Bagian Lima belas

21.3K 2.1K 20
                                    

Seorang wanita sedang berjalan dengan berjinjit dan hati hati. Ia menengok kanan dan kiri sebelum membuka pintu besar, menandakan pangkat pemilik kamar yang tinggi. Ditangan wanita itu juga ada sebuah kain, yang dipegang seperti nyawanya sendiri.

Ia berdiri disamping tempat tidur, menatap tajam kearah anak berambut silver yang matanya masih terpejam. Segera membekap hidung dan mulut anak itu dengan kain yang tadi ia bawa.

Anak itu membuka mata, memberontak. Sayangnya, kekuatan anak umur lima tahun, tidak akan pernah bisa menang melawan wanita dewasa. Anak itu akhirnya pingsan.

“Mudah sekali”

Nia segera mengangkat Devian, membawanya keluar. Nia berterimakasih, karena Forsythia atau Kaisar tidak menaruh penjaga didepan kamar Devian ataupun kamar Forsythia. Tidak ada penjaga, memudahkan dirinya untuk kabur.

Devian dibawanya pergi kesebuah ruangan di dekat kamar anak ini. Nia kemudian memasukkan Devian ke sebuah peti kecil. Saking kecilnya, tangan dan kaki Devian harus terlipat sedemikian rupa agar muat.

“Hahaha, ketika bangun pasti akan terasa sakit.” Nia berkata sambil melihat kedalam peti berisi anak berumur lima tahun.

Harus mempersingkat waktu, Nia langsung membawa peti itu ke luar. Ia sudah berpesan ikut dengan penjual sayur yang setiap paginya mengantarkan bahan makanan ke dapur. Tentu saja, beralasan bahwa Permaisuri yang menyuruhnya.

“Apa yang kau bawa pelayan?” Penjual yang sudah menunggu Nia, bertanya karena melihat ia kesulitan.

“Jangan bertanya atau mengatakan ini pada siapapun. Ini perintah Permaisuri, mengerti?” Nia berkata sambil memberikan sekantong uang.

“Aku akan mengurusnya” Penjual sayuran mengambil kantong yang diberikan. “Cepat naik”

Meski kesusahan, Nia membawa peti yang berisi Devian ke dalam gerobak. Mendorong hingga sampai diujung. Mereka berdua, Nia dan Devian ditutupi oleh kotak bekas sayuran agar tidak terlihat para penjaga gerbang. 

Setelah melewati penjaga dan berkendara selama satu jam, mereka akhirnya sampai di tempat yang telah dijanjikan.

Penjual sayur, mengeluarkan kotak kotak, memudahkan Nia untuk keluar. “Kita sudah sampai pelayan”

“Kau boleh pergi, sisanya biar aku yang mengurus” 

Penjual itu hanya mengangguk dan pergi, bagi penjual yang penting ia sudah mendapatkan uang.

Nia sampai ke sebuah gubuk yang cocok untuk bersembunyi dan Nia yakin tidak akan ada yang tau tempat ini.

Ketika dirinya dan peti yang ia bawa sudah ada didalam, ia segera membuka peti itu. Mata Nia langsung bertemu dengan mata hitam anak itu. Devian yang melihat mata Nia, ketakutan setengah mati.

Keringat akibat udara pengap dipeti, bertambah deras. Keringat mengucur bukan hanya didahinya, namun diseluruh tubuh. Kesakitan diseluruh tubuh Devian, terlupakan karena ketakutan yang luar biasa.

“Karena kau, aku dimarahi dan dijauhi. Jadi, ini hanya sebagai pembalasan dendamku.” Nia menarik rambut Devian, hingga anak itu tertarik kebelakang.

Devian tidak bisa menjawab apapun, hanya bisa menangis.

🐰🐰🐰

“Kenapa Nerva lama sekali?”

Aku mondar mandir sekitar kamar, selesai bersiap dan berganti baju. Tidak sabar, aku sudah berkata padanya, agar tidak terlalu lama.

Aku sangat khawatir, bagaimana jika Devian kelaparan atau bahkan disiksa? Padahal belum lama, anak itu bersamaku. Bagaimana kalau traumanya bertambah setelah penculikan?

“Uuuhh, tidak tidak jangan menangis. Berhenti.”  Aku mengusap, pipiku yang terbasahi dengan air mata.

Kriieett

Pintu terbuka, muncul seorang lelaki jangkung berambut silver.

“Sudah siap?”

“Ya, Yang Mulia” Untung saja, Nerva tidak memperhatikan mataku.

Bukannya langsung berangkat, Nerva mengedarkan matanya ke seluruh ruangan, seperti sedang mencari sesuatu.

“Yang Mulia, mari bergegas” Aku menarik ujung bajunya.

“Sebentar, kau harus memakai tudung. Jika orang orang diluar istana tau Pangeran sedang diculik, akan berbahaya.”

“Ah” Kenapa aku tidak berfikir sampai sana?

“Aku membawa ini untuk berjaga jaga. Sekarang pakai ini dulu”

Nerva memakaikan tudung hitam besarnya padaku. Ugh, berat. Tapi ini bukan waktunya mengeluh.

“Terimakasih Yang Mulia” Aku menali tali untuk mengeratkan tudung.

“Nerva, panggil aku Nerva”

Hah, ini bukan saatnya panggil memanggil nama. Kenapa ia terobsesi agar namanya dipanggil? Untuk mempersingkat waktu, lebih baik aku mengiyakan saja.

“Terimakasih Nerva, jadi sekarang bisakah kita berangkat?” Nerva tersenyum dengan panggilanku “Ya, aku akan mengantarmu”

***

Banyak yang salah fokus, sama nama para pemeran ternyata ya.

Seru banget, baca komentar kalian.

Nanti bakal ada alesannya kok. Kenapa namanya pada panjang panjang.

Semoga kalian masih mau nunggu, sampai alesannya kebongkar, eemm kalau bisa sih sampai ending 🤭

Btw gaes, kalau kalian nanti nemu kata atau kalimat yang g sesuai, komen aja gapapa ya.

In sha Allah, aku tau mana yang harus aku dengerin mana yang enggak. Saran dan kritik mana yang bisa memperbaiki tulisan aku, mana yang enggak.

Aku malah makasih banyak, buat orang orang yang mau bagiin ilmunya ke aku.

Thank you so much, aku beruntung punya pembaca kayak kalian.

Buat yang udah komen, vote atau yang baca aja, aku juga makasih banyak. Aku tau, kalian punya cara tersendiri buat nikmatin cerita.

Anyway, sampai jumpa dibab selanjutnya 🤗

Be a Stepmother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang