|22|

2.5K 170 6
                                    

Sesampainya di rumah Alvin buru-buru keluar dari mobil Dava sedikit tergesa-gesa Dava yang melihat itu pun segera mengikuti langkah Alvin, masuk ke dalam rumah tidak ada siapa-siapa Bunda pasti sedang keluar.

Dava ingin berbicara dengan adiknya sebenarnya apa yang terjadi tadi di sekolah apa yang mengganggu pikirannya, Dava bersedia diberinya keluhan bila Alvin bersikap tertutup diam seperti ini Dava tidak bisa berbuat apa-apa.

Kini egonya dan emosi kekesalan telah sirna dengan Dava yang menjadi peduli, protektif memberi kasih sayang sebagai seorang kaka pada adik, tapi di percobaan pertama memang membuatnya harus sabar.

"Alvin". Dafa yang memanggilnya dari tadi tak di hiraukan langsung saja masuk ke dalam kamar dan menguncinya.

"Alvin.. Buka pintunya dulu". Dafa memegang knop pintu yang memang sudah terkunci dari dalam.

Tok

Tok

Tok

"Alvin mau langsung istirahat".

Terdengar seruan dari dalam membuat Dava lega setidaknya membuat sedikit tenang, ia juga langsung masuk ke dalam kamarnya yang memang berhadapan dengan kamar Alvin untuk membersihkan diri setelah itu mungkin akan menghampiri Alvin bila pikirannya sudah tenang.

Sedangkan dikamar Alvin menyimpan tasnya di meja belajar duduk teras yang dingin bersandar di sisi ranjang, kedua tanggannya di pegang erat pada kepala kening ia sandarkan pada lutut memejamkan mata merasakan detak jantung yang berdebar kencang.

"Membuat banyak kesalahan.. Kamu saat ini hidup di dunia adalah suatu kesalahan".

"Kamu itu tidak tahu diri tak dapat membanggakan seorang Langga Bramasta, di hidupnya hanya sebagai benalu yang merugikan ".

"Tak bisa di banggakan tidak setara dengan keluarganya".

Suara yang terus memutar di dalam otak Alvin tubuhnya tidak tahu bisa jadi selemah ini, ia tidak suka apalagi akan menyusah kan Bunda sudah cukup ia menyusahkan sang ayah.

"Hiks.. kenapa?".

Lirihnya dengan air mata menetes perlahan mengigit bibirnya menahan suara tangisan yang keluar, membuat dadanya terasa sesak memukul mukulnya dengan tangis yang tak bersuara rasa kesal di dalam hati terus bertambah.

Menerima cercaan orang lain tapi kenapa dengan tubuhnya saat ini seperti sudah sampai pada titik terlemahnya, raganya menolak untuk tidak terlihat baik-baik saja ketika omongan orang lain yang tidak mengenakan terdengar olehnya apalagi yang lebih menyakitkan adalah orang terdekatnya.

Tidak bisa membenteng diri dengan meyakinkan bahwa ucapan mereka adalah salah, tidak tahu dimana kebeneran yang sebenarnya.

Alvin mengira hidup bersama sang Bunda serta kedua Abangnya akan membuat hati dan pikirannya tenang, ternyata itu semua mustahil baginya diberi ketenangan.

"Sstt..".

Penyakit sialan itu kembali dengan rasa yang menyakitkan mencengkram ulu hatinya dengan kuat, dengan sisa tenaga mengambil obat yang tersedia di laci dekat dengannya meminum tanpa bantuan air obat itu terasa pahit di mulutnya.

Bergulat dengan emosi dan rasa sakit di tubuhnya membuat merasakan lelah, menyisakan keringat dan juga jejak air mata Alvin mulai bisa tenang memutuskan untuk mengistirahatkan tubuh dengan menghempaskan badannya pada kasur yang terasa empuk dan dingin.

🍃🍃🍃

"Alvin bangun udah soree".

Terdengar suara Dava dari luar menggema di kamarnya, mengerjapkan matanya mengumpulkan nyawa ini yang Alvin sesalkan bila setelah menangis terus tidur tenggorokan akan terasa sakit.

ALvInTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang