Anan melipir keluar setelah melihat ponselnya yang berulang kali berdering. Pemuda itu menatap nama yang tertera di layar ponsel dan disana tertuliskan nama 'si brengsek'. Anan meremas ponselnya sendiri geram lalu memilih untuk mengangkatnya di luar ruangan.Abigail melirik pada Anan dan merasa aneh. Ia kenal baik dengan Anan, ia tau setiap ekspresi yang Anan tampilkan. Dan kali ini, pemuda itu terlihat tengah gelisah.
"Apa lagi?"
"Lo liat pertandingan kan? Jangan harap Lo bisa bangga karena tim Lo menang."
"Mau Lo apa, brengsek?"
"Lo yang mulai permainan ini dan sampai sekarang masih berlindung di balik teman-teman pecundang Lo itu."
Anan semakin geram, giginya mengatup kesal, "bangsat, bilang aja mau Lo tuh apa!"
"Gue udah pernah bilang kan? Abi-"
"Tutup mulut setan Lo itu, dia ga akan pernah jatuh ke tangan lo."
"Bukan buat gue kok,"
"Gue tau ya anjing, mau itu Lo atau Regan, Bigel ga akan pernah bisa Lo jadiin mainan selagi gue masih hidup."
"Anan?" Suara memanggil membuat Anan kalang kabut. Ia cepat-cepat mematikan panggilan sepihak dan berusaha tersenyum setenang mungkin.
"Sejak kapan Lo di sini?" Tanya Anan kemudian.
"Sejak awal Lo nelfon. Tapi, kenapa nama gue disebut-sebut?"
Mampus, Anan semakin gusar. "Oh, anu, nggak-"
"Apa yang Lo sembunyiin dari gue? Lo gak biasanya gini Anan."
"Lo gak bakal paham, Bigel,"
"Apa? Tentang kak Regan? Ada apa sama dia? Dia orang kayak apa? Jahat?"
Anan merasa seperti dilempari Abigail dengan beribu pertanyaan, bahkan ia merasa lebih gusar daripada harus menghadapi wawancara saat ingin melamar kerja. Anan merasa sudah terjebak kali ini.
"Enggak. Bukan apa-apa,"
"Jadi, kak Regan aman kan?"
Anan melotot, "Lo beneran suka sama Regan?!"
"Kak Regan. Yang sopan goblok." Kata Abigail meralat perkataan Anan yang hanya sekonyong-konyong menyebut kata Regan tanpa embel-embel 'kak' atau 'bang'.
"Hm, dari cara Lo ngomong ada yang gak beres, coba kasih tau gue, Anaaan," Abigail tak tahan lagi. Ia terus membujuk Anan tanpa ampun.
"Sebenarnya..."
-
Hilmy tidak main-main saat dirinya berkata kalau kali ini ia akan mengalahkan Regan. Dipermainan terakhirnya, tim Hilmy lagi-lagi berhasil mencetak poin.
Regan kalah telak.
Penonton bersorak kegirangan. Hilmy bukan tak punya fans, banyak malah. Tapi sayang saja karena timnya selalu kalah. Namun kali ini, seperti memenangkan lotre, para penonton berteriak sangat kencang.
Hilmy memancarkan seringaian andalannya pada Regan.
Ia membuktikan perkataannya, dan tampaknya Regan sedang tidak baik-baik saja sekarang. Tangannya mengepal penuh amarah, Hilmy bisa merasakannya.
Setelah diberi waktu untuk beristirahat, Hilmy memilih bergabung dengan teman-temannya. Pemuda itu meneguk botol air sekaligus hingga menjadi setengah, lalu maniknya melirik kesana kemari seperti tengah mencari seseorang.
"Sheana mana?" Tanyanya kemudian.
"Oh, gue lupa!" Nabiru menepuk jidatnya. "Tadi katanya dia izin ke UKS. Kaki dia kayaknya terkilir deh, dia pincang gitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Journey Of Us
FanfictionKisah melankolis para remaja sekolah menengah yang merasakan pahit, asam, manis-nya kehidupan dengan hati yang bergejolak bermekaran saat musim bersemi. Written by @lavidamys