Bagian Lima Puluh Sembilan

4.4K 571 32
                                    

Aku merasa pergerakan tubuhku terganggu, begitu aku ingat apa yang terjadi akhir akhir ini aku bisa bernafas lega. Walau Nerva selalu memeluk tubuhku seperti ini, aku tidak pernah terbiasa membuka mata dengan pergerakan yang terbatas.

Tok tok

"Yang Mulia"

Telingaku mendengar Zea memanggil dari luar pintu.

'Mengapa cepat sekali ia datang?'

Ah benar, aku baru ingat. Hari ini adalah hari ulang tahun Kaisar.

Aku yang ingin duduk, dipeluk lebih erat.

"Nerva"

Tanganku menepuk pelan lengan besar yang melingkari seluruh tubuhku.

"Eeemm" dirinya hanya bergumam pelan.

"Bangun, kita harus siap siap"

Nerva tidak menggubris perkataanku, malah membenamkan wajah dan mengendus tulang selangkaku.

"Ugh, Nerva!"

Aku kesal sedikit berteriak, telapak tanganku berusaha melepaskan wajahnya agar terlepas dari dadaku.

"Hm?"

Dengan mata hitamnya yang setengah terbuka Nerva seolah bertanya ada apa?

Haahh.

"Kita bisa berpelukan nanti, sekarang kita bersiap siap lebih dulu, ya?" kedua tanganku membelai seluruh wajahnya.

"Tidak mau"

Nerva menjawab dengan nada tidak suka, malah menutup mata merasakan sentuhan yang aku beri.

"Bersiap siap sambil berpelukan bagaimana?"

Ini hal terakhir yang aku lakukan kalau Nerva sudah tidak bisa mendengarkanku. Itu juga alasan mengapa kita akan selalu bersama apa pun yang terjadi.

Mendengarku berkata begitu, Nerva tersenyum. "Baiklah."

Tok tok

"Yang Mulia?"

Tepat ketika aku ingin membunyikan lonceng, Zea kembali mengetuk pintu.

"Masuk"

Zea yang sudah sering melihat pemandangan Nerva memelukku dengan erat segera menyuruh beberapa pelayan untuk bersiap. Awal pertama Zea melihat kami, wajah dan telinganya memerah. Aku ikut malu dengan perubahan wajah Zea, tapi sekarang baik baik saja.

"Yang Mulia, air kamar mandi sudah siap."

"Terimakasih Zea" mengangkat kepalaku sedikit, agar wajah Zea bisa terlihat.

"Nerva" Nerva tidak melepas eratan lengannya meski aku sudah duduk. "Bangun, kita harus mandi"

Mata hitam Nerva terbuka dan menyipit karena kedua bibirnya tertarik ke atas.

"Baiklah"

Tidak membiarkan kedua tangannya lepas dariku, ia menaruh tangan di punggung dan kaki. Menarikku mendekat padanya, dirinya berdiri dan langsung membawaku untuk berada di pelukannya. Aku yang sudah hafal, segera melingkarkan lenganku di lehernya.

Di sepanjang jalan wajah Nerva selalu berada di dadaku. Anehnya meski ia tidak melihat jalan, Nerva tidak pernah terjatuh atau salah jalan.

Aku membantu Nerva membuka pintu.

Kami masuk ke dalam kamar mandi pribadi milik Kaisar. Bentuknya serupa kolam renang pribadi dengan beberapa pilar yang mengelilingi bak.
Ternyata ada beberapa pelayan yang sudah menunggu kami di dalam.

Be a Stepmother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang