Bagian Dua belas

24.5K 2.6K 20
                                    

Aku duduk dengan tuan Erland, setelah bermain sebentar dengan Devian. Staminaku tidak sesuai dengan keaktifan anak berumur 5 tahun. Aku meminum teh, sambil melihat Devian yang sedang bermain dengan Anna.

"Apa anda ingin ikut bermain dengan Devian?"

Mata dan wajah Idris selalu memperhatikan, kemana pun Devian berada. Itu sebabnya aku bertanya.

Lelaki berambut hijau ini mengalihkan matanya dari anak yang sedang bermain, ke seorang wanita yang bertanya "Tidak, saya tidak terlalu menyukai anak anak"

Tapi dari tatapannya, Idris atau tuan Erland bukan orang yang tidak menyukai anak anak. Pasti ada alasan lain.

Aku hanya mengangguk, tanpa bertanya lebih jauh.

"Reaksi Yang Mulia lebih tenang dari yang saya harapkan."

"Haha memang apa yang diharapkan tuan Erland?"

"Kesal atau marah? Karena Yang Mulia terlihat menyukai Pangeran. Wajar jika seorang kesal jika bertemu orang yang tidak sepemikiran."

Aaahh benar, bisa saja Idris merasa seperti itu. Biasanya orang akan tidak suka, jika mendengar orang lain mengatakan hal yang bertolak belakang dengan apa yang dipercayai.

Eemm bagaimana caraku menjelaskan?

"Eemm pemikiran orang orang hadir dari apa yang ia dapat. Pola asuh, lingkungan, teman, bisa jadi dari apa yang ia baca. Masing masing orang mendapatkan keempat elemen itu secara berbeda, otomatis pemikiran semua orang berbeda. Dan perbedaan itu, tidak ada salahnya."

Orang yang aku ajak bicara hanya diam dan memainkan cangkir teh.

"Sebenarnya saya tidak ingin memiliki anak"

Aku tidak menyangka mendapatkan jawaban seperti ini. Setauku, Idris Erland Kelsie Widlich merupakan anak kedua dari Marquess Widlich. Itulah alasan dirinya bisa menjadi tutor dan tidak terkengkang dengan posisi penerus. Walaupun, sudah cukup umur, dirinya belum menikah.

"Mengapa?"

Ada kalanya ketika berbicara tidak boleh bertanya, dan ada kalanya kita harus bertanya.

"Saya rasa, saya belum bahagia. Jadi bagaimana jika anak saya tidak bahagia? Saya tidak ingin, anak saya merasakan kejamnya hidup"

"Aaahh" aku menganggukan kepala, memahami apa yang ia katakan.

"Saya tidak tau jika Yang Mulia setuju dengan saya" dengan tenang, Idris menyeruput teh miliknya.

"Sebenarnya saya tidak setuju tapi saya memahami. Memahami dan membenarkan, itu dua hal yang berbeda tuan Erland." aku tersenyum, agar tidak terlalu memberatkan suasana yang canggung.

Bagiku, aku harus bisa memahami pola pikir orang lain. Dengan itu, kita bisa berteman dan berbicara dengan siapa saja. Tentu saja, harus dibarengi dengan prinsip, serta kebenaran untuk diri sendiri. Jika prinsip kita lemah, kita jadi mudah terombang ambing.

"Saya suka menyimpulkan sesuka hati."

"Tidak apa apa. Hal yang menyenangkan, jika mendengar orang memiliki pemikiran yang sama."

Sudah lama sekali aku tidak berbicara masalah kehidupan dengan orang lain.

"Yang Mulia pasti sangat menyukai anak anak"

"Sangat. Banyak yang bisa kita pelajari dari anak anak. Mereka bisa bahagia hanya dengan hal hal remeh. Lihat. Berlari saja, Devian bisa tertawa."

Melihat Devian bermain dengan Anna, membuatku ikut bahagia.

"Eeemm tuan Erland, kita memang tidak bisa memastikan anak tidak melewati kejamnya dunia, namun kita bisa memberikan banyak cinta, agar mereka memiliki pijakan dan rumah untuk pulang"

Entah mengapa, tiba tiba saja aku ingin mengatakan ini padanya.

Idris mengangguk "Terimakasih Permaisuri"

Tatapan Idris pada Forsythia, tiba tiba saja berubah.

"Se selamat datang Yang Mulia"

Aku mendengar sapaan terkejut dari Anna. Sebentar, sapaan Yang Mulia disini hanya untuk satu orang. Kaisar?

Benar saja, aku melihat seorang lelaki berambut silver sedang berjalan mendekat kearahku. Mengapa Kaisar bisa disini? Bukankah biasanya ia banyak pekerjaan? Aku mencari seorang anak yang mungkin saja ketakutan, dan ternyata Devian sedang bersembunyi dibalik rok Anna.

"Selamat datang Yang Mulia"

Idris yang dari tadi hanya duduk, berdiri dan memberikan salam bangsawannya.

"Siapa namamu?"

Nerva mendidih melihat Forsythia duduk berdua dengan lawan jenis. Suara yang ia keluarkan sangat dingin, sesaat lupa harus menjadi lelaki lembut didepan Forsythia. Lelaki ini menarik nafas, menenangkan kemarahan yang ingin membuncah keluar.

"Nama saya Idris Erland Kelsie Widlich Yang Mulia, tutor pribadi pangeran."

"Lalu mengapa duduk bersama Permaisuri?"

Untungnya, suara yang dikeluarkan Nerva kali ini lebih tenang.

"Ah itu karena saya yang mengajak tuan Erland, Yang Mulia"

"Permaisuri, sendiri?"

"Ah, I itu karena "

Mengapa Nerva terlihat marah? Setauku dan bedasarkan ingatan Forsythia, tidak ada dalam hukum Kekaisaran yang melarang Permaisuri duduk bersama lelaki lain diluar luangan. Aku takut.

'Tenang Nerva tenang, kau tidak bisa membuat Forsythia takut padamu.'

Ekspresi ketakutan Forsythia, membuat Nerval kesal.

"Aku tidak marah padamu Permaisuri. Aku hanya takut jika kau terlalu lama diluar, kau akan masuk angin"

Nerva tiba tiba membuka mantelnya, memakaikan mantel besarnya padaku. Wah perilakunya tidak bagus untuk jantungku.

Hawa diluar ruangan tidak terlalu dingin, tapi Nerva sudah sangat marah karena mata hijau Forsythia sudah lama menatap wajah lelaki lain. Ia sengaja membuka mantelnya, agar bisa melihat bayangan dirinya sendiri di mata hijau Forsythia.

"Kalau begitu ayo kita masuk."

"Ah ya, tua.."

"Tuan Erland, kami pergi lebih dulu"

Aku yang ingin mengucapkan salam perpisahan pada tuan Erland, didahului Nerva. Ia berada didepanku, membuatku tidak bisa melihat tuan Erland. Sangat tidak etis jika sudah mengundang, tapi tidak memberi salam perpisahan.

"Baik Yang..."

"Ayo Permaisuri"

Sebelum Idris selesai berkata, Nerva meletakkan tangannya dibahuku. Tidak memberi kesempatan padaku melihat tuan Erland, untuk setidaknya menunduk.

Dan akhirnya aku pergi tanpa bisa mengucapkan permohonan maaf dan salam. Aku pun baru sadar, jika Devian dan Anna sudah pergi.

Tapi mengapa tiba tiba Nerva ada disini?

Be a Stepmother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang