Bagian Lima Puluh Delapan

4.7K 584 22
                                    

Begitu mataku melihat Nerva, aku segera berlari melupakan sejenak rasa penasaran dan kehadiran malaikat.

Aku tidak menemukan Nerva di atas tempat tidur, ternyata dirinya sudah terjatuh di lantai dengan posisi tengkurap. Segera aku membalikkan badannya agar tidak terkena dinginnya lantai.

Apa dirinya jatuh sendiri? Matanya masih menutup dan tidak ada tanda tanda baru terbuka.

Ketika aku ingin memapahnya dan menaruhnya untuk kembali ke atas kasur, mata hitam Nerva tiba tiba terbuka dengan lebar, membuatku takut.

“Ner… Uhhuukk”

Kedua tangan Nerva mencekikku. Tersedak, seakan leherku di hantam benda tumpul dan keras. Memukulkan kedua tanganku, agar tangannya terlepas.

Mataku terpejam karena tidak kuat menahan, mengingat betapa kerasnya Nerva mencekik.

Aku tidak ingin mati. Di detik detik terakhir ketika aku kehilangan nafas, tiba tiba aku mengingat apa yang dikatakan malaikat. Mata berwarna hijauku. Kesulitan karena harus menahan sakit di leher, aku berusaha membuka mata.

Aku membuka mataku lebar lebar, menunggu beberapa saat ketika melihat mata hitamnya.

Daann berhasil, Nerva segera melepas kedua tangan yang ada di leherku dan langsung menjauh. Melihat dirinya yang ketakutan aku langsung mendekat.

“Kau sadar? Huuhh” memeluknya, meski dirinya tidak memelukku kembali aku tidak peduli.

“Nerva?” aku melepaskan pelukan dan melihat wajahnya yang masih terkejut.

“Lehermu”

Tangan kanannya mengarah ke leherku. Pasti eratan tangannya membekas. Aku hanya mengira-ngira melihat betapa terkejut wajah Nerva.

“Tidak sakit, bagaimana perasaanmu?”

Aku tidak mungkin berbohong dan mengatakan kalau ini bukan perbuatannya karena tadi ia juga melihat sendiri.

Ketika aku ingin menyentuhnya, dirinya menghindar.

“Mengapa?” aku mengerti alasan Nerva, tetap saja hatiku tidak baik.

“A-aku menyakitimu” mata hitam Nerva mulai berembun.

“Sudah ku bilang, aku baik baik saja” meski rasanya diriku ingin mendekat, aku menahan.

“Ti-tidak, bagaimana aku bisa?”

“Tidak mungkin”

Mata Nerva mulai menghindari mataku, kedua tangan memukul kepalanya sendiri dan mulai berbicara sendiri.

Aku tidak tahan memegang kepalanya.

“Apa aku terlihat main main? Aku baik baik saja” nada awal yang ku berikan memang tajam tapi begitu melihat air mata mengalir aku melembutkan nada dan mengusap kedua ujung matanya.

“Jadi, jangan pernah menghindar hm?” aku masih sibuk mengusap air matanya yang tidak berhenti keluar.

Nerva akhirnya mengangguk dan memelukku.

“Huuhh maafkan aku. Aku minta maaf.”

Di dalam bahuku, dirinya tidak berhenti meminta maaf dan terisak.

“Ya tidak apa apa, semua baik baik saja sekarang Nerva” mendengarku berkata begitu, Nerva semakin mengeratkan pelukan kami. Aku hanya bisa mengelus rambutnya, menenangkan.

Kami pindah ke atas kasur. Nerva langsung tertidur dan tidak melepaskan pelukan kami. Aku mengelus dan memainkan rambut hitamnya, menciumnya berulang kali. Baru menyadari alasan mengapa Nerva senang sekali bermain dengan rambut dan berciuman.

Be a Stepmother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang