Bagian Empat Puluh Lima

5.9K 735 21
                                    

Mengapa ketika tidak ingin waktu berlalu begitu saja, tiba tiba waktu berjalan dengan cepat. Malam hari, apa yang dikatakan Nerva tadi, akan ia lakukan sekarang? Ugh aku tidak ingin kembali ke kamar.

“Yang Mulia, waktunya untuk mandi”
Suasana para pelayan berbeda, mengapa?

“Nanti aku akan mandi, nanti”

Biasanya memang setelah bekerja aku akan langsung mandi dan kembali ke kamar. Tapi sekarang, langkahku amat berat untuk melangkah. Huuhh, aku tidak pernah berpacaran dan dekat dengan lelaki jadi bagaimana ini?

Selagi berjalan, aku mengubah arah ku ke dinding, menaruh dahiku diatasnya. Haahh, aku takut. Bagaimana nanti? Pasti sakit. Mengapa juga aku langsung mengiyakan?

“Forsythia?”

Suara rendah seorang lelaki yang tiba tiba ada didekat pipiku.

“Haahh” aku yang terkejut reflek mundur.

“Mengapa masih di sini? Aku kira kau sudah kembali ke kamar.”

“Ah aku hanya eemm”

Pasti Nerva menganggap ini aneh. Begitu aku menyadari matahari sudah mulai kembali ke peraduan, aku langsung pamit pada Nerva untuk kembali ke kamar. Tidak langsung menuju kamar, diriku berkeliling memutar. Memikirkan betapa bodohnya diriku, untuk begitu saja mengiyakan.

Nerva mendekat, lalu berbisik tepat di telingaku “Ini pasti karena apa yang aku katakan di kantor”

“Aku hanya takut” memelankan suara, aku menatap mata hitamnya yang menyipit.

“Ada aku, apa yang perlu ditakutkan?” kali ini Nerva memegang lembut lengan atasku.

Aku tidak menjawab, mengigit bibir dan memainkannya dengan tanganku. Haruskah aku katakan tidak? tapi aku sudah berjanji dengannya. Bagaimana kalau aku mengatakan bahwa aku belum siap?

“Ner… hmp” aku terkejut karena tiba tiba, Nerva menarik tanganku yang ada dibibir dan mencium bibirku.

“Sudah ku bilang jangan mengigitnya”

Dari jarak sedekat ini, aku bisa merasakan nafas Nerva berhembus di bibir dan juga daguku. Tangan besarnya mengelus bibir yang baru saja ia kecup.

“Ayo kita pergi”

Nerva merendahkan tubuhnya, menaruh kedua tangannya di punggung dan kakiku.

“Nerva, aku bisa berjalan sendiri” spontan aku langsung melingkarkan tanganku di lehernya.

“Lalu, apa aku harus menunggu sendirian sampai pagi di kamar?”

“Ugh, bukan…” karena malu aku mengeratkan lenganku di lehernya, menaruh wajahku dibahu bidang Nerva. Aku tidak ingin dirinya melihat bentuk wajahku.

“HAHAHAHA”

Nerva tertawa terbahak bahak. Aku terkejut meregangkan lenganku, menatap wajahnya. Baru kali ini aku melihatnya tertawa dengan suara keras.

“Mengapa?” mata hitamnya yang menyipit karena tersenyum menatap mataku, kemudian bibirnya mengecup bibirku.

Sekali.

“Ada apa?”

Dua kali.

“Wanitaku?”

Tiga kali.

Selesai berucap dirinya langsung mengecup bibirku.

“Ugh, hentikan Nerva” aku kembali membenamkan wajahku. Mengapa ia sangat pandai menggoda?

Be a Stepmother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang