Sudah hampir jam 7 tapi Kak Ian belum muncul juga. Pesanku sejak bangun tidur pun belum dibalas-balas. Aku ingin menelfon tetapi takut mengganggu. Jangan sampai Kak Ian sedang menyetir mobil atau mengendarai motor, dan akhirnya menjadi tidak konsentrasi gara-gara telfonku. Aku hanya menunggu dengan gelisah. Mana langit makin mendung.
"Belum dijemput, Va?" tanya Mama menyadari kegelisahanku. Aku menggeleng.
"Yaudah kalo dalam lima menit Ian belum datang, kamu berangkat duluan aja. Tuh bentar lagi hujan," saran Papa seraya menunjuk ke jendela, mengingatkan akan hujan yang sudah mengancam.
"Atau mending Riva berangkat sekarang deh ya, daripada kehujanan," putusku.
"Gak nunggu Cowok Ganteng dulu, Va?" tanya Mama. Aku mengangkat bahu. "Jadi gimana dong?"
"Gini aja deh, Papa yang anter kali ini. Kalo Ian ternyata datang, Mama bilang aja kalo Riva dianter sama Papa. Besok kan bisa dijemput lagi," lagi-lagi Papa menyarankan. Wah, boleh juga idenya Papa. Aku setuju. Daripada menunggu sejak tadi tidak ada tanda-tanda Kak Ian datang, belum lagi hujan akan turun. Aku menyalami mama dan segera mengikuti papa menuju mobil.
Sambil menyetir, Papa menyuruhku untuk mengirim pesan kepada Kak Ian dan memberitahunya agar langsung saja ke sekolah. Jangan sampai Kak Ian malah berbelok mampir ke rumah. Benar juga. Aku mengetik pesan chat sesuai pesan Papa.
<aku> Kak, aku langsung ke sekolah ya diantar papa
Mudahh-mudahan Kak Ian membacanya. Dan semoga ia naik mobil, karena hujan mulai turun perlahan dan semakin deras. Papa membelokkan mobil memasuki area sekolah.
"Untung aja, Va, udah sampai," ujar Papa lega.
"Makasih ya Pa. Papa hati-hati kalo nyetir, hujannya deras banget."
Papa tersenyum mengiyakan. "Selamat belajar Riva sayang."
"Makasih Pa. Riva masuk ya," aku menyalami papa dan bergegas masuk ke koridor. Kulihat mobil Papa terdengar mengklakson sejenak kepada security yang bertugas, lalu melaju keluar dari area sekolah. Aku tidak langsung berjalan menuju kelas, tetapi terlebih dulu mengecek ponsel. Siapa tahu ada pesan dari Kak Ian.
<Kak Ian> sori Sayang aku telat bangun. ini lagi macet di jalan, udah dekat rumah kamu
Pantas saja tidak ada balasan pesan ataupun kabar sedari tadi. Aku membalasnya.
<aku> Kak Ian langsung ke sekolah ya, aku barusan udah nyampe Kak
<Kak Ian> siap Sayang
Setidaknya aku jadi lega ada kabar dari pacarku. Ups. Aku lanjut melangkah ke kelas.
*
Saat jam istirahat, aku memanfaatkan waktu untuk makan berdua dengan Kak Ian, yah meskipun tidak bisa lama karena Kak Ian harus rapat dengan tim basketnya. Lagipula ia terdengar seperti sedikit flu, tapi aku tetap memaksanya makan.
"Kak Ian makan yang banyak ya, biar gak sakit," ujarku prihatin. Sepertinya ia cukup kelelahan dengan latihannya. "Ada vitamin gak?" tanyaku.
"Ada kok Sayang. Sori ya aku jadi flu gini, jangan jijik ya," Kak Ian menggosok sejenak area hidungnya yang terasa gatal dan terlihat memerah. Aku tersenyum menggeleng. "Ngapain harus jijik?"
"Iya, sama pacar sendiri ya," goda Kak Ian sejenak. Duh, wajahku sedikit memerah mendengarnya.
"Katanya mau nanya sesuatu, apa itu Sayang?" tanya Kak Ian mengingatkanku akan tujuanku ingin makan berdua dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Datang Terlambat
Novela JuvenilAku ingin menunjukkan padamu, bahwa dalam setiap kisah cinta, tak selalu berakhir seperti yang diharapkan. Karena aku, satu di antara yang tak beruntung itu. #1 in ekskul (16/06/2019) #6 in watty2019 (22/07/2019) #21 in fiction (25/07/2019)