77

273 13 1
                                    

Saat istirahat tiba, Kak Ian menjemputku di depan kelas. Apalagi kalau bukan untuk makan bareng di kantin. Aku melangkah dengan sedikit salting, apalagi diiringi oleh ketiga makhluk rese yang sudah berjanji untuk tidak lagi meledekku.

“Ehem!” Dedy berdehem sejenak.

Aku buru-buru menoleh padanya dan memberi isyarat tatapan tajam. Cowok itu lantas mengangkat dua jarinya sambil menyengir lebar, tanda ia masih mengingat janjinya.

“Hey Bro!” sapa Dedy memberikan salam disertai tinjuan khasnya kepada Kak Ian. Kak Ian menyambutnya.

“Tumben barengan,” ujar Kak Ian tersenyum.

Aku mendekati Kak Ian perlahan.
“Jadi gini Kak, kita ke kantinnya bareng Iran, Icha, ama Dedy ya....”

Kak Ian menunggu ucapanku selanjutnya.

“......itu.... buat ‘makan-makan’,” aku memberi kode kepada Kak Ian.

Kak Ian menaikkan sebelah alisnya sejenak sebelum akhirnya mengerti arti ‘makan-makan’ yang kumaksud. Ia akhirnya tersenyum mengangguk.

“Nah gitu dong Mas Bro! Lo emang is the best dah,” Dedy merangkul Kak Ian dan segera mengajaknya menuju kantin. Mereka asik mengobrol sepanjang jalan. Aku, Iran, dan Icha mengikuti mereka dari belakang.

“Eh Va, gue kasih tau sesuatu ke lo ya,” kata Icha pelan.

Aku menoleh padanya. “Apaan?”

“Pesan gue, lo bersikap santai aja, tenang aja kalo nanti ada yang ngeledekin lo ama Kak Ian,” kata Icha, “Sebodo amat dah apa kata orang, kan yang ngejalanin lo ama Kak Ian. Jadi kalo ada yang cie-ciein yaudah abaikan aja, lo gak usah kesal atau malu atau apa kek... biasa aja. Toh juga banyak yang jadian di sekolah ini, bukan cuman kalian aja.”

“Ya kan kalian yang ngeledek gue,” sungutku.

“Hahaha kalo kita kan bahagia liat kalian akhirnya jadian, ya gak Ran?” Icha beralih menatap Iran, yang dibalas dengan anggukan setuju oleh Iran.

“Tapi tenang aja, karena lo ama Kak Ian bakal traktir kita-kita jadi gak bakal lagi deh gue ledekin kalian,” Icha terkekeh.

Aku manggut-manggut saja. Tidak sadar kami sudah memasuki kantin. Sementara Kak Ian dan Dedy masih terlibat percakapan sedari tadi.

“Ngobrolin apa sih? Gak mau pesen dulu baru lanjut ngobrol?” tegur Iran kepada Dedy.

“Eh iya lupa,” Dedy tertawa. “Kita sih terserah yang nraktir yee, kudu ikhlas dibeliin apa aja.”

“Haha, pesan aja Bro, aman lah itu,” kata Kak Ian.

Dedy, Iran, dan Icha bersorak senang dan masing-masing sibuk menentukan pesanan. Mumpung ditraktir.

Kak Ian lantas menoleh padaku, “Mau pesen apa, Sayang?”

“Mmm.. aku mau pesan kentang goreng aja sama jus jeruk, Kak,” kataku. Untung saja yang lain tidak mendengar panggilan Kak Ian kepadaku.

“Gak makan?” tanya Kak Ian lagi.

Aku menggeleng. Untuk saat ini aku belum terlalu lapar. Faktor masih grogi meskipun tidak segrogi saat sarapan tadi pagi bersama Kak Ian. Yaaah saat ini sudah berkurang drastis, mungkin karena makan rame-rame juga bersama teman-teman yang lain. Sambil menunggu pesanan, Kak Ian dan Dedy lanjut mengobrol, sedangkan aku, Iran, dan Icha hanya menyimak.

“Emang nanti bakal ada event apa sih? Dari tadi kalian asik banget ngobrolnya,” tanya Iran kepo.

“Jadi gini Ran, sekolah kita bakal ngadain turnamen basket,” jawab Kak Ian.

Cinta Datang TerlambatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang