|32|

1K 89 2
                                    

Raka duduk di kasur menyandarkan punggungnya pada hardboard keadaannya sudah lebih tenang tenaga yang keluar tadi sudah habis untuk melampiaskan emosinya, Langga duduk di tepi kasur kedua tanggannya terampil mengobati tangan kanan Raka yang merah sedikit mengelupas tak ada ringisan atau respon apapun dari Raka.

Langga sendiri mendapat luka yang sama di dua bagian pipinya membiru dan merah terkelupas tak main-main memang pukulan anak sulungnya ini, keduanya masih diam tak bersuara ia menerima semua ucapan atau perlakuan apapun itu dari anaknya sebagai pelampiasan emosi karena Langga memang bersalah.

"Sekarang boleh ayah bicara?". Keduanya bersitatap.

"Ayah mengakui bahwa ayah bukanlah ayah yang baik, dengan mengambil keputusan yang salah hanya mementingkan keinginan dari satu pihak saja tanpa melihat akibat apa yang akan di rasakan kedepannya".

"Egois.. ayah akui itu, bukan kamu saja yang merasakan sakit tapi ayah juga sama-sama merasakn sakit. Namun tindakan ayah memanglah salah melampiaskan semuanya pada Alvin".

"Kenapa ayah lakuin itu?!". Ketika nama Alvin disebut kembali Raka tersulut emosi.

"Maaf kan Ayah Raka, maafkan Ayah". Kedua tangan Langga menggenggam tangan Raka.

"Ayah belum bisa mengikhlaskan semua yang terjadi secara tiba-tiba, dengan adanya Reval yang ingin di akui dan Bunda kamu tiba-tiba melayangkan perceraian ".

"Kabar Reval bahwa dia adalah anak Ayah dari tante Dian, pertama kali tahu bukanlah Ayah tetapi bunda kamu". Kedua alis Raka mengkerut heran akan ucapan Ayahnya.

"Seseorang mengirinkan surat yang berisikan tes DNA Reval pada Bunda kamu, dan setelah itu dengan tiba-tiba tante Dian datang ke rumah. Sedangkan Ayah berada di luar kota dalam perjalanan bisnis".

"Semuanya semakin rumit dengan keberadaannya, Ayah tidak menyalahkan tante Dian saja tetapi Ayah juga tetap salah di sini. Reval ada bukanlah kesengajaan tetapi itu di rencanakan oleh Tante Dian".

"Kamu bisa melihat isi dokumen ini, terdapat rekaman suara sembilan belas tahun lalu jelas bahwa Dian merencanakan nya". Lingga yang memang sama-sama berada di kamar, memberikan map coklat di hadapan Raka.

"Sebenarnya Ayah bersama Bunda sudah menerima keberadaan Reval kita akan mengambil hak asuh Reval dari tante Dian".

"Namun ibu mana yang rela anaknya di ambil oleh orang lain bukan, dengan segala cara apapun Dian ingin menghancurkan rumah tangga kami. Dan di saat itu Ayah tidak bisa memperjuangkan apa yang sebenarnya terjadi, untuk meyakinkan kepada Bunda. Ayah terlalu putus asa akan keadaan".

"Gugatan cerai di layangkan Ayah mengambil hak asuh Alvin karena wajah Alvin sekilas mirip dengan Bunda, di bandingkan Raka dan Dava Alvin yang paling dominant. Ketika kami berpisah setidaknya Ayah masih bisa melihat Bunda kamu di Alvin".

"Tetapi karena setiap Ayah melihat Alvin sekilas seperti Bunda, penyesalan dan emosi yang tak bisa di kendalikan selalu muncul ayah melampiaskan semuanya. Ayah tidak bisa mengontrol semua tindakan itu, Opa Zaf dan Om Lingga selalu menegur tetapi Ayah tuli akan itu semuanya".

"Maafkan Ayah Raka". Lirih Langga secara tulus.

Raka yang mendengar semua cerita dari yang terjadi sebenarnya dari Langga dan bukti akan kejahatan yang di lakukan Dian semakin membuatnya menangis, mengapa permasalahan ini menimpa keluarganya. Tetapi Raka ingat manusia yang hidup di muka bumi ini akan terus di timpa permasalahan tanpa henti bukan.

"Ayah satu tahun ini kemana? Siapa yang memalsukan kematian Ayah?".

"Tentu saja itu perbuatan Dian". Lingga menjawab

ALvInTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang