285 - Ruang Sempit

201 72 11
                                    

.

.

"Itu sudah berlalu. Yang terjadi sekarang, adalah yang sebaiknya terjadi."

.

.

***

"Itu dia! Itu suami saya!" seru Arisa sambil menunjuk ke layar komputer yang menampilkan rekaman CCTV sore tadi.

Pada layar itu, Yunan terlihat sedang bicara sekian detik pada seorang staf hotel laki-laki, sebelum pergi menyusuri koridor, hingga berdiri di depan lift. Menekan tombol lift, lalu masuk ke dalam lift. Seorang wanita nampak hendak menyusulnya ke dalam lift.

"Itu istri saya!" jerit Ilyasa saat melihat Raesha ternyata hanya berjarak sekian detik dengan Yunan. Hanya saja, mereka datang dari akses koridor yang berbeda.

Raesha masuk ke dalam lift.

Ilyasa yang tadinya duduk di kursi, spontan berdiri. "T-Terus gimana?? Apa ada kamera di dalam lift itu??"

Arisa bengong melihat Ilyasa demikian ngotot ingin melihat kamera lift, hingga berteriak sekeras itu.

"Ada, Ustaz. Sebentar," jawab staf IT hotel yang duduk bersama mereka.

Beberapa kotak-kotak berisi pilihan rekaman kamera lift, muncul di layar. Staf pria itu mencari rekaman lift yang spesifik berada di area gedung pertemuan, lalu mengerucut ke lift tambahan.

Alis pria itu berkerut. "Kamera CCTV di dalam lift itu, rusak, Ustaz."

"K-Kok bisa?? Kenapa kamera di lift lain baik-baik saja, lalu satu kamera yang ini rusak??" tanya Ilyasa dengan suara melengking. Arisa juga sebenarnya mengkhawatirkan suaminya, tapi tidak sampai sepanik Ilyasa.

"Hm ... saya kurang tahu. Mungkin kita perlu cek ke lapangan?" tanya pria itu kepada seorang pria lain di dalam ruangan, yang sepertinya adalah seniornya.

"Ya! Ya! Tolong, Pak! Tolong sekali! Secepatnya tolong dicek!" pinta Ilyasa memelas.

Pintu ruangan terbuka. Seorang staf lain, memasuki ruangan.

"Maaf, Pak. Ada laporan lift mati."

"Di mana? Gedung pertemuan?" tebak sang staf IT.

"Benar, Pak. Satu lift tambahan di area gedung pertemuan, tak bergerak di lantai empat."

.

.

Raesha tersenyum. Senyum yang bercampur haru. Kalimat Yunan barusan, membuatnya merasa istimewa.

Sebaiknya begitu. Sebaiknya dia membahagiakanmu.

"Aku yakin Kakak juga bahagia. Kak Arisa wanita yang sangat hebat. Salehah, sayang pada keluarga, lembut, cerdas. Aku bisa mengerti, mengapa Kakak memilih dia, ketimbang menunggu aku, dulu."

Yunan nampak terkejut. Ucapan Raesha membuatnya teringat saat dia dan Arisa dulu menikah tanpa memberitahukan Raesha.

"Maaf, --," ucap Yunan dengan pandangan tertunduk.

"Jangan minta maaf, Kak. Aduh, aku harusnya gak bahas ini. Ha ha. Aku gak bermaksud -- ," Raesha menyentuh bibirnya sendiri. Bisa-bisanya dia kelepasan bicara begitu. Kalimat itu berarti, secara tidak langsung dia mengakui bahwa dulu dirinya pernah bertanya-tanya mengapa Yunan lebih memilih Arisa ketimbang dirinya.

"Itu sudah berlalu. Yang terjadi sekarang, adalah yang sebaiknya terjadi," kata Raesha, berusaha memperbaiki kesalahannya beberapa saat yang lalu.

Yunan mengangguk, meski kesedihan masih ada di sana, larut di antara bola matanya. Pernikahan dia dan Arisa, terjadi begitu saja. Semua peristiwa yang terjadi, mengarahkannya pada Arisa. Kejadian munculnya gangguan jin yang pertama kali muncul di kediaman Danadyaksa, membuat Yunan kabur dari rumah dan pindah ke kos. Lalu kemudian ada program kuliah di Hadramaut, dan pembimbing Yunan menyarankan Yunan untuk menikah, karena Yunan telah memasuki usia pernikahan. Seandainya Yunan tidak menikah, maka kemungkinan dia baru bisa menikah setelah lulus. Sementara Yunan ragu bisa tetap menjomlo hingga empat tahun ke depan. Akhirnya, desakan untuk menikah, menjadi darurat bagi Yunan.

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang