296 - Konferensi Pers

199 79 10
                                    

.

.

Memang manusia lebih tertarik pada aib ketimbang kebaikan seseorang.

.

.

***

Ilyasa menyetir di depan. Di sampingnya ada istrinya. Duduk di bangku belakang mobilnya, ada Arisa dan Raihan. Zhafran dan Mahzar ikut di mobil Yoga, bersama Erika. Orang tua kandung Ilyasa, akan hadir juga di konferensi pers malam ini. Memberi dukungan moril untuk putranya yang sedang tersangkut kasus viralnya pemukulan Ilyasa terhadap Yunan. Untungnya ini bukan kasus yang dipolisikan, dan Yunan tidak terkapar di rumah sakit gegara pukulan Ilyasa. Jika iya, maka makin runyam urusannya.

"Nanti sebaiknya siapa yang bicara duluan, Ilyasa?" tanya Arisa.

"Biar saya dulu, Kak," jawab Ilyasa. Ini semua gara-gara ulahnya. Sepatutnya dia bicara lebih dulu, menjelaskan duduk permasalahannya pada khalayak ramai.

"Oke," sahut Arisa sebelum menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. Dia tegang sekali sebenarnya. Sesaat lagi, dirinya akan bicara mewakili majelis besar milik almarhum Syeikh Abdullah, sekaligus mewakili suaminya. Dia tidak boleh salah bicara! Tidak boleh! Bicara seperlunya, tidak perlu emosional, dan tidak perlu detail. Tidak semua hal, perlu diketahui orang di luar keluarga besar. Permasalahan cinta lama antara Yunan dan Raesha, jangan sampai publik tahu. Biar dirinya, Yunan, Ilyasa dan Raesha yang tahu. Dan keluarga Danadyaksa tentunya. Untungnya anggota keluarga besar Danadyaksa bukan orang yang ember mulutnya. Jika iya, pasti Yunan sudah habis di-roasting media.

"Chat adikmu. Pastikan dia dan Adli sudah makan malam," kata Arisa pada Raihan yang duduk di sampingnya.

"Iya, Ummi," sahut Raihan sambil mengeluarkan ponsel dan mulai mengetik.

Elaine dan Adli menunggui Yunan di ruang rawat. Sebab semua orang pergi ke konferensi pers.

"Mereka sudah makan, Ummi. Tadi Adli pergi ke kantin rumah sakit, memesan makanan untuk mereka makan di ruang rawat," jawab Raihan setelah menerima jawaban dari adiknya.

"Oke. Alhamdulillah ada Adli. Baik sekali dia. Rela antar jemput Elaine ke mana-mana, ngurusin makanan kita segala. Masyaallah," gumam Arisa.

Ilyasa yang sudah pernah mendapat cerita tentang Adli dan Elaine dari Yoga, berubah raut mukanya.

Kerepotan itu semua, memang membahagiakan Adli, Kak!

.

.

Bangunan serbaguna modern satu lantai itu nampak anggun dengan terangnya sinar-sinar lampu malam ini. Ilyasa memarkir mobilnya, lalu menghubungi seseorang.

"Assalamu'alaikum. Pak, saya sudah di parkiran. Seberang pintu utama. Tolong bantuannya, Pak. Oke. Syukran."

Ilyasa mematikan sambungan. Tak lama, dua orang pria, asisten yang diutus oleh produser acara TV Ilyasa, mengapit mobil Ilyasa. Bersiap untuk serbuan sesaat lagi.

Pintu mobil dibuka. Mereka keluar dari mobil.

"Itu Oppa Ilyasa!! Oppa datang!!"

"Oppaa!!" jerit para wartawan yang dalam hitungan detik segera mengerubungi mereka.

Arisa melotot di balik cadarnya. Raihan lebih-lebih syok melihat pemandangan ini. Dia jarang menonton televisi, jadi tidak tahu kalau Om Ilyasa sedemikian terkenalnya.

"Oppa!! Komentarnya, Oppa, dengan video CCTV lift yang viral saat ini!"

"Oppa! Tolong lihat ke sini, Oppa!"

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang