Bagian Tiga Puluh Satu

10K 1.2K 37
                                    

Aku mondar mandir di depan pintu kamar, menunggu seseorang mengetuk pintu. Dimulai dari malam kami tidur bertiga, Nerva tidak pernah absen untuk tidur di kamarku. Aku merasa aneh karena biasanya Nerva sudah ada di depan pintu dan menungguku.

"Apa ada sesuatu yang terjadi?" aku memainkan bibirku sambil menatap pintu.

"Yang Mulia?" saat aku membuka pintu suara Laura memanggil.

"Laura?" untuk apa dia malam malam begini berada didekat kamarku?

"Apa ada sesuatu Yang Mulia butuhkan?" Laura segera mendekat. "Tidak, emm apa Kaisar sudah tidur?" dari pada hanya bertanya pada diri dan tidak menemukan jawaban lebih baik aku bertanya.

"Yang Mulia Kaisar berada di kantor"

"Larut malam begini?" pasti pekerjaannya banyak "Ya Yang Mulia"

"Aku mengerti, kau boleh pergi"

Sepertinya Laura ingin mengatakan sesuatu namun ia urungkan dan berjalan melewatiku.

"Apa dirinya sudah makan?" kepalaku aku sandarkan di pintu, memikirkan haruskah aku membawakan makanan atau tidak.

"Yah, lebih baik bawa dulu"

Aku pergi ke dapur dan mencari sesuatu, tidak ingin makan berat karena sudah malam.

Tidak ingin membangunkan para pelayan, aku membawa sendiri nampan. Aku memilih memotong beberapa buah dan air putih. Perut yang terasa kosong jika tiba tiba diisi dengan makanan berkalori tinggi akan terasa begah, itu yang aku tau.

Tok tok

"Nerva?" aku membuka pintu sambil memanggil namanya.

"Forsythia?" Lelaki bemata hitam dengan kacamata bertengger, langsung berdiri begitu melihatku.

Wah, apa pernah aku melihat dirinya menggunakan kacamata? Seperti tidak pernah. Aku tidak terlalu suka melihat seorang menggunakan kacamata, tapi Nerva sangat cocok menggunakannya. Bagaimana aku harus berkata? Eemm kejantanan Nerva semakin terlihat.

"Kenapa kau kemari? Ini untukku?" begitu Nerva ada didepanku, dirinya langsung mengambil nampan yang aku bawa.

"Ya, kau pasti belum makan kan?" aku mengikutinya berjalan menuju sofa. Aku kira, ia akan duduk di bangku ternyata ia duduk di sofa, jadilah aku berada tepat disampingnya.

"Bagaimana kau tau?" senyuman Nerva ditambah kacamata, perpaduan sempurna.

"Makanlah" mengambil garpu buah, mengarahkan pada Nerva agar ia mengambilnya. "Aa" bukannya mengambil, dirinya membuka bibir.

"Pfftt" aku hanya menahan tawa, aku suka sisi mengemaskan Nerva.

Sesuai permintaannya, aku menusuk apel. Saat ingin membawa apel itu ke bibirnya, Nerva menarikku dan bibir kami bertemu. Aku terkejut, melebarkan mata.

"Tapi aku lebih suka ini" dengan tangannya Nerva mengusap bibirku.

Tidak membiarkanku mengatakan sepatah kata, Nerva kembali menciumku. Sangat intens hingga membuatku menjatuhkan garpu berisi apel. Bibir Nerva mendorong bibirku membuat diri yang tidak bisa bertahan, bersandar disofa. Aku tidak tau sudah berapa lama, tapi aku yang sudah kehabisan nafas memukul dadanya dengan tangan kiriku. Sekuat tenaga mendorongnya, berhasil.

"Nerva, kenapa tiba tiba?" aku tidak tau dengan Forsythia, tapi diriku tidak pernah sekalipun berciuman dengan lelaki. Hanya menempel dan berciuman, itu dua hal berbeda. Aku benar benar malu dan bingung.

"Tidak boleh? Kita suami istri" anehnya saat Nerva berkata, aku fokus pada bibirnya. Ini pasti efek setelah berciuman "Tidak boleh" aku membekap bibirnya dengan kedua tanganku, tidak ingin melihat dirinya berbicara.

"Mengwapwa?" karena bibirnya tertutup, cara bicara Nerva tidak jelas.

"Kau harus makan terlebih dulu, kalau kau melakukan lagi kau tidak boleh datang ke kamarku" mata hitamnya membesar dan ia mengangguk.

Nerva akhirnya mendengarkan, mengambil garpu dan memakan buah.

"Hari ini apa yang kau lakukan?" sambil makan, Nerva bertanya.

Aku melihat side profile-nya, tiba tiba saja teringat apa yang dikatakan tuan Erland tadi siang. 'Manusia bisa bersikap manipulatif'. Aku sebenarnya tidak suka berburuk sangka pada orang lain. Sebelum aku bisa melihat dengan mata kepalaku sendiri bahwa ia jahat, aku tidak pernah mengatakan bahwa orang lain jahat.

Adikku salah satu korban. Dirinya yang hanya membantu pacarnya malah dikatakan penjahat dan mendapat kencaman. Aku paling tau bagaimana sifatnya, ia anak baik yang bahkan tidak bisa mengatakan tidak ketika dimintai bantuan, anak lembut tidak pernah berteriak.

Rumor beredar, semua orang mulai mempercayai karena adikku tidak pernah menyangkal dan paling mengerikan, aku percaya bahwa ia telah berubah.

Tidak ada tempat sandaran, dirinya bunuh diri. Setelah itu, aku baru menemukan diary miliknya. Saat aku membaca, aku paham mengapa ia menerima segala tuduhan, karena kalau ia menjelaskan, pacarnya akan menjadi korban.

Sejak kejadian itu, aku tidak percaya pada apapun sebelum aku bisa memastikannya dengan kepalaku sendiri. Aku berjanji, tidak akan ada lagi adikku yang kedua.

Tapi perkataan dan wajah tuan Erland membuatku terganggu.

"Forsythia?" Nerva melihatku, ah pasti karena aku terlalu banyak berfikir. "Tidak ada, aku hanya bermain dengan Devian dan Snow" aku akan merahasiakan fakta bahwa hari ini aku bertemu tuan Erland.

Nerva terdiam sebentar baru kemudian menjawab. "Begitu?"

Mengapa jawabannya...? Tidak akan ada yang terjadi kan? Mengapa sekarang aku curiga pada Nerva? ah tidak tidak, mari luruskan pikiranku. "Ya, lalu apa Yang Mulia lakukan hari ini?"

"Aku hanya berkerja" mata hitam Nerva menatap mata hijauku. "Forsythia" dirinya memanggil, sangat lembut.

"Ya, ada apa?"

"Bisakah kau temani aku bekerja? Aku akan mengambil beberapa buku untuk kau baca." Nerva meminta sambil memainkan rambut oren milikku. "Tentu" mendengar jawabanku, dirinya tersenyum.

Waktu berlalu begitu saja.

Seorang lelaki bersurai platinum melihat kearah wanita yang sedang tertidur diatas sofa. Nerva berdiri dan berjalan mendekat. Tangan besarnya, mengambil rambut pirang si wanita dan menciumnya.

"Kau sudah berani berbohong" tidak ada senyuman yang biasa Nerva beri.

Nerva lalu mengangkat Forsythia, bukan menaruhnya dikasur agar Forsythia bisa tertidur. Ia malah membawanya ke meja kerja, menaruh wanita berambut beda warna dipahanya. Mendekapnya dengan erat.

"Kau akan selalu menjadi milikku Forsythia, kapan pun" Nerva kemudian mencium wajah Forsythia berulang kali, di mulai dari dahi, pipi, hidung, bibir hingga dagu.

Malam itu Nerva tidak membiarkan Forsythia tertidur selain dipangkuannya.

Be a Stepmother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang