Dua Puluh Sembilan

2.3K 200 1
                                    

Selesai makan, mereka memutuskan untuk ke sungai Han agar melepaskan beberapa beban mereka. Limario dan Alice secara tidak langsung memiliki kisah cinta yang tragis, keduanya ditinggalkan oleh pasangan mereka demi orang lain

"Ngelupain Bambam nggak semudah apa yang aku pikirin sekarang Lim. Kadang, makin coba ngelupain malah makin ada aja yang bikin aku inget sama dia. Gatau tuh anak peletnya apa sampai ngelupain dia aja sesusah itu" Ujar Alice memandang sungai Han yang nampak tenang

"Aku juga awalnya gitu eonni, eonni sendiri tau kan betapa frustasinya aku pas Diana malah berkhianat? Aku bahkan pernah hampir bunuh diri cuman ya, balik lagi eonni. Kita hidup kadang nggak bisa terus-terusan sesuai sama apa yang kita harepin. Roda kehidupan itu berputar terus eonni, ga selamanya kita ngerasain diatas terus. Suka tidak suka, kita juga harus ngerasain gimana rasanya dibawah. Ngerasain jatuh sejatuh jatuhnya untuk bisa belajar tentang yang namanya sabar dan mengikhlaskan" Ujar Limario sembari ikut memandangi sungai Han yang nampak tenang seperti biasanya

"Kau masih mencintai Diana?" Tanya Alice dengan tiba-tiba

"Mencintai bukan harus memiliki. Aku pernah baca, level tertinggi mencintai seseorang adalah membiarkan dia bahagia dengan pilihannya" Ujar Limario lagi, Limario kemudian membuka jaketnya dan memakaikan dikedua pundak Alice

"Eonni sudah tau aku mengajak keluar, bukannya memakai baju yang menghangatkan malah pakai baju kaos" Gerutu Limario sembari memperbaiki posisi jaketnya pada tubuh Alice. Alice menatap Limario dalam, dulu Alice pernah menyukai Limario tapi Alice meyakinkan dirinya sendiri bahwa perasaannya itu salah. Bagaimanapun, Limario sudah seperti adik baginya

"Huft, apa kau belum mau pulang?" Tanya Limario karna merasa udara disekitar sekarang semakin dingin

"Kajja, kita pulang" Ajak Alice yang kemudian berjalan terlebih dahulu, Limario mengikuti sembari mengusap kedua bahunya. Setelah didalam mobil, Limario melajukan mobilnya menuju ke rumah Alice

"Apa kau sudah izin pada Jennie?" Tanya Alice ketika mereka sudah berada diperjalanan pulang

"Sudah, wae?" Tanya Limario karna tadi memang Limario berpamitan kan pada Jennie? Meskipun kesannya jutek sekali

"Anni, aku punya firasat kau dan Jennie tidak akur" Ujar Alice sembari memperhatikan jalanan yang sudah mulai sepi karna waktu mulai memasuki tengah malam

"Anni, aku dan Jennie baik-baik saja" Ujar Limario sembari fokus ke jalanan yang ada didepannya

"Apa karna masalah tadi?" Tanya Alice menoleh kearah Limario yang fokus ke jalanan

"Tidak eonni, kami baik-baik saja" Ujar Limario lagi sembari menghela nafasnya pelan

"Nanti aku akan berbicara pada ChaeYoung untuk meminta maaf kepada kalian berdua secara langsung" Ujar Alice lagi, mengingat jika Limario dan Jennie bertengkar itu pasti salah ChaeYoung yang ketiduran dan lupa menjemput Jennie

"Anni, eonni sudahlah. Aku dan Jennie baik-baik saja, aku akan mendiami ChaeYoung saja agar dia belajar untuk lebih bertanggung jawab. Aku seperti ini karna Jennie baru disini apalagi Jisoo menitipkan Jennie padaku, coba bayangkan kalau Jennie tidak sampai ke apartemenku. Mungkin Jisoo akan langsung menembakku" Ujar Limario, Alice menghela nafasnya kemudian mengangguk saja. Bagaimanapun sifat Limario, tentu saja Limario tidak tega jika ChaeYoung dimarahi terus

"Gwenchana eonni, semua baik-baik saja. Fokuslah pada pembangunan perusahaanmu" Ujar Limario sembari tersenyum. Setelah beberapa saat, mereka kini sudah sampai dirumah Alice

"Turunlah eonni, gomawo sudah menemaniku. Pakailah dulu jaketku, berjaga-jaga jika eonni merindukanku" Ujar Limario sembari tertawa kecil dengan perkataannya

"Haish, pabo. Kau berhati-hatilah, langsung pulang. Jangan kemana-mana, awas kau" Ujar Alice kemudian turun, Limario menurunkan kacanya dan melambaikan tangannya pada Alice. Setelah Limario pergi, Alice masuk kedalam rumahnya untuk beristirahat

"Haish, sebenarnya aku ingin kembali ke sungai Han tapi jika Alice eonni tau. Bisa-bisa aku dijadikan pajangan di perusahaan barunya nanti" Ujar Limario, Limario kemudian menghela nafasnya dan kembali menjalankan mobilnya menuju ke apartemen miliknya.

"Apa Jennie sudah tidur?" Tanya Limario pada dirinya sendiri ketika Limario sudah berada didepan pintu apartemennya. Limario kemudian membuka pintu apartemennya menggunakan akses card

"Jen?" Panggil Limario tapi tidak ada jawaban, Limario kemudian berjalan sembari membuka sepatunya. Ketika hendak naik ke atas, Limario melihat Jennie sedang tertidur diruang tv

"Mwo? Apa dia menungguku?" Tanya Limario, Limario kemudian mendekat dan melihat wajah teduh Jennie yang tertidur. Limario kemudian melirik cangkir kopi susu yang selalu Jennie buatkan untuknya

"Haish, aku jadi tak tega marah padanya" Ujar Limario, Limario kemudian menghela nafasnya dan berlalu membuka pintu kamar Jennie. Setelah itu, Limario kembali ke Jennie dan mengendongnya. Tidak mungkin Limario membiarkan Jennie tertidur di sofa, yang ada besok pagi Jennie akan kesakitan diseluruh tubuhnya. Setelah memastikan Jennie aman dan nyaman, Limario keluar dan menuju ke ruang tv

"Kopi susunya jadi tak panas lagi, apa selama itu Jennie menungguku?" Tanya Limario ketika meminum sedikit kopi susu yang sudah dingin itu. Limario kemudian duduk dan mengecek jadwal penerbangannya sembari meminum kopi susu yang sudah tak panas itu. Setelah selesai meminum kopi susunya, Limario bergegas naik ke lantai atas untuk beristirahat

CaptainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang