Chapter 23 : Jantung Nora Kranz yang Berdetak Kencang

14 7 0
                                    

"Um, haruskah kita berpegangan tangan?"

"Aku khawatir kau akan tersandung dan jatuh."

Tetapi kawasan pejalan kaki di sekitar danaunya terawat dengan baik, aku rasa aku tidak akan tersandung sama sekali.

"Aku akan baik-baik saja."

"Tetapi aku cemas. Lagipula, kita memang kekasih, jadi tidak apa-apa, kan?"

Tidak bisa menyanggah perkataannya, Nora terus berjalan dengan Elias yang menuntunnya. Dari pengelihatan tepinya, ia dapat melihat kakinya yang sangat panjang itu melangkah dengan mudahnya. Karena kaki Elias lebih panjang, langkahnya tentunya akan berbeda dari Nora. Tetapi, Nora tidak merasa lelah berjalan bersamanya. Tampaknya, Elias sudah menyesuaikan dengan lajunya.

Diberkahi dengan wajah yang tampan dan sikap yang sempurna, tidak heran kalau semua staf wanita di restoran menjilatnya.

"Mengerikan sekali ...."

"Apanya?"

"Tidak ada." Nora menggelengkan kepalanya buru-buru setelah menyadari ia melontarkan pikiran batinnya.

"Aku menduga kau mungkin kelaparan, jadi aku menyiapkan beberapa camilan."

Setelah berjalan-jalan singkat di sepanjang pinggiran danau, mereka kembali ke kereta, dan kemudian duduk di atas bangku di samping danau. Angin sepoi-sepoi yang melintasi perairan terasa menyenangkan.

"Aku menyiapkan roti dengan kismis dan apel. Serta jus anggur. Apa kau tidak masalah dengan itu?"

"Tidak masalah, terima kasih."

Nora takut ada beberapa makanan mewah yang akan berada di sana, tetapi isi dari keranjangnya ternyata biasa. Saat ia menggigit rotinya, rasa manis dari kismis memenuhi mulutnya.

"Betapa lezatnya roti ini!" Bahkan kismis di rotinya berkualitas berbeda untuk keluarga Marquis.

Rotinya lembut dan kismisnya memiliki unsur kesegaran, sesuatu yang tidak akan kalian harapkan dari roti kismis biasa.

Roti kismis di keluarga Kranz agak keras dan kenyal, meskipun masih lumayan enak. Biarpun seperti itu, Nora menyukainya karena rasanya gurih.

Selagi ia mengunyah dan tersesat dalam pikirannya, tiba-tiba saja ia merasakan tatapan Elias pada dirinya.

"Apakah ada masalah?"

"Tidak ada. Kau terlihat seolah kau menikmatinya."

"Memang. Rotinya enak."

"Itu benar, kau tidak pandai dalam berbohong. Aku lega karena kau menikmatinya."

"Bohong? Apa maksudmu?"

Siapa yang bisa pura-pura menikmati memakan roti seenak ini? Aku tidak tahu, tetapi pastinya hidupnya berantakan sekali.

"Itu seperti suara nyanyianmu. Tenang dan menenangkan." Elias juga menggigit roti kismisnya.

Meskipun ia hanya makan roti, ia terlihat sangat indah, seperti sebuah lukisan di atas kanvas putih.

"Apa kau lelah, Elias?" Ketika Nora bertanya padanya, ada tampang terkejut di wajahnya yang segera berubah menjadi senyuman masam.

"Sedikit, tetapi karena kau di sini, semuanya baik-baik saja."

Semuanya baik-baik saja? Tetapi aku bahkan tidak melakukan apa-apa.

Selagi Nora merenungi apa maksudnya, ia menemukan Elias sedang memandanginya.

"Ada apa?"

"Ada remah roti di bibirmu. Biar kubersihkan remahnya untukmu." Sebelum Nora dapat bereaksi, ia menciumnya dekat di bibir.

"Sudah kubilang, bibir terlarang!"

"Itu bukan di bibirmu. Aku hanya membersihkan remahan rotinya."

"Harusnya kau menggunakan tanganmu saja!"

"Baiklah." Ia meletakkan tangannya di pipi Nora dan menatap ke dalam matanya. Mata biru langitnya yang berkilauan membuat Nora merasa tidak nyaman dan agak malu.

"Tidak perlu! Aku bisa melakukannya sendiri." Selagi ia mengibaskan tangan Elias, Nora merasa pipinya jadi lebih panas, seolah kehangatan dari tangan Elias masih ada di sana.

"Sayang sekali."

"Itu sudah ciumanmu yang kedua." Selagi Elias tersenyum, Nora memberikannya tatapan yang tajam.

"Itu benar, aku masih punya satu lagi."

"Bukan itu maksudku ..." Nora ingin mengatakan bahwa ciuman-ciuman itu akan segera berakhir, tetapi malahan, itu kedengaran seolah ia menantikannya dengan bersemangat. Tidak mampu menjelaskannya dengan baik, ia mengerutkan alisnya.

"Bisakah kau menunggu sebentar?" Elias bangkit dari kursi dan berjalan kembali ke kereta.

"Mungkinkah sebuah cincin? Ia akan melamar?" Nora teringat kata-kata Nora dalam benaknya selagi ia memandangi punggung Elias.

Apa yang harus kulakukan jika itu benar-benar adalah sebuah cincin dan ia akan melamar?

Tetapi, Nora tidak bisa menolaknya begitu saja; ia harus melakukan sesuatu. Tetapi itu artinya Nora sudah condong menerima Elias lebih daripada sebelumnya.

Tiba-tiba saja, Elias kembali dengan satu buket bunga mawar biru di tangannya. Aroma menyegarkan dari mawar-mawar itu melayang di udara.

"Apakah ini yang ingin kau berikan kepadaku?"

"Benar. Aku mau memberikanmu satu sebelumnya, tetapi kau menolaknya, ingat?"

Itu adalah hari setelah pembatalan pertunangan yang merupakan bencana besar, ketika Elias mengunjungi Nora. Waktu itu, Nora tidak menerima bunganya karena ia curiga akan tujuan Elias. Siapa orang waras yang akan mengajukan lamaran pertunangan tepat setelah yang satunya dibatalkan?

"Kau tahu apa arti bunga mawar biru dalam bahasa bunga, kan?"

Nora mengangguk. Manajer memberitahunya bahwa ada dua arti di baliknya. Yang satu adalah membuat yang mustahil menjadi mungkin. Yang lainnya adalah cinta pada pandangan pertama.

"Aku jatuh cinta padamu pada pandangan pertama. Dua kali. Aku ingin menyampaikan perasaanku dengan benar. Apakah kau mau menerimanya kali ini?"

".... Iya."

Kali ini, meskipun Elias masih seorang kekasih sementara, setidaknya, ia bukan lagi orang yang mencurigakan, sehingga tidak ada alasan untuk menolaknya. Nora menerima buket bunga itu dan menghirup wangi bunga itu. Anehnya, ia merasakan gelombang kebahagiaan saat aroma menyegarkan itu menyelimuti dirinya.

Tiba-tiba saja, Elias meletakkan satu tangan di mulutnya.

"Apakah ada yang salah?"

"Tidak ada. Aku hanya tidak menyangka kau akan menerimanya dengan sukarela." Wajah Elias memerah. Entah bagaimana, ia tampak malu.

Elias sudah mengejarnya secara aktif untuk begitu lama, tetapi Nora tidak menduga untuk melihat sisi dirinya yang ini. Berpikir Elias manis, Nora pun tidak tahan untuk tersenyum. Sebelum Nora bisa bereaksi, Elias mengulurkan tangannya dan menjatuhkan satu ciuman di pipinya.

"Melihatmu tersenyum seperti itu, aku tidak bisa menahan diriku." Ia berbisik di telinga Nora sewaktu gadis itu akan menjerit. Wajah Elias berseri-seri bahagia selagi ia melihat Nora menutupi telinganya dan bergegas pergi.

"Aku sudah memikirkan beberapa cara untuk membuatmu menerimanya. Kalau aku tahu ini akan terjadi, seharusnya aku meletakkan sebuah cincin di dalam buket bunganya juga." Senyum Elias melebar.

Kutarik lagi. Elias sama sekali tidak manis! Beberapa cara, huh? Elias tetap saja Elias. Tidak semestinya aku membiarkan diriku lengah.

Nora menyurukkan wajahnya ke dalam buket bunga untuk menenangkan jantungnya yang berdetak kencang.

(JP) MEGB,BIDRGEITFP [Terjemahan Indonesia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang