"mama udah baikan belum?" Tanya Abigail saat dirinya akan menaiki motor Anan.
"Udah, kemarin udah balik rumah tuh terus lanjut urusin bunganya."
Abigail mengangguk setelah menerima helm yang Anan berikan padanya.
"Kue juga udah gue kasih ke mama, terus katanya mama suka sama hadiah yang kita kasih." Abigail tersenyum senang.
"Bagus dong!" Serunya. "Tapi, tumben Lo bawa motor. Mana ducati gini lagi."
Memang benar kalau Anan sekarang sedang menaiki motornya. Setelah pulang ke rumah Hilmy, ia akan membawa Abigail pulang. Gadis itu sudah berkoar tanpa henti sejak tadi, dan sebelum ditanyai macam-macam, Anan harus cepat mengantar Abigail untuk pulang.
Tapi sepertinya Anan terjebak. Abigail sudah lebih dulu mengintrogasi dirinya.
"Ngapain bawa ducati gue tanya? Biasanya juga bawa Vespa doang. Katanya bawa motor ginian ribet." Ucap Abigail lagi.
"Oh, gue kepengen aja. Lama banget gak gue kendarain, takut ada yang berkarat."
"Lo kata sepeda, rantainya berkarat. Motor mahal Lo itu ga akan berkarat." Sambar Abigail lagi.
"Banyak ngomong deh. Gue cuma pengen pake doang, diam dan gue anter pulang atau Lo naik taksi?"
Abigail berbalik hendak berjalan pergi, namun Anan menahan bahu gadis itu dan memutarnya balik ke arahnya.
"Jangan ngambek dong. Naik cepetan, gue anter."
"Siapa yang ngambek?" Abigail naik ke atas motor lalu memakai helm yang sudah Anan berikan padanya.
Untungnya Abigail tak pernah berkomentar saat menaiki motor yang anan kendarai. Ia bisa duduk disegala jenis jok motor.
—
Kalau disuruh mengingat tentang apa kenangan terburuknya selama hidup, Anan pasti akan memilih saat masa dirinya menduduki tingkat akhir SMP. Saat itu Anan benar-benar menyesali perbuatannya dan hal itu terus terbayang hingga sekarang.
Anan tidak tahu dan baru sadar kalau ternyata dunia memang sesempit itu. Kalau tahu hal ini akan datang, Anan tak akan pernah berlari seperti orang kesetanan pada saat itu. Sekarang, hidupnya menjadi semakin rumit.
Sejujurnya, Anan tak terlalu menyesali hal itu kalau saja Regan tak menghantuinya hingga sekarang.
Pemuda yang gila balap motor itu sangat menyimpan dendam besar pada Anan. Bukan hanya Anan, tapi juga dengan Hilmy.
Saat itu, Anan masih terlalu kecil dan tidak paham dengan apa itu cinta. Singkat cerita, kalau ingin berbalik pada masa lalu, Anan sudah lebih dulu jatuh hati pada seorang gadis yang ia temui di sekolahnya dulu. Anan memilih jalannya untuk mencintai gadis itu. Namun, siapa sangka kalau takdir berkata lain.
Memang benar kata pepatah, kalaupun kita mencintai gadis yang kita cintai dengan sepenuh hati, itu tak akan kalah dengan halnya memiliki teman sedari kecil. Anan tetap memilih Abigail disegala situasi. Bullshit. Yang benar saja.
"Tiba-tiba gue penasaran, Vianka baik-baik aja gak ya?" Abigail berkata sedikit lantang sebab keduanya sekarang sedang berada di atas motor.
"Kok penasaran?!" Seru Anan lumayan kencang.
"Ya, penasaran aja... Dia adik kak Regan kan,"
"Dih, gak usah modus." Ucap Anan seperti tau apa yang Abigail akan lakukan.
"Siapa yang modus coba, orang nanya kabar doang."
"Vianka kan sekolah di Australia, susah buat hubungin dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Journey Of Us
FanfictionKisah melankolis para remaja sekolah menengah yang merasakan pahit, asam, manis-nya kehidupan dengan hati yang bergejolak bermekaran saat musim bersemi. Written by @lavidamys