Bagian Dua Enam

13.1K 1.6K 27
                                    

Devian yang menangis terlalu banyak, akhirnya tertidur dipelukanku. Apa yang membuat dirinya menangis seperti ini? Apa karena tumpukan perasaan yang sudah tidak bisa ditampung? Tapi meski begitu, pasti ada pemicu perasaannya pecah.

Aku menaruh Devian pelan ke atas kasur, duduk disamping kursi tempat tidur, menunggunya bangun.

Bulu mata berwarna platinum bergetar, mata berwarna hitam terlihat. Mata itu melihat kearah seseorang yang tertidur dengan posisi duduk. Saat mendengar dari Ibunya langsung, bahwa ia tidak akan pernah pergi. Perasaan sakit dan sedih, entah mengapa hilang.

Devian berjanji, bagaimanapun keadaannya. Ia harus bisa melindungi Ibunya, meski harus melawan ayahnya sendiri.

Anak berambut platinum menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya. Menggerakkan tubuh Ibunya. Devian ingin, agar Ibunya tidur ditempat yang nyaman.

Aku merasa seseorang menggoyangkan tanganku. Saat aku membuka mata, seorang anak bermata hitam menatapku. Sering sekali aku tertidur.

Ketika aku membenarkan posisi dudukku “Ugh” leherku sakit.

“Ibu, tidak apa apa?” tangan Devian semakin erat memegang tanganku.

“Apa anakku ini khawatir?” aku mengelus pipinya.

“Ya, jadi ibu eemm jangan sakit” Devian bertekad lebih memperlihatkan perasaannya pada Ibunya.

Waahh ada apa dengan anak ini? Aku sekarang mengerti perasaan orang tua, yang ingin setidaknya diperhatikan sedikit saja oleh anaknya.

“Baiklah, bagaimana kalau kita pergi keluar?”

Aku berpikir untuk membeli sesuatu untuk membantu emosi Devian. Hari memang sudah sore, tapi tidak ada salahnya pergi dan kembali dengan cepat. Toh, jarak yang ingin aku tuju tidak terlalu jauh dari istana.

“Keluar? Dari istana?” mata Devian membulat dan berseri, pasti sudah lama sekali dirinya tidak pergi keluar.

“Ya, bagaimana?”

“Aku suka” kali ini, Devian tidak menyembunyikan rasa sukanya.

Aku tidak perlu meminta izin pada Nerva bukan?

🐰🐰🐰

Nerva pergi ke kantor setelah bersiap sebentar di kamarnya.

“Muller, sudah kau pastikan ayah tidak akan kembali?” sambil membuka dokumen, Nerva berkata pada lelaki pirang berkacamata.

“Saya sudah mengirim beberapa kesatria dan memastikan mantan Kaisar tidak kembali”

“Bagus”

Mereka berdua kemudian disibukkan dengan tumpukan dokumen yang menggunung. Kaisar memiliki 2 ajudan, salah satu ajudannya sedang pergi untuk pekerjaan luar.

Mata hitam Nerva memperhatikan seorang lelaki berkacamata. Nerva masih tidak suka, bahwa Muller pernah berbincang dengan Forsythia. Perasaan sama, yang Nerva rasakan saat Forsythia berbincang dengan Idris.

Tak

Pulpen ditangan Nerva patah. Dengan sigap, Muller mengambil pulpen yang baru.

“Muller, kau latihan pedang denganku” Nerva kemudian berdiri dan pergi, tanpa menunggu persetujuan.

Muller yang ditinggal bingung, lelaki pirang ini tidak pernah sekalipun memegang pedang. Hidupnya, hanya dihabiskan dengan belajar. Jika ia harus melawan Kaisar, sudah pasti siapa pemenangnya.

Muller tidak boleh diam lebih lama, Kaisar tidak suka jika perkataannya dibantah atau bertemu dengan orang yang lambat.

Pakaian mereka sudah berbeda. Siap untuk melakukan latihan.

“Ambil pedangmu Muller” Lelaki bersurai platinum sudah siap dengan pedang ditangannya.

‘Kanan atau kiri?’ Nerva sedang mengingat ingat, bagian mana di tubuh Muller yang berdampingan dengan Forsythia tempo hari.

“Baik Yang Mulia” dengan kikuk, Muller berdiri didepan Nerva.

Sring

Nerva lebih dulu mengayunkan pedangnya. Karena tidak memiliki pijakan dan dasar pemegang pedang, Muller langsung terjatuh.

“Bangun”

Sring

Muller belum berdiri dengan benar, tapi Nerva sudah mengayunkan pedangnya ke bagian kanan Muller sekali lagi. 

“Ugh”

“Bangun” tanpa ampun, Nerva memerintah.

Sring

Sring

Sring

Kali ini, Nerva tidak menunggu Muller berdiri. Ia sudah menebas pedangnya berulang kali, hingga Muller harus sekuat tenaga menghindari pedang tajam.

Nerva menaikkan bibirnya, jadi lelaki seperti ini yang diajak Forsythia berbicara? Nerva masih tidak suka, suara Forsythia didengar oleh lelaki didepannya. Perutnya masih mendidih.

“Argh”

Saat ada darah dilengan atas dan bawah Muller, kemarahan itu sedikit mereda. Meski mereda, tangan Nerva masih mengarahkan pedangnya ke lengan kanan Muller.

Lelaki berambut pirang yang sudah kelelahan, beberapa kali sudah tidak bisa sigap menghindari pedang Kaisar.

Sring

Sreett

“Ugh”

Beberapa daging dilengan Muller robek, hingga lelaki bermata biru ini tidak bisa merasakan tangan kanannya.

Nerva berhenti dan mendekati Muller “Aku suka cara kerjamu, tapi, jaga sikapmu” kemudian pergi, meninggalkan Muller sendiri.

Kaisar memang tidak mengatakan alasannya, tapi sekarang Muller paham. Ini karena dirinya berbicara dengan Permaisuri. Muller mengeratkan tangan kirinya, lelaki ini pun tidak suka saat Permaisuri bertanya tentang adiknya, dengan angkuhnya memceramahi hal yang harus Muller lakukan.

Dan sekarang, karena wanita itu dirinya dibenci Kaisar. Lelaki ini bersumpah, tidak akan pernah bertemu atau melakukan apapun pada Permaisuri. 

Nerva sengaja tidak mengatakan agar Muller menjauhi Forsythia, dengan otaknya Muller sudah bisa berpikir alasan mengapa Nerva melakukan ini.

“Permaisuri, ada dimana?” Nerva bertanya pada David seusai membersihkan diri dan pedang.

David akhir akhir ini harus mengetahui dimana dan apa yang dengan dilakukan Permaisuri, karena Kaisar sering sekali bertanya secara tiba tiba.

“Permaisuri bersiap bersama Pangeran untuk pergi keluar Yang Mulia”

“Pergi keluar? Mengapa ia tidak meminta izin padaku?” alis Nerva bertautan, tidak menyukai perbuatan Forsythia.

“Karena Permaisuri tidak perlu…” perkataan David terhenti karena tatapan tajam Nerva “Kalau begitu, saya akan melar..”

“Tidak perlu” Nerva pergi mendahului David.

Dari pada melarang Forsythia pergi, Nerva akan pergi bersama. Lelaki ini menunggu Forsythia datang di depan kereta kuda. Nerva sedang menduga duga, ekspresi apa yang diberikan Forsythia padanya.

“Nerva?”

Nerva melihat seseorang yang memanggilnya, mata hijau wanita itu membesar dan berkedip berulang kali. Lelaki ini tersenyum dan mendekat ke arah Forsythia.

Be a Stepmother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang