Bagian Enam Puluh Empat

3.4K 247 24
                                    

Untung saja Nerva pergi pagi pagi buta, membuatku bisa bersiap siap dan menemui Devian lebih awal. Aku yakin Devian masih ada di kamarnya dan belum bangun. Dan benar saja, begitu aku membuka pintu seorang anak masih terbaring di atas kasur memejamkan mata. Dengan hati hati aku masuk.

Aku berencana untuk duduk di sampir kasur dan menunggu Devian untuk bangun. Namun, karena melihat keimutan Devian, secara tidak sadar aku memainkan rambut silvernya. Aku sadar ketika melihat mata hitam yang mengerjap berulang kali.

“I-ibu?” suara serak khas bangun tidur terdengar.

“Ah maaf, aku pasti membangunkanmu”

“Tidak”

Devian berusaha untuk duduk, sepertinya ia masih sangat mengantuk saat sedang duduk pun kepalanya naik turun.

Aku berjalan dari arah lain kasur untuk bisa berbaring bersama Devian. “Bagaimana kalau kita tidur bersama?”

“Eugh”

Hanya ada jawaban singkat, akhirnya aku memeluk Devian dan menutup mata.

Beberapa hari kemarin Devian tidak bisa pergi untuk belajar, sekarang karena segala sesuatunya sudah membaik ia harus pergi.

“Ibu, apa ibu akan bersamaku seharian?”

Saat aku membantunya memakai pakaian, anak ini bertanya. Aku berhenti sejenak. Hhmm pasti Devian akan kecewa jika aku tidak bisa bersamanya, tapi di sisi lain aku sudah berjanji pada Nerva. Eeeemm bagaimana ini?

“Ya, jadi jangan terlalu risau dan belajar dengan baik.” yah, bukankah aku sudah terlalu lama bersama Nerva? Ia pasti bisa mengerti.

“Ya!”

Mendengar perkataanku, Devian tersenyum sangat lebar hingga membuat kedua pipinya memerah.
Aku berjalan bergandengan tangan dengan Devian untuk pergi ke tempat di mana ia akan belajar. Entah kebetulan atau tidak, kami bertemu Idris tepat di depan pintu.

“Hallo tuan Erland”

“Ah, ya selamat pagi Yang Mulia”

Ia pasti terkejut karena aku tiba tiba datang mengantar Devian. Aku hanya tersenyum untuk menjawab sapaannya.

“Ibu akan menunggu di perpustakaan jadi..”

“Yang Mulia, jika anda tidak keberatan. Anda bisa menunggu di dalam.”

“Ya?”

“Dari pada Yang Mulia pergi jauh jauh ke perpustakaan lebih baik menunggu di dalam, itu pun jika Yang Mulia Pangeran berkenan”

“Tentu! Ibu boleh masuk.”

“Baiklah”

Aku masuk dan duduk agak jauh dari Devian. Devian sesekali melihat kebelakang untuk memeriksaku saat mata kami bertemu, aku tersenyum.

Tatapanku kemudian beralih ke tuan Erland, meski sekarang hanya memiliki satu tangan kecekatannya tidak menurun. Membuka lembaran dengan tangan satunya dan menumpu buku dengan lengannya, atau ketika berdiri membuka buku dengan tangan dan mengubah lembaran dengan lengannya. Sangat terampil.

Tapi, apa benar karena kecelakaan berkuda bisa menghilangkan lengannya? Kecelakaan kuda sebesar apa yang bisa menghilangkan lengan bawah? Kecuali jika seseorang dengan sengaja benebasnya. Aku menggelengkan kepala tidak, tidak mungkin ada seseorang yang tega melakukan itu pada orang sebaik Idris.

Sampai pelajaran Devian selesai aku tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang di sampaikan Idris. Otakku berkelana untuk menemukan kemungkinan apa yang terjadi pada lengan Nerva.

Be a Stepmother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang