"Gila," Abigail kembali mendudukkan dirinya, lalu, meraih sedotan khusus untuk meminum smoothie-nya sebelum ia benar-benar menyeruputnya sampai hanya tersisa setengah.Anan mengambil tempat di meja samping tak jauh dari meja yang Regan dan Abigail tempati.
"Gue gak tau kalau kalian di sini. Dan, udah gue bilang, gue gak bakal khawatirin Lo." Ujar Anan memperingati Abigail.
Gadis itu menyeringai kesal lalu mengaduk smoothie miliknya sampai hampir berubah menjadi jus.
"Gimana kak? Mau ganti tempat aja?" Cicit Abigail bertanya pada Regan.
"Kalau Lo nggak nyaman, kita bisa pindah." Balas Regan kemudian.
Abigail melirik pada Anan yang tak meliriknya. Ia menggigiti bibir bawahnya sebelum benar-benar membuat keputusan.
"Kita pindah!" Abigail berdiri setelah memutuskan, lalu ia berjalan menuju kasir untuk membayar pesanannya.
Regan ikut berdiri, pemuda itu menyeringai pada Anan kemudian.
"Setelah urusan gue selesai. Temuin gue di tempat kemarin. Gue bakal kirim waktunya ke Lo." Ujar Regan pada Anan pelan sebelum mengikuti Abigail yang kini berada di kasir.
Anan mengepal tangannya kesal.
"Nan, apa rencana Lo sekarang?" Tanya Natta yang ikut ketakutan sekarang.
"Gue tetap ikutin mereka. Udah jelas Regan ga akan lepasin Bigel sebelum sakitin dia. Itu kan yang Regan mau dari gue,"
"Nan, Lo berhenti aja deh. Gimana kalau Lo luka kayak kemarin?" Ujar Natta khawatir.
Anan memicing kesal. "Lo siapa? Pacar gue? Emak gue? Bapak gue? Bukan kan? Gak usah khawatirin gue, jangan bikin canggung, bangsat!" Ucapnya kemudian.
"Ya, sorry. Tapi gue beneran khawatir. Lo gak tau setakut apa Hilmy kemarin pas Lo hilang." Jelas Natta lagi.
"Tinggal jangan kasih tau Hilmy. Ribet tuh orang."
"Mereka pergi, cepetan!" Ujar Anan lalu bangkit keluar dari kafe itu.
Triing
Anan menghentikan langkahnya saat ponselnya baru saja berdering. Notif masuk menampilkan pesan dari Regan.
"Kenapa, Nan?" Tanya Natta keheranan.
"Sialan! Regan suruh gue ke lapangan dalam lima puluh menit."
"Berarti Lo gak ikutin Bigel?"
Anan tak menjawab, ia mengacak rambutnya frustasi.
"Kita kabarin Biru deh, Shea kek, siapa gitu buat jagain Bigel. Lo mau sampai kapan sembunyiin ini dari mereka? Gimana pun Biru sama Shea juga temen Bigel."
Anan lagi-lagi menatap Natta kesal. Natta, walaupun otaknya pintar dan selalu menjadi juara satu dalam hal akademik, tak dipungkiri bahwa pemuda itu cukup lambat dalam membantu.
"Yang bener aja Lo. Kalau gitu, gue tamat sama mereka." Jawab Anan kemudian.
"Terus, mau nunggu Lo mati dulu baru mereka bisa tau, terus mereka bakal marah sama Lo, bisa aja si Bigel berantakin makam Lo kalau dia lagi kesel."
"Mulut Lo kadang minta diselotip ya," Anan menggeleng lalu menaiki motornya. "Naik anjing! Kita ketinggalan si Regan!"
Natta menarik nafasnya pasrah. Katakan saja ia sudah bertingkah bodoh. Salahkan Anan yang menyeretnya sampai ke sini. Padahal Natta sama sekali tak berhubungan dengan Regan.
—
Tok tok tok
"Hilmy, gue boleh masuk?"
Tak ada jawaban, namun, bukan Nabiru namanya kalau ia tak menerobos masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Journey Of Us
FanficKisah melankolis para remaja sekolah menengah yang merasakan pahit, asam, manis-nya kehidupan dengan hati yang bergejolak bermekaran saat musim bersemi. Written by @lavidamys