Chap 17 : Belajar dan terluka

9 1 1
                                    

Selama hidupnya, Anan selalu menjadi anak yang penuh kasih sayang oleh kedua orang tuanya. Alasan pertama, sudah pasti karena Anan adalah anak tunggal. Kedua, orang tua mereka memang menginginkan anak laki-laki. Namun, hanya satu masalah yang pemuda itu perbuat; terkadang anak itu tak mendengar dan juga sudah melakukan berbagai kenakalan, tentu saja dengan Hilmy sang pelopor.

Namun, senakalnya Anan, pemuda itu juga sangat menyayangi orang tuanya, terutama sang mama. Tak sekali pun pemuda itu melupakan—bahkan wangi parfum yang mamanya pakai saja Anan sampai hafal.

Dan di sinilah Anan sekarang, ditemani Abigail, keduanya sudah menginjak mal sejak 10 menit yang lalu.

"Lo yakin gak mau bantuin tuh anak-anak buat nyari si Shea?" Entah sudah berapa kali Anan bertanya yang hanya dibalas gelengan oleh Abigail.

"Gak perlu, udah ada Hilmy. Gue juga yakin Natta sama Biru ga ikut nyari mereka,"

"Kenapa? Emang ada kabar dari Shea?"

Abigail mengangguk, "tadi Hilmy nelfon katanya gak usah khawatir." Final gadis itu yang dibalas anggukan saja oleh Anan.

Melanjutkan perjalanan kedua insan itu, mereka tidak ingin terburu-buru, setelah berhasil mendapatkan kue yang Anan inginkan—berkat bantuan Abigail—pemuda itu kali ini menuruti keinginan gadis yang ia bawa.

Masalahnya, Abigail terlalu aktif. Belum selesai bermain di zona permainan, Abigail langsung melipir ke outlet kosmetik.

"Nan, ini bagus gak? Kata orang-orang sih stain-nya bagus." Abigail mencoba tester salah satu liptint berwarna maroon.

"Kenapa merah gitu sih," kelit Anan.

"Kenapa emang?"

"Cewek yang bibirnya merah tuh kayak cabe-cabean." Kata Anan lagi.

Abigail menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang baru saja Anan katakan. Ia hendak memukul Anan, tapi seperti sudah paham, Anan menjauh lebih dulu.

"Eh, Lo kira lipstik merah tuh buat cabe-cabean doang? Ini hadiah buat mama tau!" Pekik Abigail kemudian.

"Hah, buat mama?! Kok gak bilang? Wah, ini sih bagus banget." Kata Anan yang kini sudah kembali berdiri di sisi Abigail.

Bukk!

"Aw!"

"Akhirnya gue bisa mukul Lo."

"Bigel!"

"Apa?!" Seru Abigail lantang tak ingin kalah. "Jadi gimana, cantik gak? Kalau menurut gue mama cocok sama warna ini."

Anan memicing, "kalau udah dapet jawabannya kenapa nanya pendapat gue? Lagian, gue ga tau ginian, kenapa nanya ke gue coba?"

"Beliau mama Lo, harusnya lebih tau dong." Seru Abigail lagi.

Anan terlihat berpikir sebentar. "Mama lebih suka pakai warna yang lebih natural orange gitu."

"Nude maksudnya?"

"Heh cocor Lo!"

"Nude maksudnya bukan nude yang itu anak telmi! Itu warna. Kayak gini nih," Abigail menunjuk pada salah satu warna lipstik di rak yang juga bersebelahan dengan lipstik yang Abigail pilih sebelumnya.

"Oh, iya kayak gitu!" Ujar Anan kemudian.

"Ceweknya banyak, tapi kok masih gak paham sama cewek."

"Maksud Lo?!" Pekik Anan tak terima.

Abigail melirik pada jam di pergelangan tangannya. Mereka sudah terlalu telat.

"Lo jadi gak cariin mama dress?"

The Journey Of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang