Chap 43 : Calm down

7 0 0
                                    


"Udah ada kabar dari Natta atau Hilmy?"

Setelah menutup panggilannya yang sudah gagal entah ke berapa kalinya, Anan kini berbalik pada Abigail. Ia mengangguk sebagai jawaban.

Sore itu sedang mendung, dan setelah pulang dari sekolah, Abigail dan Anan memutuskan untuk mampir sebentar di salah satu kafe depan sekolah. Kalau situasinya memungkinkan, Abigail tak akan sekhawatir ini. Masalahnya, Anan berucap bahwa hari ini Natta dan Hilmy tak masuk sekolah.

Abigail pun berkata demikian karena memang hari ini, baik Sheana maupun Nabiru tak ada di bangku kelasnya. Abigail menjadi panik berlebih dan hanya bisa ditenangkan oleh Anan.

"Gimana kalau ada masalah, Nan?"

Anan tetap merangkul Abigail yang tengah terduduk di sebuah bangku sedangkan Anan lebih memilih untuk berdiri di sebelah Abigail.

"Gue mau bilang gak papa, tapi gue juga panik." Ujar Anan kemudian.

"Apa kita ke rumah mereka aja?" Saran Abigail.

"Lo mau ke rumah mereka satu persatu buat ngecek doang?" Anan bertanya ulang.

"Ya, habisnya aneh. Masa semuanya gak dateng barengan? Kayak pada janjian aja." Tutur Abigail lagi.

"Ke rumah Hilmy aja yang paling deket, terus mampir ke rumah Shea, gimana?" Tanya Anan yang langsung diangguki oleh Abigail.

Lagipula rumah Hilmy dan Sheana berdekatan, Abigail juga bisa bertanya pada Nabiru tentang Natta jika bertemu nanti. Maka, Abigail mengangguk setuju. Ia berdiri dari duduknya lalu memakai helm miliknya siap untuk berangkat bersama Anan.

Pemuda itu menyisir jalanan sore yang lumayan padat oleh pengendara. Wajar saja, karena ini adalah jam pulang kerja. Tapi, Anan juga tipe yang tak suka menunggu, jadi, pemuda itu memotong jalanan mengambil jalan tikus yang kebetulan ia tahu.

"Pelan-pelan, Nan. Rumah Hilmy gak bakal hilang." Anan ketawa saat diberitahu Abigail. "Malah ketawa, gue serius tau."

"Iya, ini juga pelan kok."

Tak membutuhkan waktu lama, kedua insan itu sudah sampai di depan rumah Hilmy. Abigail turun dari motor dan berjalan memeriksa rumah Sheana, tampak gelap dan rumahnya juga terkunci seperti tak memiliki penghuni. Sedangkan Anan, pemuda itu memeriksa rumah Hilmy dan Nabiru, namun nihil, tak ada tanda-tanda kehidupan juga di sana. Pintu rumah terkunci, tapi anehnya, lampu di dalam rumah itu masih menyala.

"Gimana, Nan?" Tanya Abigail setelah kembali dari rumah Sheana.

Anan menggeleng sembari berkacak pinggang sebagai jawaban. "Nggak ada orang. Tapi, lampu rumahnya nyala."

Abigail kembali menggigiti jari tangannya dilanda panik. "Kita harus hubungin siapa lagi?" Tanyanya kemudian.

"Perasaan gue gak enak..." Sambung Anan lagi.

"Aw, pelan-pelan, babi!" Tegur Natta kesal.

Pasalnya, Kalingga membersihkan luka pemuda itu dengan penuh penekanan.

"Nggak bakal luka, gue udah terbiasa."

"Terbiasa apa? Obatin luka orang?"

"Gosok punggung orang." Jawab Kalingga santai, masih fokus mengobati luka goresan di pipi Natta dengan obat merah.

"Bangsat. Jauhin tangan Lo!" Pekik Natta kemudian. Ia mendorong pelan tangan Kalingga memberi tanda untuk berhenti melakukan tugasnya. "Yang ada luka gue gak sembuh-sembuh."

"Gak usah manja. Gue cuma pakein obat merah doang, gak bakal bikin luka Lo jadi mekar."

Natta tak berkutik lagi, ia membiarkan Kalingga membersihkan luka di wajahnya.

The Journey Of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang