Bagian Dua Lima

14.2K 1.7K 123
                                    

Nerva tidak bisa tidur, ia masih menatap wanita berambut beda warna yang masih memejamkan mata. Ia mengambil surai orennya, menciumnya berulang kali. Matahari sudah terbit tapi entah mengapa matanya belum mau terpejam.

Tok tok tok

“Yang Mulia” suara seorang wanita berada didepan pintu.

Nerva yang mendengar, bergerak sepelan mungkin agar Forsythia tidak terganggu. Berjalan dengan mata masih memperhatikan Forsythia, tidak ingin pergerakannya membangunkan wanita itu.

Sesampainya didepan pintu, dirinya membuka pintu dengan sangat hati hati.

“Yang Mulia Kaisar” Zea terkejut, ia memang tau bahwa Kaisar akan bermalam bersama Permaisuri tapi tidak menyangka ketika matahari sudah terbit Kaisar masih ada di dalam kamar Permaisuri.

“Ada apa?” Nerva berkata dengan dingin.

“Sudah waktunya Permaisuri bangun Yang Mulia” tubuh Zea bergetar, aura yang dikeluarkan Kaisar didepannya, bukan main.

“Biarkan saja. Aku yang akan mengurus Forsythia.”

Sebisa mungkin mengatur ketakutannya, Zea berkata “Ba baik Yang Mulia”

Selepas perginya Zea, seorang anak berambut hitam keluar dari kamar sebelah.

“Ayah? Mengapa?”

Devian bingung, mengapa ayahnya tiba tiba keluar dari kamar ibunya? Ayahnya dan ibunya memiliki kamar sendiri sendiri, lalu mengapa?

“Forsythia istriku, apa yang aneh?” tidak ada emosi diwajah Nerva, lelaki ini kemudian berjalan mendekat kearah Devian.

Devian mencoba mengatur nafasnya, karena ketakutan melihat ayahnya mendekat.

“Apa kau merasa sudah memonopoli kasih sayang Forsythia?” tangan besar Nerva mencengkram leher anak ini.

“Ugh” Devian tersedak.

“Jangan membuatku tertawa. Aku ….”

Krriieett

Pintu di kamar Forsythia terbuka. Nerva dengan tenang mengubah tangannya, seakan sedang mengelus rambut platinum Devian.

“Kalau tidak ingin melihat Forsythia khawatir, lakukan saja apa pun yang aku katakan.”

Tubuh Devian tidak bisa bergerak. Padahal anak ini sudah berusaha melupakan emosi dan rasa sakit, tapi mengapa kali ini perasaan itu hadir lagi?

“Hoaamm, Ner…” aku membuka pintu karena tidak menemukan Nerva di kamar.

Tanpa diduga, aku melihat Nerva sedang bersama Devian. Ah apa mereka sedang melakukan sapaan pagi?

“Apa yang kalian lakukan?”

Aku tidak menyangka meski Devian anak hasil dari mantan istrinya dan ayahnya, Nerva masih tetap menyayangi Devian.

“Aku hanya ingin menyapa anak ini sebentar, sudah lama kami tidak bertemu.” Mata Nerva melihat kearah Devian dengan penuh kasih sayang.

Aku tersenyum, Nerva saat ini sangat berbeda dengan Nerva yang ada di novel. Aku sangat senang.

“Devian?”

Anak ini hanya menunduk, tidak menjawab. Ada apa? Apa ia masih tidak ingin menjawab, seperti terakhir kali aku dan Devian bertemu ditempat latihan pedang?

“Itu benar Ibu, saking senangnya hingga saya ingin menangis” Devian berbohong, matanya basah karena menahan sakit akibat perbuatan ayahnya tadi.

“Waahh kalau Devian senang ibu juga senang. Ngomong kemana anakku akan pergi?” 

“Perpustakaan Ibu.”

“Baiklah, pergi dulu.” Aku mendekat kemudian mencium keningnya “Ibu akan menyusul”

“Ba baik ibu” malu malu, akhirnya Devian pergi.

Kita memang tidak bisa memprediksi seorang anak. Mungkin kemarin dirinya sedang banyak pikiran. Aku harus tau, apa yang ia pikir..

“Forsythia”

Pikiranku terhenti karena panggilan Nerva, tiba tiba saja ia memelukku dari belakang. “Lakukan padaku juga”

“Lakukan apa?” aku memegang tangannya yang memeluk bahuku.

“Ciuman”

“Apa Nerva cemburu?”

“Eng, aku cemburu. Jadi bisakah?”

Nerva melepas pelukannya, membawa dahinya tepat didepan wajahku. Ah aku sangat menyukai Nerva saat ini. Aku ingin mencium dahi lelaki ini tapi tiba tiba ia menggantikan dahi dengan bibirnya. Bibirku mengenai bibirnya.

“Argh, Nerva!” aku yang terkejut langsung menjauhkan bibirku. “Hahaha”

Tawanya membawa senyuman dibibirku.  

🌹🌹🌹

“Pasti perasaan Yang Mulia sedang bagus” Zea yang sudah merasa nyaman dengan Forsythia bahagia melihat wajah Permaisuri.

“Wah apa itu terlihat?”

Kami sedang berjalan menuju perpustakaan, aku sudah berjanji pada Devian untuk bertemu.

“Ya, dari tadi Yang Mulia tersenyum atau tertawa. Saya jadi ikut tertular.”

“Terimakasih”

Aku senang membawa kebahagiaan untuk orang lain. Memang begitu kan? Perasaan bahagia mudah tertular.

“Apa disini Zea?”

“Benar Yang Mulia, ini perpustakaan yang sering dikunjungi Pangeran”

Aku berjalan sambil mengedarkan pandanganku disegala penjuru. Aku menemukan seorang anak yang sedang terduduk dipojok rak dekat jendela. Ada yang aneh, bahu mungilnya naik turun seperti sedang mengatur nafas.

“Devian?” aku duduk disebelahnya. “I ibu?”

Tidak ada air mata di mata hitamnya, tapi aku bisa melihat kesedihan.

“Kenapa Devian?” aku berkata dengan nada selembut mungkin.

“Tidak ada” Devian tersenyum.

Devian memang masih anak anak, bagaimana pun ia ingin menutupi, akan terlihat.

“Baiklah” aku menerima keputusannya yang tidak ingin berkata.

Aku hanya memeluknya “Apapun itu, ingat satu hal Devian, bahwa Ibu akan selalu ada untukmu” setelah berkata begitu, aku merasakan tubuh anak ini bergetar. “Tidak apa apa, kau bisa menangis” karena aku merasa Devian menahan perasaannya.

Aku menepuk pelan punggungnya, tidak mengatakan apapun. Kadang, keberadaan dan tindakan lebih penting dari sekedar kata kata penghiburan. 

Devian menangis dengan waktu yang lama.

Be a Stepmother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang