Chapter 1 : Pertunangaanku Batal, Tetapi Aku Tidak Ingat Pernah Bertunangan

93 15 0
                                    

Nora Kranz menyesalinya.

Sebagai putri seorang Baron, Nora jarang sekali menghadiri pesta malam. Ia tidak punya banyak teman bangsawan maupun aktif bersosialisasi, jadi ia hanya menerima sedikit undangan.

Ada pula fakta karena ia berasal dari keluarga Baron yang miskin, ia tidak punya kemewahan untuk memiliki gaun-gaun baru dengan gampang.

Akan tetapi, alasan utamanya adalah karena ia merasa itu merepotkan.

Ia harus memerhatikan apa yang dikenakannya, apa yang diucapkannya, dan dengan siapakah ia menari atau tidak. Setiap aspeknya merepotkan.

Ketimbang menghabiskan waktunya dengan urusan-urusan merepotkan itu, ia lebih memilih memperbaiki pakaiannya atau bekerja paruh waktu. Sering dikatakan, orang miskin tidak punya waktu bersantai dan Nora pun bukan pengecualiannya. Kebetulan sekali, ia juga cukup sibuk.

Hari itu merupakan pertama kalinya untuk waktu yang lama, ia menghadiri sebuah pesta malam atas undangan beberapa orang teman. Ia tidak ingat siapa yang mengadakan pestanya, tetapi itu pastilah untuk merayakan kesuksesan usaha, mempertimbangkan skala luar biasa dari perkumpulan tersebut. Artinya, banyak sekali orang yang hadir.

Di tengah keramaian, seorang pria tampan terhormat dengan rambut berwarna cokelat keabu-abuan dan mata sewarna lemon berdiri di depannya. Berdampingan dengan seorang gadis cantik berambut pirang, ia memanggil Nora.

"Nora Kranz, aku tidak bisa menikahimu. Aku membatalkan pertunangan kita!"

Kesunyian langsung melanda pesta malam yang ramai itu. Kebanyakan dari para tamu kini telah memfokuskan perhatian pada mereka.

Di tengah hiruk-pikuk bisik-bisik kerumunan yang berspekulasi apakah ini adalah kisah percintaan yang dirampas, ataukah sebuah cinta segitiga, Nora membuka mulutnya.

"Siapa kau?"

Mendengar perkataan itu, si pria terhormat berambut coklat keabu-abuan itu memindahkan si gadis cantik ke belakangnya dengan gestur melindungi. "Aku tak akan membiarkannya terluka."

Dari sudut pandang orang luar, itu merupakan suatu adegan dimana seorang ksatria melindungi putri tercintanya.

Akan tetapi, kenyataannya, tidak seindah yang terlihat, karena si gadis yang berada di belakangnya itu jelas sekali menatapnya dengan senyum merendahkan. Terpikirkan kalau kepribadian gadis itu pastilah buruk, Nora pun memiringkan kepalanya, merenung.

"Bukan, maksudku kau." Saat Nora mengarahkan tatapannya pada si pria terhormat, ia mengangkat alisnya terkejut.

"Kurang ajar sekali sikapmu di depan tunanganmu."

Tampaknya, ia tidak menyadari bahwa ialah panci yang menyebut teko itu hitam karena membatalkan pertunangan mereka di hadapan banyak orang, jelas-jelas hal yang kurang ajar sekali untuk dilakukannya.

(T/N: Mirip dengan omongan maling teriak maling sih ya sepertinya.)

Karena mereka tidak akan saling berhadapan lagi, Nora pun memutuskan untuk menegaskannya.

"Membatalkan pertunangan sama sekali bukan masalah, tetapi ada satu hal yang ingin kujelaskan."

"Sekarang apa? Apakah kau merasa terikat pada Kediaman Marquis? Sudah terlambat sekarang. Dokumen pembatalan pertunangan sudah diajukan."

Sepertinya, si pria terhormat ini merupakan anggota dari Kediaman Marquis. Nora penasaran, apakah itu alasannya mengapa ia terus mempertahankan pandangannya tetap tinggi tak peduli kemana ia menatap.

Kepada si pemuda bangsawan yang angkuh ini, Nora mencondongkan dirinya.

"Tetapi, aku tidak ingat pernah bertunangan .... Siapa kau?"

Keheningan menyelimuti pesta malam itu sekali lagi. Dari kejauhan, suara seperti benda logam terdengar, seolah ada sendok yang terjatuh.

Tepat saat semua orang tercengang akan keadaan yang berbalik ini, bangsawan lainnya berjalan ke arah Nora. Ia tampak bagai pinang dibelah dua dengan si pemuda bangsawan yang ingin membatalkan pertunangan mereka.

Si pemuda bangsawan pun berlutut di hadapan Nora dan mengangkat wajahnya. Ia memiliki rambut cokelat keabu-abuan yang sama juga raut wajah yang mirip, tetapi matanya seterang langit.

"Nona Nora Kranz, bersediakah kau menerima lamaran pertunanganku?" Mengaku demikian, si pria terhormat dengan mata sewarna langit itu mengulurkan tangannya kepada Nora.

Suara kekaguman beserta pekikan keterkejutan menggema di seluruh ruangan. Nora mengejap terus-menerus selama beberapa saat, kemudian mengembuskan napas berat.

"Aku harus menolaknya."

Memang, tidak semestinya ia datang ke pesta malam.

Nora Kranz menyesalinya.

(JP) MEGB,BIDRGEITFP [Terjemahan Indonesia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang