Bagian Lima Puluh Empat

4.5K 589 15
                                    

Setelah Salvia pulang, Devian masih memikirkan tentang kejadian bola meski pun Salvia sudah memaafkan Devian. Jadi sampai malam hari aku masih harus menjaga Devian dan menenangkan anak itu.

“Salvia sudah memaafkan Devian, apa Devian masih tetap merasa bersalah?” aku bertanya pada anak yang sedang aku pangku.

“Karena aku, kepala Salvia terluka.”

“Apa Devian tidak ingin bertemu Salvia lagi?”

“Ya, pasti lebih baik ia tidak bertemu denganku.”

Rasa bersalah yang besar pasti membuat Devian berfikir begini.

“Hhhmm kalau begitu, Ibu tidak akan bisa bertemu dengan Devian”

“Apa?”

Mata bengkak sehabis menangis anak itu membesar.

“Karena sebelumnya Ibu memperlakukanmu dengan jahat”

Walau pun bukan diriku yang melakukan. Saat ini Forsythia adalah aku, jadi apa yang ia lakukan di masa lalu adalah tanggungjawabku.

“Ti tidak, tapi Ibu sudah berubah dan minta maaf”

Aku tersenyum melihat tangan kecil yang memegang tanganku.

“Begitu juga Salvia. Devian pasti mendengar apa yang dikatakan Salvia tadi siang”

Sebelum Salvia pulang, anak itu tersenyum pada Devian dan berharap bisa bermain lagi. Memang Salvia masih kecil, tapi tidak ada kemarahan di wajahnya dan malah paham bahwa Devian tidak sengaja melakukannya.
Devian terdiam, tidak menjawab.

“Bagaimana kalau Devian memperhatikan Salvia sampai dirinya sembuh? Salvia pasti senang”

Ini saran terakhir yang aku miliki. Selain meminta maaf kadang kita juga perlu memperlihatkan ketulusan kalau kita merasa bersalah.

“Benarkah?”

Maafkan aku Devian tapi aku gemas sekali ingin menyubit pipinya setelah melihat mata bengkak, berembun yang berkedip berulang kali.

“Ya, jadi besok ayo bermain dengan Salvia” mengalihkan keinginan mencubit dengan menghapus air matanya yang ingin tumpah.

“Ya!”

Untunglah dirinya semangat kembali.
“Sekarang ayo kita tidur”

Tidak lama kemudian Devian tertidur, mungkin karena rasa tekanan bersalah sudah hilang. Aku menaruh Devain perlahan di atas kasur agar tidak membangunkan dirinya. Setelah menunggu beberapa saat untuk Devian tidur lebih pulas, aku beranjak.

Ketika menutup pintu dengan pelan, aku melihat seorang pelayan yang berdiri sambil ketakutan.

“Yang Mulia” begitu dirinya melihatku, wajahnya berubah penuh harap. Ada apa?

“Kenapa?”

“Yang Mulia Kaisar”

Ugh bisa bisanya aku lupa hal penting!

Aku tidak mendengar penjelasannya dan pergi dengan cepat.

Sesampainya aku di kamar, mataku melihat seorang lelaki tergeletak di lantai. Kamar kami sudah tidak berbentuk, pecahan botol wine ada di mana mana kalau tidak hati hati melangkah kaki dan bagian tubuh bisa lecet. Kursi dan meja rusak, terbanting di tempat yang tidak seharusnya.

“Yang..”

“Yang Mulia”

Ketika aku ingin masuk panggilan Zea dan para pelayan membuatku terhenti sebentar.

“Hati hati” Zea mengatakan itu dibarengi dengan anggukan pelayan lainnya.

Mereka pasti khawatir tapi tidak bisa melakukan banyak hal.

Be a Stepmother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang