disebut. Zhafran menyadarinya.

"Gak ada, kok," sahut Maryam sambil memoles bedak ke wajahnya.

Sempat hening sesaat, sebelum Zhafran memutuskan menghampiri istrinya. Maryam terkejut saat tubuhnya dirangkul paksa dari belakang.

"Hayo ngaku ada apa!" ucap Zhafran ngotot.

"D-Dibilangin gak ada apa-apa!" jawab Maryam salah tingkah. Pipinya merah meski belum ia bubuhi perona pipi.

"Bohong. Istriku tukang bohong,"  gumam Zhafran mengeratkan rangkulannya. Kecupan ia daratkan di pipi Maryam yang mulus.

"Sayang! Wudu'ku jadi batal!" omel Maryam.

"Ah. Nanti 'kan tinggal wudu' lagi," goda Zhafran sambil mencubit pinggang Maryam. Membuatnya kegelian.

"Apa ada komentar orang yang bikin kamu gak nyaman? Bilang sama aku," bisik Zhafran di telinga istrinya.

Maryam tertunduk salah tingkah. Aroma musk dari leher dan pergelangan tangan suaminya, membuat debaran dadanya tak keruan.

"Gak ada," jawab Maryam ngotot tak mau bicara.

Zhafran melepas rangkulannya sambil melengos, sebelum kembali rebahan. "Kamu mau pengajian sekarang? Bareng Arisa?" tanya Zhafran.

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang