283 - Ruang Sempit

236 74 14
                                    

.

.

Tidak berubahkah dia?

Setelah selama ini?

.

.

***

"Kenapa kamu di sini?" tanya Ilyasa yang perlahan langkahnya mendekati istrinya yang berdiri berhadap-hadapan dengan Yunan.

"S-Sayang, aku tadi --," suara Raesha terasa tercekat. Karena tegang, mungkin. Raesha sendiri bertanya-tanya, kenapa dia harus tegang? Bukankah dia tidak melakukan apa-apa? Bukannya dia tidak mendekati Yunan dengan sengaja. Ya 'kan? Arisa yang menariknya ke sini, tapi lalu Arisa malah meninggalkannya berdua saja dengan Yunan. Itu 'kan bukan salahnya. Tapi ... bukankah sebenarnya dia bisa langsung pamit pergi? Alih-alih pamit, dia malah berusaha membuat percakapan dengan Yunan.

Arisa nampak heran melihat kegugupan Raesha. Kenapa kelihatannya Raesha sulit menjawab pertanyaan Ilyasa? Dan kenapa pula Ilyasa melihat Raesha dan Yunan dengan tatapan seperti itu? Seperti memergoki. Bukankah biasa saja jika mereka berdua mengobrol? Mereka 'kan kakak-adik. Meski bukan kandung, Yunan dan Raesha telah hidup bersama dalam waktu yang cukup lama, sebelum akhirnya Yunan menikah dengan Arisa.

"Raesha tadi sedang makan, tiba-tiba diajak ke sini sama istriku. Aku janjian sama Arisa di sini. Tapi barusan Arisa dipanggil temannya, jadi, --," Yunan yang akhirnya berusaha menjelaskan pada Ilyasa.

"Oh --," hanya sepatah dari mulut Ilyasa, tapi tatapan mengandung kecurigaan itu, tetap tertuju ke arah Raesha, membuat Raesha makin gugup karenanya.

"Afwan, saya ada perlu dengan Raesha," kata Ilyasa sebelum menarik tangan Raesha, membawanya pergi.

Di balik cadarnya, Arisa mengernyitkan dahi. "Kenapa dia?" tanya Arisa dengan polos pada suaminya.

Yunan hanya melengos. "Gak apa-apa. Lain kali jangan bawa-bawa Raesha kayak tadi. Dia juga belum selesai makan. Kasihan, 'kan?"

Arisa diam. Meski tertutupi cadar, Yunan menangkap kesan bahwa istrinya itu kesal.

"Aku juga belum selesai makan. Kamu gak tanyain, aku udah makan atau belum?" kata Arisa sambil melipat tangan.

"O-Oh? Kamu sudah makan?" tanya Yunan dengan cengiran tipis.

Gantian Arisa yang melengos.

.

.

"Oppa! Kita mau ke mana?" tanya Raesha yang bingung karena suaminya menyeretnya entah ke mana. Yang jelas ke tempat yang lebih sepi. Di salah satu koridor sepi di dalam gedung pertemuan itu, Ilyasa menyudutkan punggung istrinya ke dinding.

"Aduh! Kamu kenapa, sih?" seru Raesha sambil menyentuh lengannya yang terasa nyeri saking kuatnya cengkeraman tangan suaminya.

"Ngapain kamu berdua-duaan kayak gitu sama Kak Yunan?" tanya Ilyasa tanpa basa-basi. Dia merasa seperti kawah yang memuntahkan lava panas. Kesabarannya langsung habis saat melihat kakak adik angkat itu saling berhadap-hadapan berdua saja di koridor itu. Raesha dan Yunan bertingkah malu-malu layaknya pasangan baru yang sedang kasmaran. Sungguh rasanya ia ingin mengamuk di tempat. Kalau tidak ingat bahwa dia sedang menghadiri pertemuan mulia di gedung ini, rasanya --

"T-Tadi 'kan Kak Yunan udah jelasin. Kak Arisa tadi --"

"Aku mau dengar penjelasanmu! Bukan penjelasan Kak Yunanmu tersayang itu!!"

Suara bentakan Ilyasa menggema di koridor sepi itu. Bibir Raesha gemetar. Belum pernah dia melihat suaminya semarah ini.

"T-Tadi aku duduk di samping Kak Arisa. Kami juga makan bareng, tapi tiba-tiba Kak Arisa -- ," penjelasan Raesha terputus karena air mata Raesha tiba-tiba berjatuhan. Wanita itu menutup wajahnya.

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang