Bagian Tiga Puluh Dua

9.9K 1.2K 59
                                    

Di pagi hari seluruh pelayan yang ada di Istana Permaisuri sibuk. Mereka berada di semak semak atau dibawah kolong, dibilik, dimana pun ada lubang disitu ada pelayan. Itu karena kucing yang dimiliki Permaisuri hilang.

“Haahh, aku harus mencari dimana lagi?”

Aku tadi ingin bermain sebentar sebelum pergi menyelesaikan beberapa pekerjaan dan mengajak Devian bersama. Tapi tiba tiba saja Snow tidak ada. Snow sudah aku taruh di ruangan khusus yang berada di lantai bawah. Pelayan yang menjaga pun tidak tau jika kucing itu hilang, ia juga baru sadar ketika aku datang. Haah, tau begitu aku akan menaruhnya di ruangan dekat kamarku.

Pelayan yang menjaga merasa bersalah dan sudah meminta maaf. Yah, aku marah pun tidak membuat kucing itu kembali, jadi aku tahan dan menyuruhnya ikut membantu.

Segala penjuru sudah aku tengok dan tidak ada tanda bahwa snow ada. Lebih susahnya lagi, kucing itu jarang bersuara dan selalu diam. Aku jadi tidak bisa mendengar dan mengira ngira dimana dirinya berada. Makanan sudah aku bawa dan menguncangnya berulang kali, berharap ketika Snow mendengar ia mendekat atau bersuara.

Hingga siang hari, kami belum juga menemukan dimana Snow berada.

“Haahh, aku lelah” aku bersandar dikursi, melupakan sejenak perilaku bangsawan karena diri terlalu letih.

“Ibuu”

Aku langsung membenarkan dudukku begitu mendengar Devian datang.

“Mengapa banyak pelayan?”

Aku berharap Snow sudah ditemukan sebelum Devian datang. Aku tidak memikirkan alasan bagus agar Devian mengerti.

“Apa ini karena Snow?”

Wow, kepekaannya sungguh luar biasa.

Aku mengangguk “Ibu tidak bisa menemukan Snow, maafkan ibu” Devian pasti sudah menunggu saat saat bermain dengan kucing.

“Apa Ibu sedih?” agak menyayangkan Snow tidak ada dan Devian tidak bisa bermain, tapi menyedihkan dan menyesakkan melihat wajah Ibunya.

Tangan kecil Devian memegang tanganku. Aku tersenyum, Devian pasti ingin menghiburku dan memberikan kekuatan. Aku salut padanya, pasti anak ini juga sedih namun memilih menenangkan diriku.

“Ya, segala sesuatu kadang tidak berjalan sesuai harapan” aku tidak tau, apa perkataan ini bisa dimengerti oleh Devian atau tidak. Aku berkata juga untuk diriku sendiri.

“Ibu, bagaimana Snow bisa hilang?” mata hitamnya menatap wajahku.

“Ketika Ibu ingin bermain Snow sudah tidak ada” aku sendiri tidak tau, bagaimana dan mengapa Snow bisa hilang. Pelayan pun tergagap saat aku tanya.

“Apa ada pelayan yang menjaga?”
Aku merasa bukan sedang berbincang dengan anak umur lima tahun.

“Tentu saja ada”

Devian mengangguk anggukan kepala, memahami apa yang aku katakan. “Bagaimana kalau kita bermain yang lain?” aku tidak ingin suasana suram ini terus berlanjut. “Suka Ibu” Devian akhirnya tersenyum.

🐰🐰🐰

“Anna, kau tau siapa pelayan yang menjaga Snow” Bermain dengan Ibunya sudah selesai, Devian sekarang sedang berjalan menuju jadwal selanjutnya.

“Saya sering melihatnya di kandang kuda Pangeran, dirinya bernama Mario.”

“Pergilah Anna, dari sini aku akan berjalan sendiri”

“Baik Yang Mulia”

Anna melihat Pangeran yang berjalan sendirian. Pengasuh ini merasa perasaan asing pada tuannya. Seusai Pangeran diculik, Anna merasa ada jarak diantara dirinya dan Pangeran. Anna hanya bisa berdoa, semoga kedepannya dan kemudian hari Pangeran hanya menemukan kebahagiaan. 

Be a Stepmother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang