___ *** ___
Suara pintu bagasi mobil tertutup, mata Cakra menyerit cahaya matahari bersinar terik. Ia kembali ke dalam rumah sakit menuju ruang rawat istrinya, tiga hari di rawat inap Safa hari ini diperbolehkan pulang.
Saat memasukki ruangan terdengar isak tangis, Cakra mendekat menatap istrinya masih menangis di dekat mertuanya.
"Gak malu diliat suami cengeng gini? Kalo gak mau dimakan ya udah," ucap Mama Lia menyerah membujuk putrinya, ia lantas beralih memasukkan barang yang masih tersisa ke dalam tas.
Cakra mengambil langkah dan duduk di sebelah Safa sedang terduduk di ranjang, Safa menangis tersedu sembari mengusap air matanya.
"Jadi mau bagaimana sekarang? Mau makan atau tidak?" tanya Cakra, sebelum pulang Safa harus menghabiskan makan siangnya dan meminum obat.
Safa menggeleng.
"Tidak apa-apa tapi janji di rumah nanti kamu harus makan," tawar Cakra, selama di rumah sakit Safa selalu rewel ketika makan karna makanan rumah sakit tidak cocok di lidahnya.
"Tapi kasian susternya udah capek masak, terus nganterin ke sini tapi gak aku makan," ucap Safa sembari menangis.
"Untuk menghargainya, kamu harus memakannya," ucap Cakra.
"Tapi aku gak suka rasanya, aku tadi udah cobain tetep gak bisa dikunyah. Aku gak bisa tinggalin makanan ini kasian sama mbaknya, pasti kecewa makannya gak dimakan." Tangisan Safa semakin menjadi-jadi.
Cakra dan Mama Lia saling menatap, Lia mengkode Cakra tidak usah meladeni Safa namun Cakra mengusap kepala Safa dan mengusap air mata istrinya.
"Kita harus bagaimana sekarang? Safa ingin seperti apa sayang?" tanya Cakra.
"Kalo dibungkus makanannya, boleh gak?" Safa malah balik bertanya.
"Kamu fikir ini rumah masakan padang, pake dibungkus segala? Adek jangan aneh-aneh, kalo nangis terus kapan kita pulangnya? Kamu selalu nunda minum obat," sahut Mama Lia memarahi anaknya.
Safa menatap Cakra, menangis menahan untuk tidak mengeluarkan suara namun air matanya tetap mengalir. Cakra tidak tega melihat istrinya seperti ini.
"Begini saja kamu tidak bisa makan makanan ini tapi kamu tidak mau menyisakan makanan kan? Bagaimana kalau saya yang makan? Saya habiskan," usul Cakra.
Safa menyetujui usul Cakra sementara Mama Lia tak percaya, begitu bucinnya Cakra pada Safa. Pada pandangan Lia, Cakra begitu sabar menghadapi tingkah Safa selama di rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Safaluna Cakrawala (END)
Teen FictionSafaluna Anum Kaityln gadis berparas cantik ini dijodohkan dengan pria 10 tahun lebih tua darinya, lelaki itu bernama Cakrawala Atharrayhan seorang pengusaha yang sama sekali tidak percaya dengan cinta. Safa yang lelah terus menghadapi tugas akhir k...