Bagian Tujuh belas

20K 2.3K 31
                                    

Bagaimana caraku menghadirkan emosinya lagi? Apa yang terjadi kalau aku gagal? Kenapa anak sekecil harus melewati hal yang mengerikan? Semua pikiran pikiran itu terlintas, saat aku melihat seorang anak yang sedang tertidur.

Kehidupanku dulu, aku memang sering sekali bermain dengan anak anak saat aku menjadi relawan di panti asuhan. Tapi tentu saja, aku tidak pernah bertemu dengan anak seperti Devian. Tidak memiliki emosi sangat berbeda dengan anak yang nakal.

Anak nakal, memang sangat sulit diatur. Namun, mereka masih memiliki emosi yang memungkinkan kita bertindak, sambil memperhatikan ekspresi yang diberikan anak. Masalah Devian, apa yang harus aku lakukan?

Dari awal, Devian memang sudah kesulitan memilah nama emosi emosi yang ia rasakan. Rencananya, aku akan menyuruh Devian belajar untuk lebih memperhatikan emosi yang ia keluarkan. Dari reaksi fisik hingga perasaannya. Tapi kalau begini, bagaimana?

Tiba tiba air mata jatuh. Haahh, mengapa aku dari sekian banyak orang yang harus masuk ke dalam tubuh Forsythia? Aku bukan siapa siapa. Lebih banyak orang yang pastinya lebih mampu. Kenapa tidak seseorang yang ahli didunia anak anak? Kenapa harus aku?

"Hiks huuuhh" aku menahan suaraku, agar tidak mengganggu tidur Devian.

Melihat nyenyaknya Devian tidur, membuatku sadar.

Bukan saatnya aku begini. Sekarang hanya aku yang bisa membantu Devian. Ia memang memiliki ayah, tapi Nerva belum sepenuhnya dekat dengan Devian.

'Baiklah, mari kita cari sesuatu tentang emosi'

Aku beranjak dari tempat tidur, berbisik pelan ditelinga anak ini "Tidur nyenyak, anakku".

Semoga, keinginanku ini terkabul.

Tempat yang aku tuju sekarang perpustakaan. Buku adalah solusiku saat ini.

🐰🐰🐰

"Permaisuri"

Aku mendengar suara sayup sayup orang memanggilku. Mataku mengerjap berulang kali. Ah apa aku tertidur?

Aku melihat Zea berada tepat didepanku. Ketika aku ingin mengangkat kepalaku "Ugh". Bagian belakang leher, terasa sakit. Ternyata aku semalaman, aku tertidur diperpustakaan.

"Yang Mulia, haruskah saya memanggil dokter?" Zea terlihat khawatir.

"Ugh, tidak perlu. Jam berapa sekarang?" aku berkata sambil memijat tengkuk leher, yang tegang.
Zea mengeluarkan jam saku "Jam 1 siang Yang Mulia"

"APA?" aku tidak tau jam berapa aku tertidur, tapi aku tidak pernah tau jika bisa bangun sesiang ini. "Kenapa kau tidak membangunkanku, Zea?" aku segera merapikan buku buku yang aku baca diatas meja.

"Yang Mulia tidur sangat nyenyak dan hari ini tidak ada jadwal yang berarti."

"Baiklah, sekarang dimana Devian?" daripada ribut hanya karena masalah sepele, lebih baik aku tau dulu dimana Devian berada.

"Sedang bermain bersama Anna Yang Mulia"

Aku mengangguk "Bantu aku bersiap"
Syukurnya, Devian memiliki Anna.
Membersihkan badan dan berganti baju, aku pergi ke tempat dimana Anna dan Devian berada.

Sesampainya aku disana. Aku tidak melihat Devian, hanya Anna yang tengah berdiri dibawah pohon, sambil beberapa kali melihat ke semak semak.

"Anna, dimana Devian?" aku bertanya, karena tidak mengerti perilaku cemasnya.

"Yang Mulia, Pangeran ada dibalik semak semak. Pangeran berkata, ia ingin menolong seekor burung, tapi belum kembali"

"Kalian disini saja, aku yang akan pergi"

"Yang Mulia"

"Tap..."

Anna dan Zea, mereka berdua ingin menghentikanku.

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Disana bukan, Anna?" aku menunjuk ke semak semak yang berulang kali dilihat Anna.

"Ya, Yang Mulia"

Aku berjalan pelan, ingin mengejutkan Devian. Tapi ternyata, ia tidak ada dibalik semak semak. Devian duduk lumayan jauh, memunggungiku. Langkah kakiku terhenti setelah mendengar suara burung yang berteriak.

Tidak mungkin!

"De devian?" kegugupanku terpancar dari suaraku yang gagap.

"Oh, Ibu?" Devian berbalik, aku jadi bisa melihat anak ini sedang memegang burung.

Piiiiip piip pip

"A apa yang kau lakukan?" aku bingung, haruskah aku terkejut atau haruskah aku marah?

Devian memang hanya memegang burung, tapi pegangannya sangat erat. Burung itu bisa mati jika dipegang seerat itu.

"Sedang bermain" mudahnya Devian menjawab, sambil tersenyum.

"Apa?" kali ini aku benar benar terkejut.

"Burung sedang tertawa, lihat" Devian semakin mengeratkan kedua tangan yang memegang burung.

Piiip pip pip.

Tidak! Jika seperti itu, burungnya akan mati.

"Berhenti Devian"

Apa ini efek yang ditimbulkan ketika tidak ada emosi? Apa mungkin, bagi Devian reaksi menangis Salvia dinovel artinya wanita itu bahagia? Dinovel, penyiksaan itu tidak berhenti sampai Devian remaja. Sangat mungkin, Devian tumbuh menjadi orang yang tidak memiliki emosi.

"Mengapa?"

"Karena Ibu, ingin bermain dengan Devian. Jadi taruh burung itu dibawah." Tenang Forsythia tenang.

"Baik"

Untungnya, setelah aku berkata. Ia langsung menaruh burung itu ditanah dan pergi kearahku. Mulai sekarang aku harus segera, membantu Devian mengeluarkan emosinya.

***

Sebenarnya, habis aku update bab kemarin. Aku punya keraguan, mau hiatus sambil tamatin dulu baru update, atau seperti biasa, nulis habis itu update.


Terimakasih yaa orang orang baik. Berkat komentar dan dukungan kalian, aku jadi bisa terus nulis.

Okey segitu aja curcol author.

Sampai jumpa, lusa 🤗

Be a Stepmother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang