Chapter 83: Aku Tidak Ingat Namamu

22 7 0
                                    

"Tolong kembalikan."

"Tentu saja, tetapi bisakah kau memanggilku dengan namaku?"

"Huh?" Benar-benar begitu tiba-tiba sampai-sampai ia memiringkan kepalanya tak percaya.

Mata oranye pria itu menyipit jadi senyuman, tetapi Nora tidak merasakan tujuan negatif darinya.

Apa-apaan dengannya? Aku sungguh tidak bisa memahami apa yang ada di pikiran para bangsawan kelas atas.

"Tetapi .... Bukannya kau putra Duke Enroth?" Ia bertanya dengan hati-hati.

Mata oranyenya berkilat. "Itu benar! Kau akhirnya mengenaliku. Apa kau mencaritahunya sendiri?"

Ia tampak begitu senang hingga Nora tidak dapat merasakan adanya kejahatan darinya.

"Tidak, seorang rekan kerja yang memberitahuku."

Pemuda itu mengangguk dan tersenyum.

"Kalau begitu, Nona Nora Kranz, si Burung Bulbul Biru Langit, bisakah kau memanggilku dengan namaku?" Ia berkata dan berjalan mendekatinya, tetapi Nora merasa ia agak terlalu dekat.

Merasa tidak nyaman karena mereka begitu dekat hingga ia dapat menyentuh wajahnya kapan saja, Nora pun mundur selangkah.

"Tidak, um ...."

"Apa? Apa mungkinkah, kau malu?"

"Tidak, aku hanya ... tidak ingat namamu."

Bagaimanapun juga, Flora-lah yang membacakan namanya dari kartu itu, setelahnya Elias membawanya pergi. Ditambah, ia tidak begitu tertarik, jadi ia pun tidak repot-repot untuk mengingatnya, meskipun ia memang merasa agak canggung soal itu.

Jika aku seorang wanita bangsawan yang anggun, bisakah aku lepas dari ini?

Satu-satunyaa pilihan Nora adalah jujur.

Si pemuda tampan itu terlihat kaget, tetapi tiba-tiba saja, ia tertawa terbahak-bahak.

"Hmm, begitu. Kau tidak begitu tertarik padaku."

"Yah, iya." Ia mengangguk tanpa berpikir. Merasa gelisah, ia menunggu responsnya, tetapi pemuda itu tetap tersenyum.

"Aku Sven Enroth. Kau bisa memanggilku Sven." Ia tidak kelihatan tersinggung dan dengan sabar menunggu jawaban Nora.

Ternyata ia berpikiran terbuka.

"Baiklah kalau begitu, Lord Sven Enroth, bisakah tolong kau kembalikan kaleng daun tehnya?" kata Nora selagi ia mengulurkan tangannya, tetapi Sven hanya mengejap terkejut.

"Kau bahkan tidak ragu-ragu ...."

"Kaulah yang menyuruhku untuk mengucapkan namamu. Kau berjanji padaku akan mengembalikannya begitu aku menyebut namamu, jadi sekarang, tolong kembalikan."

Sven menempelkan tangannya di mulutnya, seakan-akan tengah berpikir. "Hmm, aku berharap kau agak lebih malu-malu."

"Kau bilang kau akan mengembalikannya jika aku menyebut namamu. Sekarang, tolong serahkan." Sven menghela napas kecil selagi Nora mendesaknya.

"Kurasa aku tak punya pilihan lain."

Setelah akhirnya menerima kaleng daun teh itu, ia menggenggam tangan Nora yang memegang kalengnya.

"Tolong lepaskan." Ia memelototinya sejenak, tetapi Sven hanya tersenyum ceria.

"Kau akan segera bernyanyi di pesta, kan?"

"Informasimu sangat bagus."

"Bagaimanapun juga aku adalah penggemar Burung Bulbul Biru Langit."

Ia tidak begitu terbiasa, jadi saat orang tampan tersenyum ke arahnya dari dekat, Nora akan langsung merasa terpukau.

Kuharap, orang-orang rupawan akan menyadari betapa kuatnya penampilan mereka terhadap kami yang biasa-biasa saja.

Jika ia melepaskan kaleng daun tehnya, akan lebih mudah untuk menjaga jaraknya. Namun, ia akhirnya mendapatkannya kembali jadi ia enggan melepaskannya. Sebagai kompromi, ia hanya mengalihkan pandangannya dan ia mendengar Sven terkekeh.

"Aku ingin sekali menjadi pendampingmu ke pesta dansa."

"Apa? Tidak, aku menolak." Ketika ia menoleh dan menjawab tanpa keraguan, ia melihat Sven menatapnya dengan mulut yang menganga.

Sepertinya, ia tidak menyangka akan ditolak.

Bahkan jika ia tidak mengenal Elias, bagaimana bisa ia begitu percaya diri? Yah, kurasa, itu karena tampang dan statusnya. Lagipula, memiliki semua hal itu akan memberikan dorongan kepercayaan diri seketika.

Ia mungkin menjawab sesuka hatinya, tetapi kalau dipikir-pikir, ia sebenarnya adalah putra seorang Duke. Mungkin aku harusnya sedikit lebih baik saat menolaknya. Inilah letak kekuranganku.

Tetapi, biarpun jika aku memahami itu, tetap saja lumayan menantang untuk bisa selalu merespons dengan baik. Seperti yang kuduga, aku memerlukan lebih banyak pengalaman saat berkaitan dengan hal ini. Jalanku masih panjang, tetapi setidaknyaa aku mengambil langkah-langkah yang baik.

"Cobalah untuk lebih memikirkannya. Apa kau bahkan tidak akan menanyakan alasannya?"

"Apa kau sedang membalas dendam untuk adik perempuanmu?"

Itulah satu-satunya hal yang dapat terpikirkan Nora tentang alasan mengapa putra Duke Enroth akan berhubungan dengannya.

Tetapi yang mengejutkannya, Sven menggelengkan kepalanya.

"Sama sekali tidak! Viola itu idiot. Aku tidak berencana untuk membelanya .... Sebaliknya, aku tidak mengerti kenapa pemuda Callum itu mencegat cawan beracun itu. Kalau itu aku, aku sudah akan mengirimkannya ke biara." Ia berkata selagi melepaskan tangan Nora.

Ketika ia melihat Nora mencengkeram kaleng daun teh itu, mulutnya pun tersenyum.

"Kau kedengaran seolah-olah kau tidak peduli bahkan jika adik perempuanmu mati."

"Ia telah menghancurkan reputasi nama keluarga kami, yang merupakan sebuah penghinaan kepada Yang Mulia. Itu membuatnya semakin pantas untuk mati. Dan ia juga tidak merasa bersalah. Jika dibiarkan tanpa pengawasan, ia akan mencoba hal yang sama berulang kali. Ia adalah pengganggu baik bagi keluarga kami dan keluarga kekaisaran."

Sungguh hal yang mengerikan untuk dikatakan, mempertimbangkan Viola adalah adik kandungnya.

Tetapi karena Nora juga seorang aristokrat, ia bisa memahami sentimen Sven.

Kalau begitu, kenapa Elias menghadang cawan beracunnya?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

(JP) MEGB,BIDRGEITFP [Terjemahan Indonesia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang