Chapter 3 : Si Pria dengan Mawar Biru

73 11 0
                                    

"Hari yang menyenangkan bagimu, Nora."

Saat ia membuka pintunya, ia disambut oleh seorang pria tampan berambut cokelat keabu-abuan dengan satu buket bunga mawar biru di tangannya. Ia meraih tangan Nora dan mengecup lembut punggung tangannya. Setelah menyadari apa yang dilakukannya, Nora langsung menyentakkan tangannya.

"A-apa yang membawamu kemari? Um ...." Siapa ya, namannya?

Ia tahu kalau pria ini adalah salah satu putra kembar Marquis Callum, dan dari mata birunya, ia bukan orang yang ingin membatalkan pertunangan mereka, tetapi ia tidak bisa mengingat namanya. Ia merasa sepertinya pria ini sudah memperkenalkan dirinya, tetapi karena ia hanya ingin buru-buru pulang ke rumah waktu itu, ia tidak begitu memerhatikannya.

Melihat Nora kebingungan berucap, bibir pria itu pun melengkung membentuk seulas senyuman.

"Elias. Elias Callum."

"My Lord, bolehkah aku bertanya ...."

"Elias."

"Maaf?"

"Tidak bisakah kau memanggilku Elias?"

Dengan nada bicara yang mengesankan itu, Nora bertanya-tanya apakah maksudnya adalah sebuah perintah. Tetapi, tidak masalah apa pun yang akan dipanggilnya, karena ia jauh lebih mencemaskan alasan kedatangannya.

"Elias, bolehkah aku bertanya, apa yang membawamu kemari?"

Apabila ia datang untuk melamar lagi, itu akan merepotkan, sehingga Nora berpikir untuk menyampaikan pendapatnya. Setelah diam-diam memutuskan demikian, ia menatapnya dan pria itu tersenyum cerah selagi menyerahkan buket bunganya.

Ia punya wajah yang memikat, tetapi karena apa yang terjadi kemarin, kesan Nora terhadapnya pun jadi negatif.

"Aku ingin mengenalmu lebih jauh, makanya aku datang kemari, Nora."

Melakukan sesuatu yang sangat tidak berguna, wajah tampanmu itu sia-sia saja.

Nora ingin melemparkan kata-kata ini padanya, tetapi menemukan dirinya terlalu tercengang untuk berbicara.

Kala itu, Nora jelas-jelas memberitahunya, "Aku tidak mengenalmu, jadi mustahil bagi kita untuk bertunangan." Ia juga menambahkan, "Kalau kau sungguh ingin bertunangan, kusarankan, lebih baik kau mencari seorang teman untuk ditunangkan."

Tetapi, itu lebih seperti cara tak langsung untuk menolaknya, mempertimbangkan ia adalah anggota Keluarga Marquis. Kalau ia boleh bicara langsung dan blak-blakan, ia pasti akan mengatakan, "Memangnya kau pikir, siapa dirimu? Berhenti bicara omong kosong dengan begitu bodohnya. Jangan pernah bicara lagi denganku."

Meskipun suatu kesalahan, biasanya, kau tidak akan melamar di depan umum tanpa, paling tidak, perkenalan yang pantas. Tetapi, bagi orang seperti Elias, meskipun jika ia hanya bermain-main, menolak lamarannya itu kesannya tak bisa diterima.

Nora merasa ia datang kemari bukan dengan niatan yang baik.

Akan bagus sekali jika ia menarik kembali ucapannya, tetapi jika ia menyalahkannya karena mempermalukannya di depan umum, ia tidak tahu harus melakukan apa.

Biarpun begitu, kenapa pula pria ini datang menemuiku?

"Kau tidak mau menerimanya apa pun yang terjadi?"

"Keras kepala sekali. Aku tidak membutuhkannya."

Nora mendorong lagi buket mawar ke tangannya. Ia merasa itu merepotkan, karena mereka terus berada di topik ini berulang kali. Ia menyadari bahwa mereka juga mulai melepaskan formalitas semakin banyak mereka berbincang.

Walaupun buket bunganya indah, ia tidak berencana menerima benda dari orang asing.

Ia tidak suka terlibat argumen, tetapi ia juga tidak ingin menerimanya sebagai hadiah. Walaupun ia adalah anggota keluarga Baron yang miskin, ia tetap seorang bangsawan. Ia tidak ingin terlihat sebagai orang yang tamak dan matrealistis.

"Baiklah, jika itu yang kau inginkan ...."

Saat ia menangkap tatapannya, pria itu tampak begitu sedih seolah Nora telah berbuat salah padanya.

Dianugerahi wajah tampan sungguh suatu kejahatan! Senjata yang mematikan!

"Sayang jika dibuang, jadi taruh saja di suatu tempat yang kau suka ... aku akan datang lagi." Elias menurunkan buket bunganya dan akhirnya pulang ke rumah. Ia setuju, memang akan sayang dibuang, namun tetap membiarkannya di tempat dimana pria itu meletakkannya. Nora tidak mengambilnya, Elias pun tidak membawanya pulang ke rumah.

Untuk sekarang, anggap saja impas.

Ia masih tidak tahu kenapa pria ini datang, tetapi ia harap agar pria ini tak datang lagi. Walaupun merepotkan, memang sayang sekali membuang mawar-mawar indah ini. Tak punya pilihan, Nora pun mengambilnya, dan memutuskan membawanya ke restoran tempatnya bekerja paruh waktu.

Melihat manajer di depan restoran, dengan gembira Nora mendekatinya.

"Manajer, aku punya permintaan."

"Ada apa, halo Nora! Bukankah kau libur hari ini?"

"Seseorang memberikanku buket bunga ini, tetapi aku tidak bisa menyimpannya, jadi bisakah kau menerimanya? Bagaimana jika menggunakannya sebagai dekorasi di restoran?"

Pria dengan fisik yang agak gagah itu tidak menyembunyikan keterkejutannya setelah melihat buket bunga tersebut.

"Buket bunga mawar biru yang besar sekali! Apakah ini hadiah dari seorang penggemar?"

"Bukan. Aku tidak membutuhkannya, tetapi sayang untuk membuangnya."

Membandingkan buketnya dengan alis Nora yang berkerut, manajernya mulai menyeringai. "Seorang pria, kan? Bahkan Nora tidak bisa menjaga jarak dari pria itu, huh."

"Bukan begitu. Sungguh, hanya sayang saja membuangnya."

"Itulah yang kukatakan. Buket bunga mawar biru sebesar ini pasti mahal sekali! Aku rasa, itu bukanlah sesuatu yang kau berikan begitu saja jika kau hanya bermain-main."

Barangkali memang begitu jika kau adalah orang biasa. Tetapi, jika kau berasal dari Keluarga Marquis, ini tidak lebih dari pertukaran kecil.

Tidak bisa menjelaskan situasi mengenai si kembar Marquis yang merepotkan, Nora pun mengangguk samar.

"Nora, apakah kau tahu apa artinya bunga mawar biru dalam bahasa bunga? Itu menyimbolkan 'misterius' atau 'ingin membuat yang mustahil menjadi mungkin'."

"Manajer, darimana kau mengetahui itu?"

"Aku sudah mendengar berbagai macam hal di lini bisnis ini."

Berpengalaman di berbagai hal di dunia, mengejutkannya, manajer juga mengetahui topik feminin semacam ini.

Ingin membuat yang mustahil menjadi mungkin .... Apakah ini ada hubungannya dengan dirinya yang ingin memenangkan pertaruhan?

Namun, sepertinya, Elias bukan tipe yang mengetahui tentang bahasa bunga.

"Kau tahu, ada makna lain di balik mawar biru ...."

Tepat saat itu, suara seseorang bergema dari belakang restoran.

"Jadi begitu, memang cukup merepotkan. Baiklah, biarkan aku yang menerima bunga-bunga ini. Sampaikan salamku pada si pria terhormat dengan mawar biru ini."

"Pria terhormat dengan mawar biru, katamu ...."

Dalam hal penampilan, Elias sudah pasti bisa digambarkan sebagai pemuda yang gagah. Faktanya, Nora terkesima dengan warna matanya yang mana sebiru dan seindah langit.

Umumnya, sebagai seorang gadis muda, Nora sudah di usia pernikahan. Apabila keadaanya sedikit berbeda, jantungnya pasti berdebar-debar untuk pria itu. Lagipula, dilamar di pertemuan pertama oleh putra seorang Marquis adalah seperti impian setiap gadis dari suatu akhir yang bahagia selamanya.

Berpikir jauh, Nora menghela napas merenungi betapa kontrasnya antara mimpi dan realita.

Kalau ia membawakan buket bunga lainnya, ia bersumpah untuk menolaknya dengan tegas.

Merasa sangat stres dan lelah, Nora pulang ke rumah.

(JP) MEGB,BIDRGEITFP [Terjemahan Indonesia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang