41

814 25 1
                                    

Huah... capek banget!

Aku melempar tas begitu saja di sofa dan bersandar di salah satu lengannya.

“Assalamu alaikum...” seruku.

“Waalaikum salam. Kok udah di dalam rumah baru beri salam?” Papa datang dengan secangkir kopi.

Wanginya tercium. Kayaknya enak nih ngopi sore-sore, tapi aku memilih mengatur nafas lebih dulu.

“Capek banget, Pa.”

“Abis bimbel?” tanya Papa.

Aku mengangguk. Papa tersenyum sembari meneguk kopinya.

“Kalo Papa dulu jaman sekolah kayak kamu, capeknya bukan karena abis bimbel.”

“Jadi karena apa, Pa?” tanyaku.

“Karena abis tawuran. Hahaha,” Papa tertawa dan kembali meneguk kopinya. Aku mengerutkan dahi.

“Papa alumni preman ya? Kok tawuran?”

“Oh iyaaa, Papa jagoan sekolah dulu. Waktu itu belum kenal mamamu, jadi masih berandal,” kata Papa terkekeh bangga.

“Kapan ketemu mama rupanya?” aku jadi tertarik membahas masa lalu papa.

“Jaman tamat kuliah sih. Papa waktu itu jadi perantau, kebetulan merantau ke kota mama, nyari kerja.”

“Cieeee....!” seruku tertawa.

Papa ikut tertawa, sedikit bernostalgia.

“Tapi Papa senang kamu gak ketularan Papa jadi preman,” sahut Papa lagi.

“Ih, mana bisa jadi preman? Aku kan cewek, Pa,” ujarku.

“Iya, kan ada juga tuh cewek nakal, pergaulannya bebas, sembarangan kan? Papa senang kamu jadi Riva yang ini, yang baik, manis, semoga bisa tetap jaga diri ya Sayang.”

“Siap, Pa!” tanganku memberi hormat, lalu aku dan Papa sama-sama tertawa lagi.

***

Selamat siang adik cantik.
Lagi apa?

Inbox facebookku kemasukan pesan lagi dari inisial K itu. Siapa sih? Misterius banget jadi orang. Aku jadi menimbang-nimbang, membalas pesannya atau mengabaikannya saja. Lagipula sampai saat ini dia tidak memasang fotonya.

Siang juga. Maaf ini siapa ya?

Salam kenal adik cantik... Aku K.

Iya salam kenal juga. Tapi maaf gue gak kenal K itu siapa?

“Ran....”

“Ran....”

Aku menoleh ke arah Iran yang lagi asik memainkan hpnya sambil memakai headset. Aku mencoleknya. Iran akhirnya melepaskan headsetnya, “Mm? Kenapa Va?”

“Lo tau gak facebook namanya K? Itu siapa sih?” tanyaku penasaran.

K? Gak tau gue. Teman facebook gue gak ada nama K soalnya,” jawab Iran.

“Soalnya dia ngirimin gue pesan inbox gitu, tapi gue liat fotonya gak ada. Adanya malah puisi-puisi.”

“Wahhh... jangan-jangan pengagum rahasia lo tuh Va, ihiwww!” goda Iran.

Aku mencibir sejenak. “Apa-apa dibilang pengagum gue. Gak Kak Ian lah, siapa lah, si K inilah...”

Iran tergelak sesaat. Tapi ia menyuruhku untuk membalas pesan K itu.

“Siapa tau suatu hari nanti lo bisa tau siapa dia,” kata Iran yakin.

Aku lantas kembali menatap layar hp, menunggu balasan pesan K. Sedang Iran menyeruput minumannya sambil lanjut streaming video di hpnya.

Kita satu sekolahan

Hanya itu? Aku tanya K siapa berarti tanya namanya, bukan sekolahnya. Ishh... aku jadi gemas sendiri. Tapi aku belum sempat membalasnya karena Iran tiba-tiba mengajakku pulang.

“Eh Va... gue baru inget nih, harus balikin buku Kak Imran sore ini juga, soalnya dia mau pake nanti malam. Duh.... kalo dia ke rumah trus gue gak ada, kan gue yang rugi. Gak bisa ketemu dia,” sahut Iran sambil mengemasi headsetnya.

“Mau balik sekarang?” tanyaku.

“Iyaaa.. Pulang yuk. Gue traktir deh hari ini, sori jadinya batal nongki-nongki cantik sampe sore,” jawab Iran.

Aku hanya mengangkat bahu, malah bersyukur jadinya ditraktir Iran. Soalnya kafe di sini lumayan sih harganya untuk anak sekolahan seperti kami. Enaknya karena free wifi, suasananya nyaman, jadi tempat nongkrong favorit deh pokoknya. Aku dan Iran meminta bon, kemudian Iran membuka dompetnya untuk membayar makanan dan minuman kami.

“Sering-sering aja ya minta pulang cepat, biar gue ditraktir terus. Hahahaa....”

“Yeee enak di lo mah itu!” Iran menjulurkan lidah. Aku hanya tertawa.

***

Cinta Datang TerlambatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang