Nabiru menarik tangan Natta ke belakang gedung kantor polisi, karena jika di tempat parkir, sudah pasti mereka akan bertemu dengan mobil orang tuanya.Dan setelah dirasa sepi, Nabiru mulai menatap manik Natta begitu dalam seperti mendesak pemuda itu untuk memberinya penjelasan.
"Jelasin. Kok diam?" Ujar Nabiru yang membuat Natta keheranan. Pasalnya, pemuda itu benar-benar tak tahu apa maksud dari Nabiru yang tiba-tiba menariknya.
"Hah?"
"Kiranya aku nggak tau?" Nabiru tiba-tiba menjadi emosi. "Aku liat Ara di dalam kantor polisi. Masih gak mau jelasin juga?" Tanyanya sekali lagi.
Setelah berkata seperti itu, barulah Natta tersadar kalau pemuda itu harus menjelaskan semuanya pada Nabiru sejak awal.
Natta dibuat kebingungan saat ini. Bingung harus memulai dari mana agar Nabiru tak marah.
Sebenarnya alasan Natta sangat klise, namun, siapapun yang mendengar alasan itu pasti akan ikut kesal. Tidak ada seorang pria yang memiliki kekasih mengikuti ke mana mantannya pergi. Walaupun memang saat itu sedang gentingnya.
Natta mengulum bibirnya, lalu berdehem, bagaimanapun ia harus menjelaskannya pada Nabiru.
"Maaf, aku gak sengaja liat Ara dijambak sama cowok yang badannya gede. Aku kira dia bakal diculik, ternyat—
Plaak
Tak menunggu penjelasan dari Natta selesai, tangan Nabiru sudah mengepal kesal. Dan setiap pemuda di depannya itu menyuarakan penjelasannya, dirinya semakin panas membuat tangan gadis itu akhirnya melayang menampar pipi Natta tanpa jera.
Natta sontak dibuat terdiam. Oke, pemuda itu sadar kalau dirinya memang salah. Bahkan Natta bisa melihat manik Nabiru yang berbinar seperti sudah lama menahan emosinya.
"Maaf..." Nabiru masih terdiam, menatap Natta dengan penuh kebencian malam itu. "Aku beneran lakuin itu tanpa sadar, Biru gimanapun, aku liat dia di depan mata aku. Dia gak ngelawan dan aku pikir dia bakal dalam bahaya."
"Dan dengan bodohnya kamu ngikutin dia, iya?" Tanya Nabiru masih kesal.
"Biru,"
"Natta... Kamu itu buruk dalam peka kepada seseorang, termasuk aku, Nat. Kamu selalu seenak jidat lakuin apa yang kamu mau tanpa pikirin konsekuensinya, siapa yang terluka atau siapa yang bakal nangis." Nabiru semakin melantangkan suaranya. Malam itu, rasanya Nabiru ingin mengeluarkan segala kegelisahannya.
"Biru, dengerin aku dulu bisa?"
Nabiru memejamkan matanya berusaha menyongsong udara untuk masuk ke dalam hidungnya, lalu lambat laun ia menenangkan dirinya. Setelah dirasa lega, Ia siap mendengarkan penjelasan dari Natta.
"Boleh aku jelasin?" Tanya Natta kembali.
"Boleh." Jawab Nabiru apatis.
"Walaupun Ara mantan aku, bukan berarti aku bisa hindarin dia, Biru. Bukan maksudnya aku tertarik lagi sama dia. Tapi, biarpun gitu, aku kenal Ara cukup lama, dia satu-satunya putri kesayangan orang tuanya. Bahkan pas aku ke rumah Ara, orang tua dia gak pernah marahin dia. Keluarga dia sebaik itu. Aku gak ngebandingin ya, sayang, tapi aku pikir, kalau gadis itu kenapa-napa, siapa yang bakal mengobati patah hati orang tuanya? Dan pas aku yang jelas-jelas jadi saksinya cuma apatis pas itu... Aku gak bisa mikirin hal buruk itu, Biru. Tapi, sekali lagi, aku minta maaf ke kamu..." Natta menunduk setelah menjelaskan semuanya.
Hati Nabiru yang tadinya terbakar emosi seketika menjadi terenyuh. Ia kembali merasa bersalah. Gadis itu sadar, Natta tidak pernah menginginkan hal itu terjadi, lalu, Nabiru juga berpikir, kalau dirinya adalah Natta, mungkin ia akan melakukan hal yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Journey Of Us
FanfictionKisah melankolis para remaja sekolah menengah yang merasakan pahit, asam, manis-nya kehidupan dengan hati yang bergejolak bermekaran saat musim bersemi. Written by @lavidamys