Bagian Dua Sembilan

12.4K 1.3K 19
                                    

Aku bermain bersama kucing putih sambil menunggu Devian menyelesaikan jam belajarnya.

“Waahh” aku mengarahkan bola untuk dimainkan kucing, sesekali aku mengelus bulu lembutnya.

Aku merasa seseorang memegang kedua bahuku “Forsythia”

“Nerva?” tidak menyangka dirinya tiba tiba ada di kamarku.

“Kucing itu, tidak baik ditaruh di kamar. Bagaimana kalau membuat ruangan khusus?”

Apa yang dikatakan Nerva memang pernah ada dipikiranku. Hanya, bukankah lebih praktis dan tidak merepotkan banyak orang, jika kucing berada di kamarku. Ah apa disini, binatang tidak boleh ada di kamar? Forsythia agaknya bukan orang yang pernah memelihara hewan, tidak ada ingatan tentang hal itu.

“Itu akan sangat merepotkan Nerva” saking gemasnya sambil berkata pun, mataku tidak bisa menjauh dari hewan yang aku beli kemarin.

Nerva mencengkram kedua tangannya, menatap tajam kearah kucing yang ada dipangkuan Forsythia. “Bulu kucing tidak terlalu baik untuk kesehatan, aku akan menyuruh pelayan untuk mengurus kucing itu.”

“Baiklah, nanti sore aku akan meminta Laura menyiapkannya.” perkataan Nerva ada benarnya. Kucing bisa saja merasa lebih senang jika tidak tinggal di kamarku. Aku juga harus menjaga kesehatan Devian.

Lelaki yang sedang berdiri didekatku ini, kemudian menekuk lututnya menyamakan tinggi mataku, mengarahkan kepalaku dengan tangan kanannya lalu tangan kirinya memegang tanganku yang sedang mengelus bulu kucing.

“Bagaimana kalau sekarang saja?” 

“Tidak, aku akan bermain dengan Devian terlebih dahulu”

“Kalau begitu, ayo keluar. Sudah aku bilang, kucing tidak baik untuk kesehatan” merendahkan suaranya, Nerva kembali meminta.

“Ah baiklah”

Akhirnya kami berdua keluar. Aku sendiri ingin pergi ke rumah kaca yang sudah dirombak. Pertama kali Nerva memperlihatkannya padaku, aku senang bukan main. Rumah kaca itu melebihi ekspektasiku. Banyak sekali bunga, berbagai jenis dan warna.

Ada pohon besar nan tinggi berada ditengah. Disekitar tanah yang ditanami pohon, terdapat kolam yang berisi berbagai macam ikan. Ada juga air mancur yang berada dipinggir sebelah kanan dan kiri. Saking besar dan luasnya, aku tidak bisa melihat air mancur sebelum aku mendekat.

Rumah kaca berada dekat dengan ruang belajar Devian mungkin saja aku akan bertemu dengannya, dan sepertinya Nerva ingin kembali ke kantor, karena tempatnya bekerja searah dengan jalan yang ingin aku ambil.

“Kau suka hewan Forsythia?”

Aku tidak tau, pertanyaan Nerva sekarang ditunjukkan untukku atau Forsythia, karena sekarang aku yang menjadi Forsythia, tidak apa apa kan menjawab sesuai preferensiku?

“Tidak terlalu, aku hanya suka kucing” dikehidupanku dulu, aku juga memelihara seekor kucing, bulunya mirip sekali dengan kucing yang aku pegang sekarang.

Tidak ada jawaban dari Nerva.

Kebetulan sekali, ketika kami berjalan. Devian dan tuan Erland sedang keluar dari ruangan, sepertinya jam belajarnya sudah selesai.

“Selamat sore Yang Mulia Kaisar, Permaisuri” Idris memberikan salam pada kami.

“Selamat sore juga tuan Erland, bagaimana kabar anda?” aku masih merasa sungkan, karena pertemuan terakhir.

“Kabar saya baik Permaisuri. Anda sepertinya baru saja membeli hewan” Idris berkata sambil tersenyum.

Baru kali ini aku melihat tuan Erland tersenyum.

Be a Stepmother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang