DrrrtEntah sudah berapa kali Hilmy melirik pada ponselnya yang terus bergetar menunjukkan nama 'mama' di sana, namun, enggan untuk ia angkat. Natta yang duduk di sebelah Hilmy pun hanya bisa menghela nafas, karena kini, dirinya pun tak bisa berbuat apa-apa.
"Apa gak diangkat aja?" Tanya Natta kemudian.
"Gue harus ngomong apa coba? Bahkan disaat kayak gini pun gue takut buat pulang." Jawab Hilmy yang kini hanya bisa menundukkan kepalanya bingung.
"Lo gak mau bilang ke orangtua Lo? Gue juga bisa ikut, biar gue yang tanggung jawab."
Setelah berpikir beberapa menit, Hilmy akhirnya memutuskan untuk berdiri dari duduknya. Karena jam sudah menunjukkan pukul 8 malam lewat, dan sedari tadi keduanya hanya duduk termenung di taman yang mereka datangi.
"Jangan ikut campur, Nat. Gue gak bakal bilang kalau ini salah Lo."
Natta ikut berdiri. "Tapi, Biru sebelumnya sama gue, Hil."
"Gue bakal pulang dan jelasin ke orangtua gue. Lo cukup kasih kabar aja ke gue." Ujar Hilmy lagi.
"Lo yang harusnya kasih gue kabar, Hil. Apapun yang terjadi, tolong kabarin gue tentang Biru. Gue mohon kali ini, Lo kepala batu soalnya."
Hilmy terkekeh pelan, ia menepuk bahu Natta pelan. "Gue bakal kabarin Lo. Gue duluan ya?" Natta mengangguki Hilmy dan membiarkannya pulang lebih dulu.
Sedangkan Natta memilih untuk mencari Nabiru sebentar lagi dan pulang ke apartemennya dengan harapan Nabiru tidak kenapa-napa.
—
Hilmy menarik nafasnya panjang sekali lagi, setelah melirik ke ponselnya, ia melihat ada 16 panggilan tak terjawab dari mama dan 12 panggilan tak terjawab dari papa. Ponsel Nabiru yang ia pegang juga seperti itu. Hilmy akhirnya melangkah masuk ke dalam rumah siap untuk menerima segala konsekuensi yang akan ia dapatkan nantinya.
Dilihatnya, baik mama maupun sang papa terduduk di meja makan sambil menundukkan kepalanya seperti sedang kebingungan, atau mungkin khawatir?
"Pa, ma," panggil Hilmy tak bersemangat.
Papa yang tersadar bahwa anak sulungnya sudah pulang langsung menghampirinya dengan langkah cepat dan tak segan menampar pipi pemuda itu. kepala pemuda itu tertoleh ke kiri, Kali ini Hilmy tak melawan, ia berdiri tegak membiarkan dirinya tertampar untuk kedua kalinya.
"Ke mana saja kamu?! Sudah papa bilang berapa kali, jangan keluyuran jam segini! Sudah mau ujian tuh pakai waktu buat belajar, mau jadi apa kamu, Hilmy?!"
Hilmy menunduk, ia benar-benar tak ada tenaga sedikitpun untuk melawan sang papa.
Mama bangkit saat menyadari bahwa anak bungsunya pun belum pulang.
"Hilmy, di mana adik kamu? Bukannya kalian keluar bareng?" Tanya mama kemudian.
Hilmy masih terdiam, tak tahu harus berkata apa. Mama yang menjadi tak sabaran kini mendekati Hilmy, mengguncang pundak anak sulungnya itu sembari kembali bertanya. "Di mana adik kamu, Hilmy?!"
"Nggak tau, ma! Hilmy gak tau. Biru hilang." Akhirnya Hilmy menjawab apa saja yang ada dibenaknya.
Mama jatuh tersungkur mendengar kabar itu. Wanita itu juga sempat melirik pada tangan anak sulungnya, terdapat ponsel Nabiru di sana.
Plaaak
Satu lagi tamparan harus melayang di pipi Hilmy. Raut wajah papa menampilkan kekesalan yang membuat Hilmy takut untuk melihatnya. Amarah pria setengah baya itu terlihat tak terkendali.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Journey Of Us
FanficKisah melankolis para remaja sekolah menengah yang merasakan pahit, asam, manis-nya kehidupan dengan hati yang bergejolak bermekaran saat musim bersemi. Written by @lavidamys