|24|

1.1K 83 8
                                    

Langit terlihat biru dengan awan putih yang menghiasi, Alvin berjalan tak tentu arah tetapi hatinya memerintahkan untuk terus berjalan kedepan tanpa henti, telapak kakinya merasakan basah rumput hijau karena embun. Semakin lama berjalan sesekali meringis menunduk dilihatnya goresan di kaki akibat rerumputan yang Alvin injak, semakin lama goresan itu menjadi luka yang mengeluarkan darah tetapi tak membuatnya putus asa untuk berhenti.

Tak lama dari itu ia melihat siluet ayahnya dari kejauhan Alvin berlari kencang untuk mendekatinya, tidak memperdulikan kakinya yang terasa semakin sakit semakin ia dekat dengan sang Ayah.

Alvin meringis di setiap langkahnya luka-luka di tubuhnya bermunculan sedikit demi sedikit, Alvin meringis luka yang sering di berikan Ayahnya padanya bermunculan semakin parah dan nyeri kaki yang ia tapaki di rumput berjalan semakin pelan.

Keringat dingin bercucuran dengan nafas yang sudah tak beraturan, berusaha keras berjalan menuju sang Ayah dengan luka di tubuhnya menahan sakit di seluruh tubuhnya. Namun semakin dekat semakin jelas wajah sang ayah tersenyum pada Alvin.

"Ayah". Panggilnya lirih

Langga tak berbicara hanya tersenyum padanya namun senyum Alvin luntur ketika luka yang ada di tubuh Alvin juga bermunculan luka yang sama di badan Langga dari mulai kaki berdarah dengan goresan, tangan-tangan membiru akibat pukulan benda tumpul, sudut bibir yang sedikit berdarah akibat tamparan lembam-lebam di wajah keduanya memiliki luka yang sama.

Langga merentangkan tangan pada alvin dengan tersenyum tulus, Alvin mendekat memeluk erat tubuh Langga dengan air mata yang tak hentinya mengalir. Merasakan bagaimana hangatnya tubuh Langga yang memeluknya erat dengan tangan yang mengusap punggung dan kepala Alvin. Keduanya sama-sama menyalurkan kerinduan yang mendalam.

Namun dengan sekejap mata kehangatan itu hilang tubuhnya meraskan dorongan terlepas dari kehangatan pelukan Langga,  usapan lembut tadi tergantikan dengan tangan Langga yang berada di tenggorokannya mencekik Alvin erat dengan wajah yang memerah marah. Entah apa yang di ucapkan Langga tapi Alvin mengerti itu adalah umpatan yang di berikan padanya ketika Langga marah.

Dan yang membuat Alvin terheran-heran di samping Langga terdapat Lisa, Raka dan Dafa yang hanya melihat dirinya tanpa ekspresi . Tak adapun diantara mereka bertiga berinisiatif untuk menyelamatkan Alvin dari kemarahan Langga. Mereka hanya bisa melihat ia menderita dengan cekikan Langga, air matanya keluar tanpa di minta hati kecilnya ingin berteriak meminta pertolongan sang bunda ataupun kedua saudaranya.

Alvin memejamkan mata berdo'a bahwa ini hanyalah mimpi namun terkesan nyata, ia tak bisa berbicara apapun hanya fokus untuk bernafas badannya semakin terasa dingin kedua tangannya menyentuh tangan Langga yang berada pada tenggorokannya semakin erat mencekik. Akhirnya Alvin menyerah dengan mata yang tertutup dihadapan keluarga kecilnya.

Badannya mulai mendingin dengan nafas yang mulai teratur kedua tangan mengepal erat menahan sesuatu yang seperti tak ingin di lepasnya, suara berdenging di telinga nya samar-samar semakin jelas bahwa itu suara adzan subuh yang berkumandang terdengar di telingalinya.

"Bunda".

Suara serak khas bangun tidur terdengar oleh Lisa, entah sejak kapan sang bunda telah berada di kamar duduk di sampingnya. Seperti belum lama karena Lisa sudah menggunakan mukena untuk shalat subuh berjamaah seperti biasa.

Entah dorongan emosi apa yang Alvin rasakan ketika Lisa menatapnya dengan tersenyum tangan yang tak henti-hentinya dengan lembut mengusap setiap helaian legam rambut Alvin. Air matanya tak bisa di bendung sesuatu di dalam hatinya mulai merasakan ke kesalan yang entah untuk masalah apa, Alvin menangis tersedu-sedu mengeluarkan emosi yang ia bendung.

ALvInTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang