Dua hari sebelum ujian..."Lo beneran ngaku, bro?! BENERAN?!" Tuntut seorang pemuda pada Kalingga yang sedang asik menyesap rokoknya.
Saat itu sudah menunjukkan pukul 11 malam, waktu dimana ia selesai bertemu dengan Sheana, waktu dimana semuanya telah selesai baginya.
Setelah mengirim sebuah pesan text pada Sheana, pemuda itu memilih untuk bersembunyi.
"Iya, Rik, berapa kali lagi gue ulang?" Katanya lemah.
"Terus, lo mau sembunyi dari cewek itu? Atau jangan-jangan lo mau berhenti sekolah?!" Pekiknya sekali lagi pada Kalingga.
"Boleh, Rik?"
"Dimarahin bapak Lo nanti anjir,"
Kalingga menghela napasnya panjang. Ia sungguh lelah.
"Gue capek, Rik. Pengen berhenti. Sampai saat ini pun gue gak pernah ditakdirkan punya temen. Sifat gue seburuk itu, ya?"
Pemuda yang mendengarkan cerita Kalingga hanya bisa menatap sinis.
"Terus gue siapa lo anjir? Dari orok lo cuma curhat sama gue, lo anggap apa?!" Kesalnya kemudian.
"Lo kan sepupu gue, Erik Sabrean." Tekan Kalingga tanpa semangat sedikit pun.
Pemuda yang dipanggil 'Erik' itu hanya bisa menatap Kalingga dengan nelangsa. Memang benar, Erik adalah sepupunya, mereka juga sepantaran, hanya saja, mereka lebih jarang ketemu setelah Kalingga pindah ke sekolah barunya saat ini. Ini lagi Erik bela-belain datang jauh-jauh dari Bandung ke Jakarta cuma karena Kalingga mengirimkan satu pesan text padanya.
Kalingga spp tersayang muach ily
Rik, gue nyerah lagi
Dan membuat Erik mau tak mau harus menghampirinya. Selama tinggal di Jakarta, Kalingga memang sudah jarang bertukar pesan dengan Erik, hanya sebuah sapaan seperti apa kabar, atau perdebatan mereka tentang adu nasib yang selalu mereka lakukan. Tapi, Erik sudah sering berkata kalau mereka sudah bersama sedari kecil, sakitnya Kalingga pun harus pemuda itu bagi pada Erik. Maka, Erik lah yang menjadi satu-satunya yang Kalingga percaya. Pada akhirnya, Kalingga tak benar-benar memiliki teman dan kembali bermain dengan sepupunya seperti kecil dulu.
"Jadi, apa rencana lo?"
Kalingga kembali menyesap rokoknya, ini sudah batang rokok ke-empat. Erik jadi khawatir sendiri, Kalingga tak biasanya se-terpuruk ini, terakhir itu saat polisi menyatakan kasus mama Kalingga resmi ditutup. Bahkan Kalingga saat itu sudah sampai dititik terendahnya.
"Gue mau ditemenin sama lo aja beberapa hari ini," jawab Kalingga pada Erik.
Erik mengangguk, ia akan melakukan apa yang Kalingga katakan. Lagi pula, Erik juga sudah mendapatkan libur sekolahnya. Memang, sekolah Kalingga saja yang ujiannya lama.
"Lo balik ke sekolah pas ujian deh, Lingga. Kalau gak ikut pelajaran tambahan mah oke, tapi, pikirin papa lo, Lingga."
"Papa aja kabur-kaburan terus kejar musuh."
"Iya, ya, gue denger om udah sampai ke Taiwan naik kapal pembelot cuma buat kejar duit doang."
Kalingga terkekeh pelan lalu membuang puntung rokoknya setelah itu ia menginjaknya tanpa ampun.
"Kurang drama apa lagi hidup gue, Rik." Erik mengangguk setuju dengan perkataan Kalingga.
"Gue juga berasa lahir dari keluarga yang penuh drama."
"Yang penting om Wira bukan mafia kek bapak gue anjir." Kelakar Kalingga.
"Tapi bapak gue rentenir bangsat." Jawab Erik kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Journey Of Us
Fiksi PenggemarKisah melankolis para remaja sekolah menengah yang merasakan pahit, asam, manis-nya kehidupan dengan hati yang bergejolak bermekaran saat musim bersemi. Written by @lavidamys