Bagian Dua Delapan

11.8K 1.4K 19
                                    

Halo para pembaca, gimana kabar kalian?

Enjoy the story 👋

***

Aku menempatkan kucing dan kandangnya di kamarku. Awalnya aku ingin menaruhnya di tempat bermain Devian, tapi aku urungkan karena aku sendiri tidak tega membiarkan hewan itu sendirian. Laura yang mendengar itu terkejut dan ingin menolak perintahku, tapi aku bersikukuh.

Tok tok tok

“Forsythia?”

Itu suara Nerva, mengapa malam malam begini ia disini? Jangan bilang, malam ini pun kami akan tidur bersama.

“Masuklah” aku tidak mungkin membiarkan dirinya terlalu lama diluar.

Pintu pun terbuka dan seorang lelaki berambut silver masuk.

“Ada apa Nerva?” mungkin saja, dirinya memiliki hal yang ingin dibicarakan denganku.

Mendengar pertanyaanku, wajahnya terdistorsi sedemikian rupa. Mengapa? Apa aku salah bertanya?

“Tidak aneh kan, suami istri tidur satu kamar? Kamar kita belum siap, jadi aku akan tidur dikamarmu.” Nerva tersenyum padaku.

“Ya?” aku tidak salah dengar kan? Dari kapan aku mengizinkan kita memiliki satu kamar?

“Apa tidak boleh? Aku kira kau mengizinkanku untuk tidur terus menerus denganmu” Nerva menunduk, alis, mata dan bibirnya turun.

Ugh, mengapa diriku tidak bisa melihat wajah sedihnya?

“Tentu saja boleh” aku langsung menaikkan nada bicaraku.

“Benarkah?” bibir merah lelaki ini melebar.

“Ya, ta tapi ingat hanya untuk tidur” aku meneguk salivaku, mencoba menatap mata hitamnya.

“Berpegangan tangan bagaimana?”

“Nerva itu…”

Tok tok

“Ibu”

Oh itu suara Devian. Syukurlah. Aku bergegas pergi ke pintu yang tertutup.

“Lagi lagi anak itu” Nerva berkata sangat lirih, melihat Forsythia segera pergi dari hadapannya.

Setelah pintu terbuka, aku melihat Devian dengan tangan memegang bantal.

“Apa Devian ingin tidur bersama Ibu?” tanganku memegang lutut, agar bisa menyamakan mata hijauku dengan mata hitam anak ini.

Devian terlihat ragu ragu saat berkata, padahal sudah terlihat sekali kalau dirinya ingin tidur denganku. Mendengarku berkata lebih dulu, senyum mengembang dibibirnya.

“Ya, apa Ibu memperbolehkan?” mata bulatnya berkedip berulang kali, berharap.

“Sangat boleh, kemari. Masuklah, ayahmu juga disini.”

“Ayah?” senyum Devian tiba tiba hilang.

“Ya, bukankah hebat? Kita bertiga akan tidur bersama”

Oh bukankah seharusnya aku bertanya lebih dulu pada Nerva? Aku melihat sekilas ke dalam kamar, lelaki yang masuk pandanganku tersenyum. Ya, kalau Nerva saat ini pasti akan menerima jika Devian akan tidur bersama.

“Masuklah”

Devian mengeratkan kedua tangannya yang memegang bantal. Berulang kali berkata pada dirinya sendiri ‘Tidak apa apa, karena ada Ibu. Ayah tidak akan berani melakukan apapun’. Meyakinkan diri, Devian mengangguk dan masuk ke kamar Ibunya.

“Forsythia, bukankah lebih baik seorang anak belajar tidur sendiri?” Nerva berjalan mendekat, mencoba untuk tersenyum meski di dalam dirinya, ia sangat kesal.

“Itu benar, tapi tidak ada salahnya jika sesekali seorang anak ingin tidur bersama orang tuanya”

Apa yang dikatakan Nerva memang benar. Seorang anak harus belajar untuk tidur sendiri sedari kecil, untuk melatih kemandirian. Namun, dalam kasus Devian yang memang tidak pernah merasakan kehangatan keluarga, rasaku perlu untuk sesekali dirinya tidur bersama orang tuanya.

“Eeemm apa kau keberatan?” kalau memang Nerva tidak mau, aku akan memberi pengertian pada Devian dan meminta Nerva mengizinkanku untuk tidur dengan Devian esok hari.

“Tidak, bagus juga sesekali tidur bersama”

Lelaki besar ini berlutut dan mengelus pucuk kepala Devian, sambil tersenyum. Bukannya merasa senang, Devian merinding dan ketakutan, namun ketika Ibunya terlihat bahagia, anak ini pura pura tersenyum.

“Kalau begitu, ayo kita naik ke atas kasur” aku menggangkat Devian.

“Wuussshh” sambil mengangkat, aku membuat suara seolah Devian terbang “Aaahh Ibu hahaha” Devian terkejut menggerakkan kedua kakinya sambil tertawa.

“Apa kau akan tidur bersama Ibu?” aku kecanduan, ingin berulang kali mendengar tawa anak ini. Aku pun, mengelitiki tubuh Devian yang berada diatas kasur.

“Ibu hahahahaha berhenti haha” tangan kecilnya memegang tanganku. “Dimana harus berhenti? Disini? Disini?”

“Ibu” mata Devian menyimpan kesungguhan. Ah mungkin aku sudah kelewatan “Baiklah, ayo kita tidur”

“Forsythia, kau melupakanku”

Aku merasa seperti sedang membesarkan dua anak.

“Pfftt, kemari.” Aku membuka lebar kedua tanganku. Nerva yang melihat, langsung mendekat dan memelukku. Devian juga harus melihat bahwa Ibu dan Ayahnya, berhubungan baik.

Malam itu, Nerva tidur dipinggir sebelah kanan, Devian berada ditengah dan memelukku.

Devian bisa merasakan nafas pelan milik seorang wanita yang sedang ia peluk. Ibunya sekarang sudah tidur sangat pulas. Anak ini tidak bisa tidur karena masih merasa takut jika ayahnya tiba tiba saja melakukan sesuatu padanya. Ia juga tidak berani membalikkan badan dan melihat ayahnya.

“Tidur jika tidak ingin membangunkan Forsythia”

Suara berat yang Devian dengar membuat mata hitam anak ini terpejam. Detak jantung Forsythia yang didengar Devian membuat dirinya merasa tenang. Mengandalkan suara jantung Ibunya, Devian tertidur.

Be a Stepmother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang