357 - Rindu

330 80 14
                                    

.

.

Tidak. Jangan tanyakan itu . Tidak sekarang.

.

.

***

Pagi sekali, Arisa sudah rapi dengan gamis dan cadar hitam. Aroma misiknya terendus oleh Raesha yang berdiri di sampingnya.

"Hati-hati, Arisa," ucap Erika saat memeluk menantunya. Sebuah mobil yang disetiri supir keluarga Danadyaksa, sudah menunggu di luar pagar.

"Makasih, Bu," balas Arisa tersenyum, sebelum mencium tangan Erika.

"Biar aku bawain kopernya, Kak," kata Raesha menggeret koper hitam milik Arisa.

Erika mengantar sampai di depan pintu. Dia meninggalkan jilbabnya di kamar. Sementara Raesha sudah bersiap dengan jilbab, khusus untuk mengantar Arisa sampai ke pagar.

"Jazakillah khairan katsiran, Kak Arisa. Fii amanillah. Maafin aku, kalau selama dua bulan lebih tinggal di sini, pernah ada kata-kata atau perbuatanku yang membuat Kakak merasa tidak nyaman, aku minta maaf," Raesha mengatakannya dengan pandangan tertunduk.

"Ma'assalaamah. Tidak pernah sekalipun, kamu membuat Kakak merasa tidak nyaman. Kalau bukan karena rasa tanggung jawab pada suami dan anak, jika sekiranya kamu mengizinkan, Kakak dengan senang hati akan tinggal lebih lama di sini, nemenin kamu. Meringankan bebanmu."

Jawaban Arisa membuat Raesha merasa terharu. Ia memeluk Arisa. Untuk pertama kalinya, ia merasa Arisa bukan hanya kakak iparnya, tapi juga sahabat.

"Jaga dirimu baik-baik," ucap Arisa tersenyum hangat, sehangat mentari pagi yang perlahan beranjak naik.

Raesha mencium punggung tangan Arisa. "Kakak juga. Jaga diri Kakak baik-baik. Trus, emm ... ," kata Raesha sembari meremas ujung jilbabnya.

Arisa terdiam, tersenyum di balik cadarnya. Menggemaskan sekali, Raesha. Ada karakter kekanak-kanakan di dalam diri Raesha, berapapun usianya bertambah. Mungkin itu karena, Raesha adalah putri kandung Erika.

Raesha melangkah mendekati Arisa dan berbisik di telinganya, "Tolong jangan cerita pada Kak Yunan, tentang botol racun itu."

Raesha memberi jarak. Dua wanita itu saling tatap, meski Raesha tak bisa menatap mata Arisa, tapi Raesha menangkap kesan bahwa Arisa terkejut.

"A-Aku merasa malu, kalau sampai Kak Yunan tahu," jelas Raesha sebelum menggigit bibir.

Hening sesaat, sebelum Arisa menepuk lembut pundak Raesha.

"Jangan khawatir. Kakak gak akan cerita pada siapapun, termasuk Yunan."

Raesha menegakkan kepalanya, tersenyum lega. Dia percaya, Kak Arisa akan menepati janjinya. Tenang rasanya. Dia tak bisa membayangkan kalau Kak Yunan sampai tahu bahwa dirinya pernah sekotor itu hatinya, berpikir hendak membunuh orang yang membunuh Ilyasa. Sungguh aib besar, untuk seorang yang belajar dan mengajarkan ilmu agama.

"Berjanjilah, Raesha. Kamu akan segera mengajar lagi," kata Arisa dengan nada separuh memohon.

Meski sambil malu-malu, Raesha mengangguk. "Iya, Kak. Insyaallah aku akan mengajar lagi. Walaupun aku masih tetap merasa aku tidak pantas, tapi aku akan memohon pada Allah, agar aku dipantaskan."

Arisa memeluk Raesha sekali lagi, sebelum masuk ke dalam mobil.

"Sampai ketemu tiga minggu lagi insyaallah," kata Arisa. Tiga minggu lagi, adalah acara pertunangan Raihan dan Rayya. Raesha berencana akan datang bersama Erika, Adli, Elaine dan Haya.

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang