Bagian Enam Puluh Dua

6.1K 545 46
                                    

Selagi berjalan kembali ke kamar, aku memijat belakang leherku. Merilekskan bahu dan leher yang tegang. Pertemuan tadi adalah pertama kalinya aku berbicara di depan beberapa orang lebih tua sebagai pengambil keputusan.

Informasi yang aku dapatkan, seluruh Kekaisaran di landa badai angin di mulai dari aula. Anehnya tidak ada satu pun yang ingat kejadian tentang Nerva berubah menjadi Belial dan kenyataan bahwa ia membunuh seseorang. Pasti ini perbuatan Tuhan.

Aku juga belum mendengar apa pun kabar dari-Nya. Tidak seperti buku buku fantasi lain yang setelah di panggil Tuhan akan berada di dekat orang yang memanggil. Apa akan ada waktu di mana aku bisa bertemu dengan-Nya?

Sebelum pergi untuk melihat Nerva, aku ingin melihat sebentar keadaan Devian.

Sepelan mungkin membuka pintu, mengira kalau Devian sudah tidur pulas di atas kasur. Perkiraanku salah, ia memang sudah menutup mata tapi di atas kursi yang menghadap langsung ke pintu. Mengantuk-antukkan kepala.

“Yang Mulia” Anna yang berdiri di samping Devian segera menyapaku dengan bisikan.

“Mengapa tidak tidur di kasur?” menutup pintu sepelan mungkin, diriku berjalan.

“Itu karena Pangeran bersikeras untuk menunggu Yang Mulia.”

Aku melihat Devian ketika mendengar apa yang di katakan Anna. Haahh, pasti Devian cemas dan harus sabar karena aku masih memiliki urusan lain. Aku juga belum bisa meninggalkan Nerva sendirian begitu saja. Masih merasa was was takut kalau ada kejadian yang tidak diinginkan terjadi. Di sisi lain, Devian juga membutuhkanku.

‘Berhenti berfikir terlalu banyak, mari lakukan saja apa yang aku bisa.’

Menganggukkan kepala, diriku berlutut di depan Devian. Saat kedua tanganku ingin mengangkat Devian, mata hitam berkedip.

“Ibu?” suara kecil nan serak itu terdengar.

“Iya. Ibu di sini. Kau belum tidur?” memandang wajah kecilnya, aku berbicara selembut mungkin.

“Aku menunggu Ibu.” Devian berkata sambil mengusap matanya dengan tangan mungil.

“Sekarang Ibu di sini”

Tanganku mengusap wajahnya yang terlihat masih mengantuk.

“Ya”

Mengingat Devian masih anak anak dan betapa penuh jadwalnya sudah pasti ia mengantuk, apalagi hari ini ia menangis terlalu banyak.

Devian tertidur di tanganku yang sedang memegang pipinya. Aku akhirnya membawanya ke kasur.

“Kau boleh pergi Anna”

Anna menunduk dan meninggalkan kamar.

Memposisikan diri, aku berbaring di samping Devian. Aku akan tinggal sedikit lebih lama dan pergi ke kamar Nerva.

🐰🐰🐰

Aku membuka mata karena merasa pipiku dimainkan oleh seseorang. Begitu mataku terbuka sepenuhnya, aku melihat mata hitam mungil membesar. Devian pasti tidak mengira jika aku bangun.

Be a Stepmother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang