230 - Discussion Ouverte

330 89 12
                                    

.

.

Untuk menduga seribu orang beriman, adalah lebih baik dibanding menduga satu orang kafir.

.

.

***

"Merci pour votre question, Madame Anna," (Terima kasih atas pertanyaannya, Nyonya Anna) kata Yunan, menanggapi pertanyaan wanita bernama Anna itu : "Tuhan dalam agama Islam disebut bersifat Maha Pengasih, Maha Penyayang. Tapi jika demikian, mengapa ada neraka untuk menghukum makhluk-Nya?"

"Untuk menjawab pertanyaan ini, saya akan merujuk kepada beberapa orang ulama. Yang pertama adalah pendapat dari Imam Al Ghazali. Imam Al Ghazali berkata bahwa di akhirat nanti, kondisinya tak begitu berbeda dengan di dunia. Maksudnya seperti ini : Mayoritas orang di dunia, punya semangat untuk melanjutkan hidup mereka. Namun ada juga orang-orang yang merasa tidak sanggup menjalani hidup, sehingga mereka ingin meninggalkan hidup atau dengan kata lain, ingin bunuh diri. Di akhirat, menurut beliau akan sama seperti itu. Mayoritas orang akan berada pada kondisi rida atau menerima ketetapan Tuhan, bahkan jika mereka harus menjalani hukuman terlebih dulu di neraka. Namun ada juga yang tidak rida dengan hukumannya di neraka, sehingga mereka ingin kembali ke dunia.

Pendapat kedua adalah dari Ibnu Taimiyah adalah, pada akhirnya api neraka akan padam, agar konsisten dengan sifat Maha Pengasih dan Maha Penyayang, atau dalam bahasa Arab disebut 'Arhamarrahimiin'. Beliau mengacu pada pendapat bahwa seseorang tinggal di neraka selama 80 tahun.

Namun ada ayat dalam Al Qur'an yang menyebutkan 'kholidina fiihaa abada' yang artinya adalah 'berada di dalamnya (neraka) selama-lamanya'. Pendapat mayoritas ulama mengenai hal ini adalah, persis seperti artinya, yaitu seseorang tinggal di neraka selama-lamanya.

Kemudian ada pendapat dari Ibnu Arabi yang mengatakan bahwa 'azab' neraka lama-kelamaan akan berubah menjadi 'adat' atau kebiasaan. Maknanya adalah, siksa neraka lama-kelamaan akan berkurang efeknya karena terbiasa. Api menjadi unsur fundamental mereka yang berada di dalam neraka. Mereka yang disebut sebagai 'penghuni neraka', 'the people of fire', 'ashabul jahiim'. Sehingga mereka berada di elemen api yang menjadi sesuai dengan mereka, yang mana itu adalah sesuatu yang mengerikan. Kita tak ada yang berharap menjadi bagian dari mereka. Namun pendapat ini muncul dari beliau, sebagai usaha untuk mengatasi permasalahan teologikal.

Poin yang ingin saya angkat adalah, ada pendapat dari ulama konservatif seperti Ibnu Taimiyah. Lalu ada Ibnu Arabi yang meski konservatif, tapi secara filosofi, beliau lebih open minded. Sementara pendapat Imam Al Ghazali, menurut saya berada di tengah-tengah, di antara pendapat Ibnu Taimiyah dan Ibnu Arabi. Saya pikir, pandangan Imam Al Ghazali beresonansi dengan era hidup kita saat ini, sehingga saya merasa lebih bisa menjelaskan Islam kepada orang-orang, melalui pandangan beliau. (1)

Allah memang punya azab yang keras, tapi Allah juga Arhamarrahimiin. Maha Kasih. Dan Allah juga Al Ghafur. Maha Pengampun. Kalau seseorang punya dosa, maka dia harus dibersihkan di neraka, dengan catatan, jika Allah belum mengampuninya. Tapi jika Allah sudah mengampuni, maka tidak akan lagi merasakan siksa neraka. Di mana letak pengampunan Allah? Bisa saja pengampunan Allah terjadi saat kita masih hidup di dunia, atau siksanya turun bertahap di alam barzakh -- batas antara dunia dengan akhirat. Jadi di sepanjang fase kehidupan kita dari dunia hingga ke akhirat, adalah untuk mengurangi dosa-dosa yang kita lakukan.

Semua ada hitungannya. Pantang bagi Allah untuk menyiksa dua kali kepada hamba-Nya. Jika seseorang mencuri di dunia, lalu ia dipotong tangannya, di akhirat dia tidak lagi menanggung dosa mencuri itu. Jika seseorang berzina dan dirajam hingga mati, di akhirat tak akan disiksa lagi.

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang