2

3.7K 88 0
                                    

Aku berjalan memasuki gerbang sekolah. Pagi ini mesti cepat datang, biar nggak telat upacara. Ups, di depan koridor ada Kak Andra sedang duduk sambil memandangi arah gerbang. Aku jadi salting berjalan ke arahnya.

"Kak Andra..." sapaku tersenyum sambil sedikit mengangguk.

Kak Andra menatapku tanpa ekspresi, tapi kepalanya ikut mengangguk. Yah, dia nggak senyum. Aku berjalan melewatinya dan menuju kelas. Di belokan, aku mengintip dari balik rimbunan daun-daun. Kak Andra nggak menyadari aku mengintipnya. Kira-kira Kak Andra kelas berapa ya? Hm, upacara nanti aku mau baris di barisan paling depan pokoknya!

Teng.....teng.....teng....

Lima menit kemudian, panggilan untuk seluruh siswa SMAN 1 mulai terdengar. Kami disuruh berbaris berdasarkan kelas masing-masing.

"Iran, sini!" panggilku.

"Paling depan? Panas tau!" Iran menolak.

Aku berbisik. "Biar lo bisa liat-liat sepuasnya. Kali aja lo dapat idola baru."

"Hahahaha iya sih. Gue setuju." Iran tertawa pelan. Kami berdiri di barisan paling depan. Belum juga 5 menit, Iran menyikutku. "Oh my God, kakak itu manis banget!"

"Mana? Mana?"

"Itu.. yang ada poninya dikit. Yang lagi benerin dasinya!" seru Iran.

"Ssstt... berisik amat! Ntar dia denger," sahutku.

"Oh iya ya."

"Kak Imran ya?"

"Namanya Kak Imran? Lo kenal?" tanya Iran.

"Gak, tapi gue ingat namanya waktu minta tanda tangan kemarin."

"Manis kan?"

"Tapi gue gak yakin dia masih jomblo!"

"Ih.. gue yakin dia pasti jomblo! Kita harus optimis!" seru Iran.

"Kita? Lo aja kali ya. Gue kan pilih Kak Andra! Ups....."

Aku menoleh kiri-kanan. Semoga percakapan kami hanya aku dan Iran yang dengar. Tapi Lita dan Icha menggeleng-geleng melihatku dan Iran. Aku nyengir sejenak. Semoga mereka bukan tipe emberan deh. Kalo Kak Andra tau aku suka sama dia. Bisa ilfeel duluan dia.

"Jangan bilang-bilang ya Lit, Cha! Pliiis...."

"Bilang aaaah..."

"Eiittt...."

"Aduh.. duh.. duh.." Lita meringis karena kucengkeram lengannya begitu kuat saking paniknya.

"Woy pengen dihukum lo berdua hah? Diem! Entar kelas kita kena damprat!" tegur Dedy, sang ketua kelas.

"Iya.. maap.. maap.. Lita tuh!" seruku berbisik.

"Sori kan becanda doang," Lita masih meringis. Aku mengelus lengannya. "Sori ya Lit."

"He-eh...."

Iran tertawa pelan. Aku merengut sejenak. Kucari sosok Kak Andra. Mana dia ya?

"Iran..."

"Hm?"

Kami berkomunikasi sambil berbisik tanpa saling memandang. Soalnya beberapa guru pandangan matanya tertuju pada kelas kami.

"Tolong bantu cari Kak Andra ya. "

"Kayak SAR aja gue."

"Pliiis... nanti gue cariin Kak Imran."

"Heh? Orang tadi kita udah liat di mana. Dodol!"

Hahaha, aku pengen tertawa. Tapi sebisa mungkin kutahan.

"Ya bantulah... biar besok-besok bisa liat lagi kalo upacara."

Aku melirik Iran. Matanya melihat sekeliling. "Kelas 3 bukan?"

"Mungkin....."

"Itu bukan ya?" Iran mencoba menunjuk arah seseorang dengan matanya.

"Aduh.. mana gue tau lo liatin yang mana?" keluhku.

"Riva.. Iran... diem deh!" seru Dedy berbisik.

"Bentar Ded, penting soalnya," sahutku.

"Kelas kita entar disorot, tau!"

Aku menghela nafas. Aku dan Iran pura-pura konsentrasi melihat bendera merah putih mulai diikat ke tali tiang bendera.

"Kepada.... sang merah putih, hormaaaaaat grak!"

Serentak semua mengangkat tangan kanan dan menghormat. Kami menyanyikan lagu Indonesia Raya. Setelah selesai, aku berupaya mencolek tangan Iran. Iran melirik.

"Lo jangan nyanyi dong. Lo kan Iran, bukan Indonesia. Hihihi...."

"Ih rese deh......" Iran manyun.

***

Cinta Datang TerlambatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang