380 - Palm Court

241 71 3
                                    

.

.

"Soalnya aku suka orang lain."

.

.

***

Suasana masih tegang antara Adli dan Dalton. Alih-alih nego harga tanah, situasinya lebih mirip pra-baku hantam.

Dalton mengajukan di harga tiga puluh tiga juta per meter persegi. Harga yang cukup bagus sebenarnya. Meski Dalton sudah menebak Adli akan menaikkan dari harga yang dia tawarkan, tapi Dalton tidak menyangka Adli hanya menurunkan sejuta dari harga jual yang dipasang yaitu tiga puluh sembilan juta per meter persegi.

"Anda tidak benar-benar berpikir bahwa tanah itu bisa terjual dengan harga tiga puluh sembilan juta per meter, 'kan?" ledek Dalton terdengar sinis.

"Tidak. Malah, saya berpikir tanah itu bisa terjual dengan harga empat puluh juta per meter," jawab Adli masih sambil melipat tangan.

Urat nadi di kening Dalton kembali muncul. Mungkin setelah pertemuan ini, dia akan memerlukan koyo untuk ditempel di kepalanya.

"Billy!" seru Dalton pada staf yang sejak tadi duduk di sampingnya.

Oh, pria itu punya nama ternyata. Dari awal pertemuan, tak sekalipun Dalton memperkenalkan satupun bawahannya. Kasihan sekali, macam pajangan saja para bawahan Dalton ini.

"Kami harap anda mempertimbangkan untuk menurunkan penawaran anda, Pak Adli. Anda harus ingat, bahwa lokasi tanah anda berada di area banjir. Tiga tahun yang lalu, lokasi tanah ini pernah tergenang," kata Billy.

"Pak Ronny," panggil Adli. Dalton menyuruh bawahannya untuk menjawab, maka Adli melakukan hal yang sama. Dia tidak perlu repot-repot menjawab ini.

"Tidak fair jika anda membuat pengamatan tentang banjir tiga tahun yang lalu. Saat itu banjir besar menimpa seluruh area Jakarta secara merata. Nyaris semua wilayah di Jakarta terkena dampaknya. Sementara, di tahun-tahun selain itu, lokasi tanah ini tidak pernah tergenang. Yang banjir adalah area perkampungan di Kampung Melayu, yang mana lokasinya cukup jauh dari tanah ini. Jalan raya di depan lokasi tanah, menuju ke tol dan menuju ke pusat bisnis, juga tidak banjir, jadi semestinya tidak ada masalah," jelas Ronny, staf Adli.

"Anda dengar, Pak Dalton? Tiga tahun yang lalu, jangan-jangan rumah anda juga kebanjiran," ledek Adli tertawa.

Dalton memerah mukanya. Ingin marah tapi memang nyatanya waktu itu jalanan di depan perumahan mewah tempat tinggalnya, tergenang air.

Elaine menatap datar ke arah Adli. Kenapa ya, Omnya ini sangat menyebalkan?

"Oh maaf. Tidak semestinya saya mentertawakan orang yang kena musibah banjir," Adli menutup mulut, terlihat sok prihatin tapi kelihatan sekali dibuat-buat.

"Bagaimanapun, kami perlu mengurug lokasi tanah, agar lebih aman jika banjir datang. Artinya, kami perlu biaya yang tidak sedikit untuk menaikan level tanah. Kami harap, hal ini bisa dijadikan pertimbangan untuk menurunkan harga yang anda tawarkan," kata Billy lagi.

Adli memberi sinyal agar Danny yang menanggapi pernyataan Billy barusan.

"Danadyaksa Corp. terlibat dalam banyak proyek pembangunan. Pengurugan tanah untuk menaikkan level tanah, adalah bagian dari persiapan lahan. Dan itu adalah pengeluaran biasa dalam proyek. Mengingat anda adalah developer ternama, maka anda tentunya tahu bahwa anda akan mendapatkan keuntungan dari selisih harga jual unit rumah, dengan harga pokok RAB unit rumah. Ditambah lagi dengan penyewaan untuk area komersial, tentunya itu semua bisa meng-cover biaya persiapan lahan," papar Danny.

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang