34

862 24 0
                                    

Suasana kantin lumayan ramai. Untung saja aku dan Iran sudah mendapat tempat duduk. Sambil menunggu Iran mengantri makanan, aku mengamati sekeliling. Sudah beberapa hari ini Kak Andra tidak tampak. Aku jadi bertanya-tanya sendiri dalam hati, jangan-jangan Kak Andra sakit. Atau.... lagi ada masalah? Entahlah. Diam-diam aku merasa cemas.

“Kenapa, Va?” tanya Iran yang membawa sebotol air dingin di gelasnya, lalu duduk di hadapanku.

“Ran, kok Kak Andra jadi jarang keliatan ya? Biasanya kan dia di situ nongkrong sendiri ataupun sama temannya,” aku menunjuk tempat kesukaan Kak Andra dengan tatapan mata.

“Ya ampun kirain apaan yang bikin lo jadi cemas gitu,” Iran menggeleng-geleng. “Maybe dia sakit atau apa,” Iran mengangkat bahu, lalu mulai meminum airnya sambil menunggu makanan yang sudah dipesannya.

“Sakit apa?” tanyaku masih berwajah cemas.

“Ya nggak tau.. gue kan bukan pacarnya!” Iran lagi-lagi mengangkat bahu.

“Udahlah Va, lo mending lupain aja tuh si And.... Kak Andra. Dia udah punya cewek, kan? Mending lo fokus sama orang yang lagi deket sama lo.”

“Maksud lo siapa?” aku heran.

“Iiiiih Riva cantiiik, lo itu cantik tapi rada ye. Maksud gue Kak Ian lah, siapa lagi. Atau... lo juga deket sama Geo? Ckckck...”

Aku jadi merah padam. Dekat sama Kak Ian? Geo? Duh, emang sih mereka cowok-cowok ganteng semua, tapi..... kok hatiku masih berat sebelah buat Kak Andra ya? Tau ah, gelap.

Aku menyengir sejenak. Malas meladeni godaan Iran yang menjurus pada Kak Ian. Untung saja makanan sudah datang.

“Jam berapa kalian ke toko buku?” Iran menyendok suapan pertama.

“Pulang sekolah nanti.”

“Gue nitip dong......... eh gak jadi! Gak jadi!” Iran heboh lagi.

Ia menggeleng-geleng dengan cepat, kemudian dengan semangat menyelesaikan kunyahannya. Ih!

“Va, gue jadi terinspirasi nih sama kalian berdua. Gue jadi dapet ide hahaha.”

Aku melongo. “Apaan?”

“Gue mau ngajak Kak Imran juga ah ke toko buku. Hihihi.....” Iran tertawa-tawa, lalu kembali menyuap.

Aku menghela nafas. “Gak kreatif!” cibirku.

“Biarin! Kali aja gue bisa jalan gitu sama Kak Imran, nyari buku, makan, iiiih kok so sweet yaaa?”

Mulai deh, mulai, dia sedikit membayangkan rencananya itu. Aku menggeleng-geleng tapi maklum. Namanya juga orang jatuh cinta. Kami melanjutkan makan sampai habis, sebelum bel masuk berbunyi.

Di koridor menuju kelas, kami berpapasan dengan Geo. Ia tersenyum menyapa, “Halo Va, halo Ran!”

“Halooo...”

“Halo...”

“Udah mau masuk kelas?” tanya Geo. Aku dan Iran serentak mengangguk.

“Mm... Va, aku boleh ngomong gak sama kamu? Berdua, tapi.”

Kata-kata Geo memancing tatapan menggoda dari Iran untukku. Haduh!

“Kalo gitu gue duluan yaaa. Dadah....” Iran melambai-lambai padaku dan Geo dengan cengiran lebar. Dasar Iran. Pasti sebentar dia akan menggodaku lagi.

“Kenapa, Geo?” tanyaku to the point.

“Gini Va, nanti sore kan kita nggak latihan fisik, trus olimpiade juga bentar lagi. Gimana kalo kita nyari buku buat persiapan? Jadi kita bisa belajar bareng juga di luar jam belajar sama senior. Biar lebih mantap gitu.”

Ajakan Geo begitu menggoda. Jalan bareng ke toko buku sama cowok sekeren Geo, tapi..... aku kan ada janji sama Kak Ian. Hari ini juga. Duh, gimana ya?

“Jadi gimana?” tanya Geo lagi.

Aku meringis sejenak. “Gimana ya? Soalnya pas banget gue udah ada janji sama teman juga, buat nyari buku.”

“Oh ya?”

“Iya..” aku mengangguk.

Sebenarnya aku nggak enak hati, kapan lagi bisa jalan sama Geo. Tapi apa boleh buat. Duh... andai aja aku nggak ada janji sama Kak Ian. Atau Geo lebih dulu nanya aku daripada Kak Ian. Eh, kok jadi ngarep ya?

“Oh gitu, gak papa deh. Atau.... gimana kalo aku ikut kalian? Emang kalian naik apa?”

“Ngg..”

kira-kira Kak Ian mau nggak ya kalo Geo ikut? Tapi.. kayaknya kami akan naik motor deh, karena Kak Ian menyuruhku memakai jaket. Gimana caranya Geo ikut? Apa Kak Ian bawa mobil?

“Geo, gimana kalo gue tanya Kak Ian dulu, kira-kira dia bawa mobil atau motor. Kalo mobil kan kita bisa pergi bertiga,” usulku.

“Oh... sama Kak Ian ya? Hm, kalian berdua ajalah kalo gitu. Aku kapan-kapan aja, hehe.” Geo tersenyum, yang aku tidak enak hati melihatnya.

“Atau lo mau nitip buku? Biar gue beliin sekalian,” usulku lagi.

“Gak papa, nanti aja. Gampanglah itu. Eh udah bel tuh, masuk kelas sana. Aku juga mau masuk kelas,” Geo tersenyum.

Aku menghela nafas berat. “Oke.”

“Selamat belajar, Riva!” sahut Geo sebelum berjalan menuju kelasnya. Aku tersenyum mengangguk.

***

Cinta Datang TerlambatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang