220 - Empat Puluh Hari

310 92 19
                                    

.

.

Bersiaplah. Jalanmu akan semakin terjal.

.

.

***

Raesha duduk terpaku di depan televisi. Kak Yunan ada di sana. Dicuplik sekian detik saat menjadi pembicara di konferensi ulama internasional di Malaysia.

Awalnya Eyang Dana yang memanggil Raesha sore itu saat Raesha baru pulang kuliah.

"Rae!! Sini lihat! Ada Kak Yunan di TV!" teriak Dana.

Kak Yunan bicara dengan bahasa Arab, namun ada tulisan terjemahannya di layar televisi. Dia bicara tentang toleransi. Terdengar tegas, lurus. Entah bagaimana, Kak Yunan yang sekarang, membuatnya terkagum-kagum, seolah dia bukan Kak Yunan yang dulu dikenalnya.

"Yunan pergi cepet banget, sih. Tiba-tiba udah pindah ke Sumatera Barat aja. Padahal Eyang masih kangen sama Raihan," kata Dana sambil mengunyah keripik singkong.

"Maaf, Eyang," gumam Raesha dengan ekspresi merasa bersalah.

"Lho? Kok kamu minta maaf? Kamu 'kan gak salah apa-apa," Dana balik bertanya.

Muka Raesha merah padam. Dana tidak tahu apa yang terjadi malam itu waktu Kak Yunan terkunci sekamar berdua dengannya karena ulah makhluk tak kasat mata. Bertiga dengan Raihan yang masih kecil. Meski Yunan akhirnya berhasil menangkap salah satu dari jin atau apalah itu, tapi sepertinya gerombolan mereka masih ada. Itu sebabnya Yunan memutuskan pergi malam itu juga, hanya sempat berpamitan pada Raesha.

"Nanti dua tahun lagi, insyaallah Kak Yunan sekeluarga bisa main ke sini lagi, Eyang," kata Raesha sambil memijit pundak Dana.

"Wuih! Dua tahun? Kok lama amat?" respon Dana syok.

.

.

Siang itu selepas salat Zuhur, seorang pria mendatangi Ustaz Zhafran yang salat di belakang Yunan. Bapak-bapak berkumis yang berusia kepala empat itu, mencium tangan Zhafran, meski Zhafran dengan sopan menarik tangannya.

"Makasih, Ustaz. Makasiih!!" ucap pria itu dengan mata berkaca-kaca.

"Makasih kenapa, Pak?" tanya Zhafran.

"Setelah saya minta do'a Ustaz seminggu yang lalu, motor saya ketemu, Ustaz!" seru pria itu girang.

"Oh ya? Alhamdulillah. Semuanya dari Allah," ucap Zhafran tersenyum.

"Ada apa?" tanya Yunan penasaran.

Jama'ah salat Zuhur itu, mencium tangan Yunan, dan seperti biasa, terhadap yang lebih tua darinya, Yunan menarik tangannya.

"Ini, Syeikh. Pak Rizal minggu lalu pas Syeikh lagi di Malaysia, ke sini dan cerita ke saya kalau motornya hilang dicuri orang. Padahal dia sehari-harinya pedagang di pasar. Terpaksa dia numpang sementara dengan motor tetangganya, karena belum bisa beli motor baru. Terus, dia minta dido'akan supaya motornya balik. Alhamdulillah, setelah seminggu, motornya ketemu katanya," jelas Zhafran.

"Alhamdulillah. Ketemunya gimana, Pak?" tanya Yunan pada Rizal.

"Ternyata motor saya korban sindikat perdagangan kendaraan ilegal, Syeikh. Orang yang mencuri motor saya itu, datang sendiri ke rumah saya. Minta maaf sampai sujud-sujud segala. Katanya, saat setengah sadar, dia didatangi sembilan ekor singa bertaring panjang, yang matanya bersinar hijau. Salah satu singa itu bicara padanya, mengancamnya agar mengembalikan motor curiannya pada pemiliknya, kalau dia tidak mau celaka."

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang